RECYCLING PETRO DOLLARS

Recycling PetroDolars (Daur Ulang PetroDolar)

Menurut F. William Engdahl, pada bulan Mei 1973, dengan jatuhnya dolar meskipun masih hidup, sekelompok orang terkemuka berjumlah 83 dari dunia keuangan dan politik bertemu di Saltsjobaden, Swedia, pulau terpencil dari keluarga perbankan Wallenberg Swedia. Pertemuan kelompok Bilderberg ini mendengarkan seorang peserta dari Amerika, Walter Levy, yang menjelaskan ‘skenario’ untuk meningkatkan pendapatan minyak OPEC sekitar 400%. Tujuan dalam pertemuan rahasia ini adalah untuk merencanakan bagaimana caranya mengelola banjir dolar-minyak, sebuah proses yang disebut sebagai ‘recycling the petrodolar flows’ oleh Sekretaris Negara AS Kissinger.18)
Sederhananya, skenario itu adalah bagaimana caranya minyak hanya dapat dijual dengan Dolar AS, yang mana mata uang negara lain tidak bisa digunakan untuk membeli minyak  dari produsen OPEC, dan rencana ini bisa menghasilkan untung yang banyak jika harga minyak naik menjadi 400 persen.
“Siapa yang bisa mengendalikan pasokan makanan, maka dia bisa mengendalikan orang-orang; siapa yang bisa mengendalikan energi (oil), maka dia bisa mengendalikan benua; siapa yang bisa mengendalikan uang, maka dia bisa mengendalikan dunia”
Henry Kissinger, 1973
Dimulai pada pertengahan 1970-an sistem dominasi ekonomi global Amerika Serikat mengalami perubahan dramatis. Guncangan harga minyak pada 1973-1974 dan 1979 tiba-tiba menciptakan permintaan yang sangat besar terhadap Dolar AS. Negara pengimpor minyak dari Jerman, Argentina hingga Jepang dihadapkan pada masalah bagaimana memperoleh Dolar AS dari aktivitas ekspor untuk membeli minyak baru yang mahal. Kenaikan harga minyak membuat anggota OPEC banjir akan Dolar AS yang jauh melampaui kebutuhan investasi dalam negeri dan karena itu dikategorikan sebagai “surplus petroDolars”. Hal ini kemudian dimanfaatkan bank-bank London dan New York di mana proses moneter petrodolar recycling dimulai.
Peristiwa geopolitik tertentu saat itu mencerminkan “skenario” yang dibahas dalam pertemuan rahasia Bilderberg pada bulan Mei 1973 tersebut. Tampaknya kelompok tersebut memiliki minat yang sangat kuat untuk “mengelola” aliran Dolar berdasarkan “kenaikan drastis” harga minyak dari Timur Tengah. Pertemuan Bilderberg ini termasuk proyeksi kenaikan harga minyak OPEC hingga 400 persen.

Pada tahun 1974, Asisten Menteri Keuangan AS Bennett dan David Mulford dari firma Eurobond yang berbasis di London, White Weld & Co. mengatur tentang mekanisme untuk menangani surplus petrodolar OPEC.21) Kissinger, Bennett, dan Mulford membantu mengatur rencana keuangan rahasia dengan SAMA (Saudi Arabian Monetary Authority) yang secara kreatif mengubah harga minyak yang tinggi pada 1973-1974 menjadi keuntungan langsung bagi Bank Sentral AS (Federal Reserve) dan Bank of England.

