Papua Merdeka: Target Amerika dan sekutunya setelah Timor Leste dipecah dari Indonesia
Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver internasionalnya lewat Free West Papua Campaign,
 kiranya perlu dicermati secara intensif dan penuh kewaspadaan. Betapa 
tidak. Pada 28 April 2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris
 secara resmi dibuka. Tak pelak lagi, hal ini mengindikasikan semakin 
kuatnya tren ke arah internasionalisasi isu Papua tidak saja di Amerika 
Serikat, melainkan juga di Inggris, Australia dan Belanda.
Bayangkan,
 pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dihadiri oleh Walikota 
Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan
 mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Bagaimanapun juga hal ini 
secara terang-benderang menggambarkan adanya dukungan nyata dari 
berbagai elemen strategis Inggris baik di pemerintahan, parlemen dan 
tentu saja Lembaga Swadaya Masyarakat.
Mari
 kita simak pernyataan anggota parlemen Andrew Smith, dalam acara 
pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris tersebut. “Kami akan bekerja 
sama dengan orang-orang di kantor baru kami di Port Moresby, PNG pada 
strategi menuju tujuan penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat.”
Pernyataan
 Andrew Smith harus dibaca sebagai isyarat bahwa gerakan 
internasionalisasi Papua sedang gencar dilakukan baik di lini 
pemerintahan maupun  parlemen di Amerika, Inggris, Australia dan 
Belanda. Penekanan Andrew Smith terkait upaya melibatkan PNG, harus 
dibaca sebagai bagian integral dari aliansi strategis Amerika 
Serikat-Inggris-Australia untuk meng-internasionalisasi isu Papua, 
sebagai langkah awal menuju kemerdekaan Papua, lepas dari Indonesia.
Kekhawatiran
 tersebut kiranya cukup beralasan, karena dua bulan setelah peresmian 
kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris, kelompok Jhon Otto Ondawame 
dan Andy Ayamiseba melalui organisasi West Papua National National 
Coalition for Liberation (WPNCL) diundang ke KTT ke-19 forum 
negara-negara rumpun Melanesia (Melanesian Spearhead Group/ MSG) di 
Noumea, New Caledonia. Tindak lanjut dari KTT MSG itu, mereka akan 
mengirimkan delegasi para Menlu ke Jakarta dan Papua untuk memantau 
perkembangan kondisi HAM.
 
Gerakan Internasionalisasi Papua Bermula dari Washington (US)
Gerakan Internasionalisasi Papua Bermula dari Washington (US)
Ini
 bukan rumor ini bukan gosip. Sebuah sumber di Kementerian Luar Negeri 
RI mengungkap adanya usaha intensif dari beberapa anggota kongres dari 
Partai Demokrat Amerika kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk 
membantu proses ke arah kemerdekaan Papua secara bertahap. Gerakan ini 
sudah bermula sejak awal 2000-an.
Informasi
 ini kiranya masuk akal juga. Dengan tampilnya Presiden Barrack Obama di
 tahta kepresidenan Gedung Putih sejak 2008 lalu,  praktis politik luar 
negeri Amerika amat diwarnai oleh haluan Partai Demokrat yang memang 
sangat mengedepankan soal hak-hak asasi manusia. Karena itu tidak heran 
jika Obama dan beberapa politisi Demokrat yang punya agenda memerdekakan
 Papua lepas dari Indonesia, sepertinya memang akan diberi angin. Maka 
kejadian pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris April lalu, sudah 
seharusnya dipandang sebagai bukti nyata bahwa gerakan 
internasionalisasi Papua yang dirintis oleh beberapa anggota Kongres 
dari Partai Demokrat di Washington, memang tidak bisa dianggap enteng.
Beberapa
 fakta lapangan lain juga cukup mendukung. Sejak pertengahan 2000-an, US
 House of Representatives, telah mengagendakan agar DPR Amerika tersebut
 mengeluarkan rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yahg secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua.
Kalau
 RUU ini lolos, berarti ada beberapa elemen strategis di Washington yang
 memang berencana mendukung sebuah opsi untuk memerdekakan Papua secara 
bertahap. Dan ini berarti, sarana dan perangkat yang akan dimainkan 
Amerika dalam menggolkan opsi ini adalah, melalui operasi intelijen yang
 bersifat tertutup dan memanfaatkan jaringan bawah tanah yang sudah 
dibina CIA maupun intelijen Departemen Luar Negeri Amerika. Bukan 
melalui sarana invasi militer seperti yang dilakukan George W. Bush di 
Irak dan Afghanistan.
Maka
 Kementerian Luar Negeri RI haruslah siap dari sekarang untuk 
mengantisipasi skenario baru Amerika dalam menciptakan aksi 
destabilisasi di Papua. Berarti, Kementerian Luar Negeri harus mulai 
menyadari bahwa Amerika tidak akan lagi sekadar menyerukan berbagai 
elemen di TNI maupun kepolisian untuk menghentikan adanya pelanggaran- 
pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.
Dengan kata lain, Undang-Undang Foreign Relation Authorization Act (FRAA)
 akan dijadikan Pintu Masuk Menuju Papua Merdeka. Melalui FRAA ini, 
Amerika akan menindaklanjuti UU FRAA ini melalui serangkaian operasi 
politik dan diplomasi yang target akhirnya adalah meyakinkan pihak 
Indonesia untuk melepaskan, atau setidaknya mengkondisikan adanya 
otonomi khusus bagi Papua, untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada 
warga Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Skenario
 semacam ini jelasnya sangat berbahaya dari segi keutuhan wilayah Negara
 Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan sialnya kita juga lemah di fron
 diplomasi maupun fron intelijen. Padahal, skema di balik dukungan Obama
 dan Demokrat melalui UU FRAA, justru diplomasi dan intelijen menjadi 
strategi dan sarana yang dimainkan Washington untuk menggolkan 
kemerdekaan Papua.
 
Waspadai Modus Kosovo Untuk Papua Merdeka
Waspadai Modus Kosovo Untuk Papua Merdeka
Dalam
 teori operasi intelijen, serentetan kerusuhan yang dipicu oleh OPM 
dengan memprovokasi TNI dan Polri, maka tujuannya tiada lain untuk 
menciptakan suasana chaos dan meningkatnya polarisasi terbuka antara 
TNI-Polri dan OPM yang dicitrakan sebagai pejuang kemerdekaan.
Skenario
 semacam ini sebenarnya bukan jurus baru bagi Amerika mengingat hal ini 
sudah dilakukan mantan Presiden Bill Clinton ketika mendukung gerakan 
Kosovo merdeka lepas dari Serbia, dan bahkan juga mendukung terbentuknya
 Kosovo Liberation Army (KLA).
Seperti
 halnya ketika Clinton mendukung KLA, Obama sekarang nampaknya hendak 
mencitrakan OPM sebagai entitas politik yang masih eksis di Papua dengan
 adanya serangkaian kerusuhan yang dipicu oleh OPM sepanjang 2009 ini.
Lucunya,
 beberapa elemen LSM asing di Papua, akan menyorot setiap serangan 
balasan TNI dan Polri terhadap ulah OPM memicu kerusuhan, sebagai 
tindakan melanggar HAM Tapi sebenarnya ini skenario kuno yang mana aparat
 intelijen kita seperti BIN maupun BAIS seharusnya sudah tahu hal akan 
dimainkan Amerika ketika Obama yang kebetulan sama-sama dari partai 
Demokrat, tampil terpilih sebagai Presiden Amerika.
Isu-isu
 HAM, memang menjadi ”jualan politik” Amerika mendukung kemerdekaan 
Papua. Karena melalui sarana itu pula Washington akan memiliki dalih 
untuk mengintervensi penyelesaian internal konflik di Papua.
Di
 sinilah sisi rawan UU FRAA jika nantinya lolos di kongres. Sebab dalam 
salah satu klausulnya, mengharuskan Departemen Luar Negeri Amerika 
melaporkan kepada kongres Amerika terkait pelanggaran- pelanggaran HAM 
di Papua.
Maka,
 kejadian tewasnya 8 anggota TNI, jangan dibaca semata sebagai 
konsekwesnsi Perang antara TNI dan OPM, tapi lebih dari itu, untuk 
membenturkan antara TNI dan warga sipil Papua, yang nantinya seakan 
semua warga sipil Papua adalah OPM.
 