Meskipun rezeki nomplok menghampiri para konglomerat petrokimia dan perbankan AS/Inggris yang “mengelola the recycling of petrodollar flows,” sebagian besar rakyat Amerika menganggap oil shocks pada tahun 1973-1974 merupakan masa yang sangat menyakitkan karena tingginya inflasi dan membuat antrian panjang di setiap SPBU. Di negara-negara berkembang, harga minyak yang tinggi ini menciptakan pinjaman menjadi besar dari IMF – hutang harus dilunasi seluruhnya dalam Dolar.
Arab Saudi dan produsen OPEC lainnya menyimpan surplus dolar mereka di bank-bank AS dan Inggris, yang kemudian bank-bank tersebut mengambil petrodolar OPEC ini untuk dipinjamkan sebagai “obligasi Eurodolar atau pinjaman” kepada pemerintah negara-negara berkembang yang sangat ingin meminjam dolar untuk membiayai impor minyak mereka. Disaat pusat keungan yang berbasis di AS dan Inggris sangat diuntungkan dari hal ini, menumpuknya utang petrodolar pada akhir 1970an menjadi dasar utama krisis utang negara-negara berkembang (seperti Meksiko) pada awal 1980an. Ratusan miliaran dolar didaur ulang antara OPEC, bank London dan New York, dan kembali ke negara-negara berkembang sebagai pinjaman.

Selain itu, setelah jatuhnya Perjanjian Bretton Woods, terjadi peralihan besar-besaran secara cepat dari aset cadangan emas ke dolar. Pada tahun 1971, emas dijadikan aset cadangan internasional sekitar 50 persen, tapi setelah tahun 1971 peran emas digantikan oleh mata uang valuta asing, yang mana mata uang valuta asing itu dijadikan sebagai aset Bank Sentral sekitar 95 persen. Dolar menjadi mata uang cadangan utama bagi sebagian besar negara. Itu artinya, sebagian besar negara menjadikan Dolar sebagai basis penciptaan mata uangnya, bukan lagi menggunakan emas sebagai basisnya. Sejak saat itu, petrodollar recycling memberi Federal Reserve kemampuan yang tak tertandingi dalam menciptakan kredit dan memperluas jumlah uang yang beredar sedemikian rupa, dan hal ini tidak mungkin bisa dilakukan menurut Perjanjian Bretton Woods sebelumnya.
Sebenarnya periode transisi ini menciptakan sistem yang sepenuhnya tidak seimbang dengan artefak yang tak terduga dan tidak diinginkan, terutama utang negara berkembang yang masif akibat tingginya harga minyak. Pada bulan Agustus 1982 Meksiko mengumumkan kemungkinan akan gagal membayar pinjaman Eurodolar. Krisis utang negara berkembang terus berlanjut ketika Paul Volcker dan Federal Reserve secara sepihak menaikkan suku bunga AS pada tahun 1979 dalam upaya menyelamatkan dolar.

Setelah tiga tahun tingginya suku bunga AS, dolar terselamatkan pada tahun 1981, namun sebagian besar negara-negara berkembang tenggelam dalam apa yang mereka anggap sebagai suku bunga AS yang luar biasa tingginya terhadap pinjaman dolar mereka. Tidak hanya itu, IMF memaksa pembayaran utang dilakukan pada bank-bank London dan New York yang mana IMF bertindak sebagai polisi utang dalam menerapkan program “austerity”.


Fase recycling petrodollar ini merupakan upaya yang berhasil dilakukan oleh pemerintah AS untuk mempertahankan kekuatan geopolitiknya yang hampir melemah sebagai kekuatan hagemoni sistem setelah perang dunia. Konsensus Washington IMF dengan kejamnya memaksa negara-negara berkembang dalam melunasi utangnya, tak peduli terjadinya gejolak sosial dan kurangnya dana dalam pertumbuhan dalam negeri.

Apalagi sistem ini mencegah kemandirian ekonomi di negara-negara berkembang di belahan bumi manapun, dan membuat bank-bank AS dan dolar terus berjalan.
Bagaimanapun, dari waktu ke waktu sampai tahun 1980an dan setelah krisis moneter 1997, berbagai suara di Jepang menyerukan untuk menggunakan tiga mata uang utama – dolar AS, mark Jerman dan Yen Jepang – agar tidak terlalu bergantung pada dolar sebagai Cadangan Dunia. Reformasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan sistem moneter global, meskipun tidak pernah terwujud, sementara dolar AS terus berperan sebagai Mata Uang Cadangan Dunia yang resmi.
Kebijakan “austerity” IMF sering kali merusak pertumbuhan ekonomi nasional, sementara mentransfer kekayaan suatu negara ke negara investor, dan tidak menguntungkan negara tersebut sama sekali hingga menjual sumber daya alamnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.