Rand Corporation Rekomendasikan Indonesia Dipecah Jadi 7 Wilayah
Rand Corporation Rekomendasikan Indonesia Dipecah Jadi 7 Wilayah
Dalam
 buku saya, Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai 
Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010, bahwa dalam 
skema yang dirancang Pentagon melalui rekomendasi studi Rand 
Corporation, Indonesia harus dibagi 8 wilayah, yang mana salah satu 
prioritas jangka pendek adalah memerdekakan Papua. Ini yang kemudian 
saya istilahkan dalam buku saya sebagai BALKANISASI NUSANTARA.
Melalui
 skema Presiden Obama sejak 2008, dengan menggunakan jargon demokrasi 
dan penegakan HAM sebagai isu sentral, maka masalah masa depan Aceh dan 
Papua bisa menjadi duri dalam daging bagi hubungan Indonesia-Amerika ke 
depan.
Rekomendasi
 macam ini jelas tidak main-main mengingat kenyataan bahwa Rand 
Corporation merupakan sebuah badan riset dan pengembangan strategis di 
Amerika yang dikenal sering melayani secara akademis kepentingan 
Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) dan atas dukungan dana dari 
Pentagon pula. Sehingga bisa dipastikan rekomendasi-rekomendasi studi 
Rand Corporation ditujukan untuk menyuarakan kebijakan strategis 
Pentagon dan Gedung Putih.
Dengan
 demikian, internasionalisasi Papua dan Bahkan Aceh, yang sudah 
menerapkan otonomi daerah, ternyata masih merupakan isu sentral dan 
agenda mereka hingga sekarang. Bahkan dalam scenario building yang 
mereka gambarkan, wilayah Indonesia harus dipecah menjadi 7 bagian.
Sekadar
 informasi, rekomendasi Rand Corporation ihwal memecah Indonesia jadi 8 
bagian tersebut dikeluarkan pada tahun 1998. Artinya, pada masa ketika 
Presiden Clinton masih menjabat sebagai presiden. Berarti rekomendasi 
Rand Corporation atas sepengetahuan dan sepersetujuan Presiden Clinton 
dan Pentagon.
 
Dengan demikian, menjadi cukup beralasan bahwa rekomendasi Rand Corporation tersebut akan dijadikan opsi oleh Obama. Karena rekomendasi Rand Corporation dikeluarkan ketika suami Hillary masih berkuasa.
Dengan demikian, menjadi cukup beralasan bahwa rekomendasi Rand Corporation tersebut akan dijadikan opsi oleh Obama. Karena rekomendasi Rand Corporation dikeluarkan ketika suami Hillary masih berkuasa.
Dalam
 skenario Balkanisasi ini, akan ada beberapa negara yang terpisah dari 
NKRI. Yang sudah terpisah Yaitu Timor Timur yang terjadi pada 1999 masa 
pemerinthan BJ Habibie. Lalu Aceh, sepertinya sedang dalam proses dan 
berpotensi untuk pecah melalui “sandiwara” MoU Helsinki dan kemungkinan 
(telah) menangnya Partai Lokal di Aceh pada Pemilu 2009 tahun ini. 
Kemudian Ambon, Irian Jaya, Kalimantan Timur, Riau, Bali. Dan sisanya 
tetap Indonesia.
Anggap
 saja skenario ini memang sudah ditetapkan oleh pemerintahan Obama, maka
 besar kemungkinan skenario ini akan dijalankan Amerika tidak dengan 
menggunakan aksi militer. Dalam skema ini, Diplomasi Publik Menlu 
Clinton, yang di era kedua kepresidenan Obama diteruskan oleh Menlu John
 Kerry,  akan menjadi elemen yang paling efektif untuk menjalankan 
skenario Balkanisasi Nusantara tersebut.
Dengan kata lain, mengakomodasi dan menginternasionalisasi masalah Aceh atau Irian Jaya, akan dipandang oleh Amerika sebagai bagian dari gerakan demokrasi dan penegakan HAM.
Menyadari
 kenyataan ini, rencana OPM berikutnya untuk membuka kantor 
perwakilannya di Belanda Agustus ini, kiranya menjadi satu hal yang 
logis. Berarti, Uni Eropa berperan besar dalam gerakan 
internasionalisasi Papua ini.
Dan
 hal ini, sudah terbukti melalui MOUS Helsinki untuk Aceh. Uni Eropa 
memang sejauh ini memang sudah menjadi pemain sentral di Aceh pasca MoU 
Helsinki. Misalnya saja Pieter Feith, Juha Christensen sementara dari 
persekutuan Inggris, Australia dan Amerika, mengandalkan pemain 
sentralnya pada Dr Damien Kingsbury dan Anthoni Zinni.
Mereka
 semua ini dirancang sebagai agen-agen lapangan yang tujuannya adalah 
memainkan peran sebagai mediator ketika skenario jalan buntu terjadi 
antara pihak pemerintah Indonesia dan gerakan separatis. Ketika itulah 
mereka-mereka ini menjadi aktor-aktor utama dari skenario 
internasionalisasi Aceh, Irian Jaya, dan daerah-daerah lainnya yang 
berpotensi untuk memisahkan diri dari NKRI. Motivasi para penentu 
kebijakan luar negeri Amerika memang bisa dimengerti. Karena dengan 
lepasnya daerah-daerah tersebut, Amerika bisa mengakses langsung kepada 
para elite daerah tanpa harus berurusan dengan pemerintahan di Jakarta 
seperti sekarang ini. Dorongan untuk memperoleh daerah pengaruh 
nampaknya memang bukan monopoli kepresidenan Bush. Obama pun pada 
hakekatnya bertujuan sama meski dengan metode yang berbeda.
  
Beberapa Sosok Asing di balik Gerakan Pro Papua Merdeka
 
Salah satu sosok yang harus dicermati adalah Eni Faleomavaega, Ketua Black Caucuses Amerika yang mengkampanyekan Irian Jaya sebagai koloni VOC bukan koloni Belanda di Kongres Amerika. Kabarnya, perwakilan Partai Demokrat dari American Samoa ini memimpin sekitar 38 anggota Black Caucuses yang mengklaim bahwa cepat atau lambat Papua akan merdeka.
Salah satu sosok yang harus dicermati adalah Eni Faleomavaega, Ketua Black Caucuses Amerika yang mengkampanyekan Irian Jaya sebagai koloni VOC bukan koloni Belanda di Kongres Amerika. Kabarnya, perwakilan Partai Demokrat dari American Samoa ini memimpin sekitar 38 anggota Black Caucuses yang mengklaim bahwa cepat atau lambat Papua akan merdeka.
Pengaruh tokoh satu ini ternyata tidak bisa dianggap enteng. Mari kita berkilas-balik sejenak.
Pada
 2002, tak kurang dari Departemen Luar Negeri AS terpaksa menerbitkan 
Buku Putih Deplu tentang Papua pada 2002. Disebutkan bahwa Irian Jaya 
masuk Indonesia pada 1826. Sementara Pepera merupakan pengesahan atau 
legalitas masuknya Irian Jaya ke NKRI pada 1969.
Bayangkan
 saja, Departemen Luar Negeri AS sampai harus meladeni seorang anggota 
parlemen seperti Eni Faleomavaega. Dan ternyata manuver Eni tidak 
sebatas di Amerika saja. Melalui LSM yang dia bentuk, Robert Kennedy Memorial Human Right Center, Eni
 dan 9 orang temannya dari Partai Demokrat, melakukan tekanan terhadap 
Perdana Menteri John Howard, agar memberi perlindungan terhadap 43 warga
 Papua yang mencari suaka di di Australia. Alasannya, mereka ini telah 
menjadi korban pelanggaran HAM TNI.
Di
 Australia, Bob Brown, politisi Partai Hijau Australia, juga santer 
mendukung gerakan pro Papua Merdeka, dengan mendesak pemerintahan Howard
 ketika itu untuk mendukung proses kemerdekaan Papua. Tentu saja usul 
gila-gilaan itu ditampik Howard, namun sebagai kompensasi, pemerintah 
Australia memberikan visa sementara kepada 42 pencari suaka asal Papua.
Tentu
 saja hubungan diplomatik Australia-RI jadi memanas, apalagi berkembang 
isu ketika itu bahwa ke-43 warga Papua cari suaka ke Australia itu 
sebenarnya merupakan “agen-agen binaan” Australia yang memang akan 
ditarik mundur kembali ke Australia. Artinya, permintaan suaka itu hanya
 alasan saja agar mereka tidak lagi bertugas menjalankan operasi 
intelijen di Papua. Mungkin kedoknya sebagai jaringan intelijen asing di
 Papua, sudah terbongkar kedoknya oleh pihak intelijen Indonesia.
Dan isyarat ini secara gamblang dinyatakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan waktu itu, Widodo AS. Menurut Widodo, pemberian visa sementara kepada warga Papua oleh Australia, telah membenarkan adanya spekulasi adanya elemen-elemen di Australia yang membantu usaha kemerdekaan Papua.
Menurut penulis, dan kami-kami di Global Future Institute, pernyataan Widodo sebenarnya sebuah sindiran atau serangan halus terhadap gerakan asing pro Papua merdeka. Bahwa yang sebenarnya bukan sekadar adanya elemen-elemen di Australia yang membantu kemerdekaan Papua, tapi memang ada suatu operasi intelijen dengan target utama adanya Papua Merdeka terpisah dari NKRI.
Selain Amerika dan Australia, manuver Papua Merdeka di Inggris kiranya juga harus dicermati secara intensif. 15 Oktober 2008, telah diluncurkan apa yang dinamakan International Parliaments for West Papua (IPWP) di House of Commons, atau DPR-nya Kerajaan Inggris.
Misi
 IPWP tiada lain kecuali mengangkat masalah Papua di fora internasional.
 Meski tidak mewakili negara ataupun parlemen suatu negara, namun 
sepak-terjang IPWP tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebab IPWP bisa 
menjadi kekuatan penekan agar digelar referendum di Papua, penarikan 
pasukan TNI dari Papua, penempatan pasukan perdamaian di Papua di bawah 
pengawasan PBB.
Jelaslah
 sudah ini sebuah agenda berdasarkan skema Kosovo merdeka. Apalagi 
ketika IPWP juga mendesak Sekjen PBB meninjau kembali peranan PBB dalam 
pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (pepera) 1969, sekaligus mengirim 
peninjau khusus PBB untuk memantau situasi HAM di Papua.
Agar
 kita sebagai elemen bangsa yang tidak ingin kehilangan provinsi yang 
kedua kali setelah Timor Timur, ada baiknya kita mencermati skenario 
Kosovo merdeka.
 
Kosovo terpisah dari negara bagian Serbia pada 17 Februari 2008. Dengan didahului adanya tuduhan pelanggaran HAM di provinsi Kosovo. Papua Barat dianggap mempunyai kesamaan latarbelakang dengan Kosovo. Yaitu, Indonesia dan Serbia dipandang punya track record buruk pelanggaran HAM terhadap rakyatnya. Sehingga mereka mengembangkan isu bahwa Kosovo perlu mendapat dukungan internasional. Inilah yang kemudian PBB mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 244 .
 
Seperti halnya juga dengan Kosovo yang memiliki nilai strategis dalam geopolitik di mata Amerika dan Inggris, untuk menghadapi pesaing globalnya, Rusia. Begitu pula di Papua, ketika perusahaan tambang Amerika Freeport dan perusahaan LNG Inggris, merupakan dua aset ekonomi mereka untuk mengeruk habis kekayaan alam di bumi Papua. Sekaligus untuk strategi pembendungan AS terhadap pengaruh Cina di Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara.
 
Waspadai Balkanisasi Nusantara
Kosovo terpisah dari negara bagian Serbia pada 17 Februari 2008. Dengan didahului adanya tuduhan pelanggaran HAM di provinsi Kosovo. Papua Barat dianggap mempunyai kesamaan latarbelakang dengan Kosovo. Yaitu, Indonesia dan Serbia dipandang punya track record buruk pelanggaran HAM terhadap rakyatnya. Sehingga mereka mengembangkan isu bahwa Kosovo perlu mendapat dukungan internasional. Inilah yang kemudian PBB mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 244 .
Seperti halnya juga dengan Kosovo yang memiliki nilai strategis dalam geopolitik di mata Amerika dan Inggris, untuk menghadapi pesaing globalnya, Rusia. Begitu pula di Papua, ketika perusahaan tambang Amerika Freeport dan perusahaan LNG Inggris, merupakan dua aset ekonomi mereka untuk mengeruk habis kekayaan alam di bumi Papua. Sekaligus untuk strategi pembendungan AS terhadap pengaruh Cina di Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara.
Waspadai Balkanisasi Nusantara
1.Indonesia
 ada rencana hendak dibelah dengan memakai model Polinesia (negara 
pulau) di Lautan Pasifik. Sehingga mulai beredar pengguliran Isu Negara 
Timor Raya di Provinsi Nusa Tenggara Timur mulai santer terdengar.
2. Indonesia akan dibelah jadi tiga negara dengan berdasar pada klasifikasi provinsi ekonomi kuat dengan rincian sebagai berikut:
a. Aceh, Riau dan United Borneao(Kalimantan).
b. Pusat wisata dan seni dunia semacam Bali, Flores, Maluku dan Manado,
c. Jawa, Sunda dan Daerah Khusus Jakarta.
 
MODUS OPERANDI
2. Indonesia akan dibelah jadi tiga negara dengan berdasar pada klasifikasi provinsi ekonomi kuat dengan rincian sebagai berikut:
a. Aceh, Riau dan United Borneao(Kalimantan).
b. Pusat wisata dan seni dunia semacam Bali, Flores, Maluku dan Manado,
c. Jawa, Sunda dan Daerah Khusus Jakarta.
MODUS OPERANDI
Dengan
 melihat perkembangan terkini berdasarkan prakarsa dua anggota Kongres 
AS untuk menggolkan seruan resolusi agar Baluchistan diberi hak sejarah 
menentukan nasib sendiri dan negara sendiri, lepas dari Pakistan, maka 
Global Future Institute merasa perlu mengingatkan kemungkinan langkah 
langkah dua tahap yang akan ditempuh Amerika Serikat dan Sekutu-sekutu 
Eropanya:
 
1. Melakukan Internasionalisasi Isu Provinsi yang bermaksud ingin merdeka dan lepas dari negara induknya. Keberhasilan prakarsa dua anggota Kongres AS menggolkan resolusi Baluchistan, bisa jadi preseden bagi langkah serupa terhadap Papua.
 
2. Seiring dengan keberhasilan gerakan meng-internasionalisasi provinsi yang diproyeksikan akan jadi merdeka, maka REFERENDUM kemudian dijadikan pola dan modus operandi memerdekakan sebuah provinsi dan lepas dari negara induk.
 
Demikian, semoga menjadi perhatian dan kewaspadaan semua elemen bangsa, dan pemegang otoritas pemerintahan.
1. Melakukan Internasionalisasi Isu Provinsi yang bermaksud ingin merdeka dan lepas dari negara induknya. Keberhasilan prakarsa dua anggota Kongres AS menggolkan resolusi Baluchistan, bisa jadi preseden bagi langkah serupa terhadap Papua.
2. Seiring dengan keberhasilan gerakan meng-internasionalisasi provinsi yang diproyeksikan akan jadi merdeka, maka REFERENDUM kemudian dijadikan pola dan modus operandi memerdekakan sebuah provinsi dan lepas dari negara induk.
Demikian, semoga menjadi perhatian dan kewaspadaan semua elemen bangsa, dan pemegang otoritas pemerintahan.
Prakarsa Anggota Kongres Dana Rohrabacher, Bukti Nyata Gerakan Sistematis Washington Merdekakan Baluchistan Lepas dari Pakistan Kalau Amerika Serikat berniat memecah Indonesia jadi 7 bagian, seperti sempat dirilis oleh Rand Corporation pada 1998 lalu, kasus Baluchistan bisa jadi bukti nyata bahwa gerakan separatism memang bagian dari rencana strategis Washinton.
Baru-baru ini, Dana Rohrabacher, anggota Kongres dari Partai Republik asal negara bagian California, telah mengajukan sebuah resolusi yang pada intinya menegaskan bahwa Baluchistan mempunyai hak sejarah untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa. Dengan kata lain, Dana Rohrabacher mendukung berdirinya Baluchistan sebagai negara merdeka.
Seperti
 kita ketahui bersama, Baluchistan saat ini terbagi menjadi daerah yang 
masuk dalam kedaulatan Pakistan, Iran dan Afghanistan. Mengingat nilai 
strategis Baluchistan sebagai daerah jalur sutra yang kaya sumberdaya 
alam seperti minyak, gas dan tambang, bisa dimengerti jika Washington 
secara sistematis sedang membantu elemen elemen pro kemerdekaan 
Baluchistan untuk jadi negara tersendiri yang bebas dari orbit pengaruh 
Iran, Afghanistan dan Pakistan.
Terbukti
 bahwa prakarsa Dana Rohbacher tersebut kemudian mendapat dukungan dari 
dua anggota Kongres lainnya seperti Louie Gohmert dari negara bagian 
Texas, dan Steve King, dari negara bagian Iowa, keduanya juga dari 
Partai Republik.
Manuver
 Washington untuk mendorong kemerdekaan Baluchistan nampaknya memang 
cukup serius mengingat fakta bahwa Dana Rohrabacher saat ini menjabat 
sebagai Ketua Sub-Komite Kongres bidang luar negeri khusus bidang 
pengawasan dan investigasi.
Karena
 itu masalah sepertinya akan semakin krusial karena Rohrabacher 
menegaskan bahwa salah satu pertimbangan mengapa dirinya memprakarsai 
resolusi Kongres Amerika agar mendukung kemerdekaan Baluchistan, karena 
adanya bukti bukti kuat tindak kekerasan dan korban pembunuhan diluar 
jalur jalur hukum (Extra Judicial Killing).
Pada
 1947, Baluchistan memang sempat bermaksud memerdekakan diri, namun 
kemudian berhasil digagalkan oleh Pemerintah Pakistan. Maka menghadapi 
gerakan Washington melalui prakarsa Dana Rohrabacher dan kawan-kawan di 
Kongres ini, Pakistan lah pihak yang paling duluan merasa kebakaran 
jenggot.
Tentu
 saja menghadapi manuver Rohrabacher Cs ini, Pakistan mengecam prakarsa 
ini sebagai bentuk campur tangan  terhadap urusan dalam negeri Pakistan.
 Betapa tidak. Pakistan beranggapan bahwa Baluchistan merupakan salah 
satu provinsi yang menjadi bagian dari Pakistan.
Mengingat
 masalah separatism ini sangat sensitif, nampaknya Gedung Putih, dalam 
hal ini Departemen Luar Negeri, belum berani secara langsung membuka 
fron terhadap pemerintah Pakistan. Terlepas
 adanya berbagai pandangan yang melihat Baluchistan selama ini memang 
menjadi obyek eksploitasi para elit politik suku Pastun dan Punjabi di 
Pakistan, rasa rasanya penilaian Pakistan bahwa Amerika Serikat sedang 
melakukan campur tangan urusan dalam negeri Pakistan, untuk mendorong 
gerakan kemerdekaan Baluchistan, memang benar adanya.
Kiranya
 ini bisa menjadi early warning signal bagi pemerintah Indonesia, bahwa 
gerakan kaukus Papua di Kongres Amerika untuk mendukung Organisasi Papua
 Merdeka (OPM) memerdekakan Papua, cepat atau lambat akan diagendakan 
kembali. Atau setidaknya, mengkondisikan Papua agar bisa diangkat ke 
forum internasional (Internasionalisasi Papua).
 





 
 
 
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut