BERDIRINYA NEGARA ISRAEL DAN ZIONISME
Konflik antara Israel dan Palestina merupakan salah satu konflik  dunia
 internasional yang paling lama dan telah berlangsung lebih dari  
setengah abad yang melibatkan banyak negara Arab dan negara Barat.
Konflik
 ini berawal dari keputusan PBB yang mengakhiri mandate  pemerintahan 
Inggris di wilayah Palestina. PBB kemudian membagi wilayah  Palestina 
menjadi dua Negara yang diperuntukkan bagi Negara Yahudi  Israel dan 
Arab Palestina. Proklamasi kemerdekaan Israel yang diumumkan  pada tahun
 1948 diawali dengan pengusiran dan pembersihan etnis  (genocide) Arab 
Palestina yang telah menempati wilayah tersebut sejak  zaman prasejarah.
Dengan
 klaim teologis, bahwa Palestina  merupakan tanah yang dijanjikan bagi 
bani Israel, maka mereka berhak  untuk melakukan aneksasi dan penguasaan
 atas wilayah tersebut. Pendirian  negara Israel di tanah Palestina 
merupakan salah satu bentuk dan tujuan  perjuangan sebuah gerakan 
politik Yahudi ekstrem yang dikenal dengan  zionist movement atau 
gerakan zionis. Berdirinya negara Israel merupakan  hasil upaya kaum 
zionis yang anggotanya tersebar di berbagai belahan  dunia, dan sebagian
 diantaranya kemudian melakukan migrasi ke wilayah  Yerussalem secara 
massif. Oleh karena itu, berbicara mengenai negara  Israel, maka tak 
bisa dilepaskan dengan gerakan zionisme sebagai  organisasi politik 
Yahudi yang menjadi penggerak berdirinya negara  Israel.
Asal Kata dan Pengertian Zionisme
Istilah
  Zionisme berasal dari akar kata zion atau sion yang pada awal sejarah 
 bansga yahudi merupakan sinonim dari perkataan Yerussalem. Zion adalah 
 pengucapan dalam bahasa Inggris untuk term sion dalam bahasa Latin dan 
 tsyon dalam bahasa Ibrani. Arti dari istilah tersebut adalah “bukit”  
yaitu bukit suci Yerussalem yang juga simbol dari konsep “teokrasi  
Yahudi” Zion atau sion juga berarti bukit suci yang didirikan oleh Nabi 
 Sulaiman (Solomon). Zion juga dinisbatkan sebagai julukan bagi kota  
Yerussalem sebagai “kota rahasia”, kota Allah atau kota tempat tinggal  
Yahweh.
Perkataan
 zion/sion dalam kitab perjanjian lama  disebutkan sebanyak 152 kali dan
 kesemuanya menunjuk pada kota  Yerussalem. Kata zion sendiri menurut 
para sejarahwan merupakan nama  sebuah bukit yang diceritakan dalam 
kitab perjanjian lama. Yaitu salah  satu bukit yang terletak di sebelah 
Timur dari dua buah bukit dalam  wilayah Yerussalem kuno, ibukota 
kerajaan Israel pada masa kekuasaan  kerajaan Daud (king David). Dan di 
bukit ini juga didirikan sebuah  bangunan suci yaitu Haikal Sulaiman 
(Solomon Temple).
Selain
  itu istilah Zionisme digunakan untuk menyebutkan komunitas Yahudi  
penganut Yudaisme yang mengharapkan datangnya seorang mesias (juru  
selamat)  Sang mesias ini akan membawa mereka pada kerajaan Allah yang  
akan dipusatkan di tempat terjadinya kisah-kisah yang dialami oleh Nabi 
 Ibrahim dan Nabi Musa. Dari istilah inilah kemudian nama Zionisme  
sabagai sebuah gerakan politik bangsa Yahudi diambil. Selanjutnya  
istilah Zionisme atau Zionist movement secara utuh dipopulerkan oleh  
Theodore Herzl, sang bapak Yahudi dunia di Wina Austria tahun 1895.
Latar Belakang Berdirinya Zionisme
Zionisme
  adalah sebuah gerakan politik Yahudi ekstrem, yang berupaya untuk  
mendirikan sebuah negara Yahudi (Usrael Raya) di tanah Palestina,  
sebagai tanah yang dijanjikan dalam klaim teologis mereka. Dari sinilah,
  diharapkan Yahudi dapat menguasai seluruh dunia yang berpusat di  
Yerussalem. Zionisme internasional merupakan sebuah gerakan politik  
Yahudi garis keras yang mempunyai akar histories dan ideologis pada  
gerakan-gerakan politik maupun keagamaan yahudi yang pernah ada  
sebelumnya seperti gerakan Makkabi, gerakan Bar Kokhba, gerakan Moses  
Kretti (Karaites), gerakan David Rabin, gerakan Kabbalisme, dan gerakan 
 politik Yahudi lainnya semasa mereka hidup berdiaspora di berbagai  
Negara dan belahan dunia.
Dalam
 pandangan penulis, latar  belakang munculnya gerakan zionisme 
disebabkan tiga faktor penting.  Pertama adalah faktor teologis, yaitu 
klaim teologis bangsa Yahudi atas  tanah Palestina sebagai tanah yang 
dijanjikan buat mereka. Setelah  peristiwa eksodus bangsa Israel dari 
Mesir dan selama 40 tahun mereka  menjadi bangsa pengembara yang hidup 
terlunta-lunta di semenanjung  Sinai. Akhirnya Allah memberikan merka 
tanah Kanaan yang pada saat itu  telah dihuni oleh bangsa Filistin. Dan 
sekitar abad ke XV SM di bawah  pimpinan Yusak (Yoshua) bin Nun, mereka 
memasuki kawasan tersebut dan  menguasainya. Dari sinilah lahir klaim 
teologis bangsa Israel tentang  tanah Kanaan (Palestina) sebagai tanah 
yang dijanjikan oleh Allah kepada  mereka. Dan berdasarkan klaim 
teologis tersebut, mereka merasa berhak  sebagai pemilik dan penguasa 
tanah Palestina. Zionisme sebagai sebuah  gerakan politik Yahudi 
dibentuk sebagai upaya untuk merebut kembali  tanah Palestina sebagai 
tanah yang dijanikan buat mereka.
Faktor
  kedua adalah faktor sosio-historis, sekitar abad X SM, bangsa Israel  
pernah mengalami kejayaan di bawah kekuasaan Nabi Daud dan Sulaiman,  
kejayaan ini diceritakan dalam kitab suci baik Bibel maupun Alquran.  
Namun, sepeninggal Nabi Sulaiman, terjadi perpecahan internal yang  
menyebabkan bangsa Israel terpecah menjadi dua, yaitu kerajaan Israel di
  utara dan kerajaan Yehuda di selatan. Kemudian pada tahun 738 SM,  
kerajaan Asyiria menyerang kerajaan Israel dan tahun 606 SM Nebukadnezar
  dari Babilonia menyerang kerajaan Yehuda. Di sinilah awal masa  
pembantaian dan “diaspora” (pembuangan) bangsa Israel oleh bangsa-bangsa
  penakluknya. Tahun 70 M, merupakan masa “great diaspora” saat orang  
yahudi kehilangan tempat tinggal mereka dan hidup di luar Palestina.  
Semenjak itu, tercatat di lebih dari 100 negara bangsa Israel hidup  
terpisah dan terasingkan selama ribuan tahun, menjadi warga negara kelas
  dua di setiap negara yang ditempati dan dengan masa depan yang kelam.
Karena
  penderitaan yang dialami selama masa pembuangan ini menyebabkan mereka
  selalu merindukan untuk kembali ke Palestina sebagai tanah yang  
dijanjikan Allah kepada mereka dan hidup merdeka seperti semula  
membangun kembali kejayaan bangsa Israel seperti di masa Daud dan  
Sulaiman dahulu. Kerinduan dan kenangan akan golden age serta  
penderitaan yang dialami selama masa pembuangan merupakan faktor  
historis, yang memantik semangat kalangan Yahudi militant untuk  
membentuk zionist movement, sebagai gerakan politik yang dapat  
mengembalikan mereka ke Palestina.
Faktor
 yang ketiga  adalah faktor politis, diaspora yang dialami oleh bangsa 
Yahudi ke  berbagai Negara dan belahan dunia yang membuat mereka nyaris 
kehilangan  identitas kebangsaan membutuhkan sebuah gerakan yang dapa 
membangkitkan  kembali semangat nasionalisme Yahudi. Pembentukan 
zionisme merupakan  upaya peneguhan eksistensi Yahudi sebagai sebuah 
bangsa. Oleh karena  itu, zionisme merupakan tempat berkumpulnya para 
nasionalis Yahudi, yang  bercita-cita mempersatukan kembali bangsa 
Yahudi ke dalam sebuah  identitas nation dan tanah Palestina sebagai 
state mereka. Di samping  itu, klaim sebagai bangsa terpilih, membuat 
bangsa Yahudi merasa sebagai  bangsa yang paling berhak memimpin dunia. 
Cita-cita untuk membentuk  sebuah imperium Yahudi yang berpusat di 
Yerussalem merupakan faktor  politik yang menginspirasi lahirnya 
zionisme.
Perkembangan Zionisme sebagai Paham dan Gerakan
Istilah
  zionisme dipopulerkan oleh Theodor Herzl seorang jurnalis Yahudi  
Austria, merupakan sebuah gerakan kaum Yahudi ekstrem yang didasarkan  
pada pandangan akan eksistensi Yahudi sebagai sebuah bangsa yang utuh  
sekaligus sebagai bangsa yang terpilih diantara bangsa-bangsa lain di  
dunia. Dari segi paham zionisme merupakan paham nasionalisme Yahudi yang
  cenderung chauvinistic yang idasarkan pada klaim teologis bahwa bangsa
  Israel merupakan bangsa pilihan Tuhan dan wilayah Palestina merupakan 
 tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka. Menurut Riza Shihbudi, pada 
  dasarnya, zionisme merupakan sebuah teori rasisme dan pembersihan 
etnis  dan bukans ekedar nasionalisme Yahudi sebagaimana yang 
didengungkannya.  Hal ini didasarkan pada asumsi zionisme sebagai sebuah
 organisasi ras  Yahudi yang mengusung pemikiran dan cita-cita 
rasialisme Yahudi.
Theodor
  Herzl juga mengajukan ide Messianisme dalam gerakannya dan dengan 
tegas  menyatakan bahwa, “dunia akan bebas dengan kemerdekaan kita, 
bahagia  dengan kejayaan kita, apa yang kita usahakan adalah kejayaan  
kemanusiaan”. Oleh karena itu dianggap perlu untuk mendirikan negara  
Yahudi yang dapat melindungi bangsa Yahudi dari segala penindasan dan  
penderitaan.
Sebelumnya
 istilah zionisme dipopulerkan pada  tahun 1895 di Wina oleh Thedor 
Herzl. Kemudian diadakan kongres zionis  pertama di Bazel Swiss yang 
dihadiri oleh para pengusaha dan cendekiawan  Yahudi. Kongres ini 
melahirkan empat program dasar, yaitu;
a. Propaganda kolonialisasi di Palestina oleh pekerja tani dan industri Yahudi.
b. Mengorganisir dan menyatukan seluruh yahudi melalui lembagta-lembaga yang bersifat local maupun internasional.
c. Memperkokoh sentiman dan kesadaran nasionalisme Yahudi.
d. Langkah-langkah persiapan dalam rangka pembentukan pemerintahan Yahudi di Palestina.
Pada
  kongres yang diadakan pada tahun 1897, Theodor Herzl berhasil  
mengumpulkan cendekiawan-cendekiawan Yahudi di Bazel dan berhasil  
mengeluarkan keputusan penting dalam gerakan politik zionisme yaitu the 
 protocols of the meetings of the elders of zion. Zionisme sebagai 
sebuah  gerakan di awalnya setidaknya mengalami empat fase penting.  
Perkembangan pertama dideklarasikan secara informal di Rusia, yang  
disebut dengan Russian Jewish Movement.  Pada perkembangan kedua,  
gerakan zionis mulai terorganisasi secara formal dan berpusat di Rumania
  (Rumanian Jewish Movement). Perkembangan ketiga mengalami masa  
kebangkitan sehubungan dengan dukungan dari ratu Inggris yang terpusat  
di London dengan nama baru Zionist Movement. Perkembangan keempat adalah
  masa pengakuan dunia terhadap Israel yang berpusat di Amerika Serikat.
  Perkembangan pertama dan kedua menginginkan berdirinya Negara Yahudi 
di  Argentina, Uganda, atau Ethiopia. Kemudian dalam perkembangan  
selanjutnya, zionisme bertujuan mendirikan Negara Yahudi di Palestina   
yang merupakan tanah tumpah darah leluhur bangsa Israel yang kemudian  
dikenal dengan istilah erset Israel atau tanah Israel.
Pada
  perkembangan selanjutnya, zionisme semakin sering diperkenalkan dalam 
 berbagai aktivitas Yahudi hingga sekarang ini. Zionisme juga telah  
semakin gencar menyebarkan pengaruh sangat besar pada apa yang terjadi  
di dunia ini. Dengan memanfaatkan sentiment romantisme, zionis menarik  
hati kaum Kristiani, selain kaum Yahudi dengan keyakinan akan bangkitnya
  kembali Yahudi dan messiah. Di tanah Yerussalem. Dan hingga saat ini  
zionisme dengan organsasi rahasianya seperti Free Masonry dan Rotary  
Club menjadi sebuah gerakan yang cukup berpengaruh pada jalannya politik
  dunia.
Negara Israel: Proses Pendirian dan Perkembangan
Secara
  politis, proses ke arah pendirian negara Israel di tanah Palestina,  
ketika Inggris memberikan dukungan terhadap gerakan zionisme ketika  
terjadi perang dunia I (1914-1919). Kala itu Inggris terlibat dalam  
perang tersebut melawan Jerman dan bekerjasama dengan zionisme. Inggris 
 menjanjikan tanah Palestina bagi gerakan zionisme sehingga terjadi  
konspirasi internasional untuk mendirikan Negara Yahudi di Palestina.
Ketika
  perang dunia I hamper berakhir dan tanda-tanda kemenangan Inggris 
telah  jelas, usaha lobi dan pendekatan kepada pemerintah Inggris 
semakin  gencar dilakukan. Para pemimpin zionis mendesak pemerintah 
Inggris untuk  mendukung deklarasi mereka, karena mereka banyak membantu
 Inggris pada  saat perang dunia I. Lobi Yahudi tersebut menghasilkan 
deklarasi Balfour  pada tanggal 12 November 1917 yang ditandatangani 
menteri luar negeri  Inggris Arthur James Balfour. Isi deklarasi 
tersebut adalah pengakuan  Inggris akan hak-hak Yahudi yang bersejarah 
di Palestina. Selanjutnya  Inggris juga diminta untuk menyediakan 
fasilitas guna terbentuknya satu  tempat tinggal yang bersifat nasional 
bagi umat Yahudi. Pengakuan  internasional terhadap deklarasi itu baru 
terjadi tiga tahun kemudian,  kala perang dunia I telah berakhir. Yaitu 
ketika Liga Bangsa-bangsa  menyerahkan Palestina sebagai mandate kepada 
Inggris agar Inggris  melaksanakan janjinya kepada umat Yahudi.
Ada
 dua  peristiwa sejarah penting yang menjadi fondasi bagi berdirinya 
negara  Israel di Palestina. Yang pertama adalah perjanjian Sykes-Picot 
1916  antara Inggris dan Prancis yang salah satu butir perjanjiannya 
adalah  penetapan Palestina sebagai wilayah internasional. Dan deklarasi
 Balfour  1917 yang menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina 
bagi  gerakan zionisme. Di bawah paying legitimasi Sykes-Picot dan 
deklarasi  Balfour warga Yahudi dari Eropa mulai melakukan migrasi ke 
Palestina.  Pada decade 1930-an, zionisme mendapatkan legitimasi dari 
Inggris untuk  memasukkan migran Yahudi secara besar-besaran.
Semenjak
  itu, mulailah gelombang migrasi orang-orang Yahudi dari berbagai 
negara  menuju ke Palestina dan membentuk pemukiman di sana. Pada awal  
kedatangan gelombang pertama migrasi yahudi ke Palestina, pada saat itu 
 hanya sekitar 24.000 orang Yahudi yang tinggal di wilayah palestina.  
Sebagian besar dari emreka tinggal di Yerussalem, Safad, Tiberias, dan  
Hebron. Penduduk Yahudi tersebut hidup damai dengan warga Arab Palestina
  yang mendiami wilayah tersebut selama berabad-abad.
Meningkatnya
  kontak antara kaum Yahudi yang berdiaspora di berabagi Negara dan  
gencarnya propaganda zionisme internasional semakin meningkatkan daya  
tarik kaum Yahudi Eropa untuk bermigrsi dan tinggal di Palestina. Antara
  tahun 1920-1924 jumlah migran yahudi berjumlah 42.784 orang, meningkat
  menjadi 57.022 orang pada tahun 1925-1929, dan meningkat lagi menjadi 
 91.258 orang pada tahun 1930-1934. Pada tahun 1940 jumlah migran Israel
  di Palestina telah berjumlah 456.743 orang. Gelombang migrasi semakin 
 massif, terutama pasca terjadinya peristiwa holocaust di Eropa, di mana
  terjadinya pembantaian besar-besaran atas umat Yahudi oleh Nazi 
Jerman.  Dan atas terjadinya peristiwa Holocaust inilah, zionisme 
semakin  menemukan alas an untuk mendirikan Negara Yahudi di Palestina 
sebagai  kompensasi atas pembantaian dan penyiksaan yang mereka alami. 
Meskipun  belakangan peristiwa Holocaust ini diragukan kebenarannya.
Gelombang
  migrasi yang sangat cepat. Dominasi Yahudi terhadap sumber-sumber 
alam,  dan sikap kolonialisasi Yahudi menimbulkan protes keras dari 
bangsa  Arab-Palestina sebagai penduduk asli, sehingga kerusuhan sering 
terjadi  antara dua kelompok tersebut. Berulang kali terjadi krisis dan 
konflik  antara bangsa Israel dan palestina ini memaksa PBB membetnuk 
komisi  khusus guna penyelesaian masalah Palestina. Komite ini kemudian 
 mengeluarkan dua usulan yaitu membagi wilayah Palestina menjadi dua  
bagian serta membentuk pemerintahan federal antara yahudi dan Arab. Atas
  desakan AS, usulan komite ini ditolak. Masalah Palestina ini kemudian 
 dibahas dalam Siding Majelis Umum PBB pada 29 November 1947, dan  
lahirlah resolusi No 181. Resolusi No. 181 tersebut menegaskan pembagian
  tanah Palestina menjadi dua wilayah, 56% unutk Yahudi dan 44% untuk  
Arab. Resolusi ini juga menandai berakhirnya pemerintahan protektorat  
Inggris atas Palestina. Semenjak itu, tentara Zionis mulai melakukan  
pembersihan atas etnis Palestina di wilayahnya hingga menelan banyak  
korban warga sipil Palestina. Resolusi No. 181 ini menjadi legitimasi  
kuat bagi kelompok zionis untuk segera mendeklarasikan berdirinya Negara
  Yahudi Israel di Palestina.
Pendirian Negara Israel
Tanggal
  14 Mei 1948, David ben Gurion sebagai pemimpin zionisme mengundang 100
  orang terkemuka dan para wartawan untuk menghadiri pertemuan di museum
  Tel Aviv, dan pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya negara  
Yahudi di Palestina yang diberi nama Israel (Medinat Yisrael). Inilah  
hasil gemilang yang diraih oleh gerakan zionisme internasional. Dengan  
melewati beberapa fase, kemudian mengkristal dalam bentuk gerakan  
politik nasional Yahudi, akhirnya berhasil mencetuskan dan mendirikan  
negara Yahudi Israel di wilayah yang “dijanjikan” di atas genangan darah
  bangsa Palestina.
Proklamasi
 negara Israel ini, membuka  babakan baru dalam sejarah dunia dan 
Timur-Tengah khususnya, yaitu  permusuhan dan konflik yang semakin 
massif antara Israel dan  negara-negara Arab, serta dunia Islam pada 
umumnya. Dengan berdirinya  negara Israel tersebut, ambisi zionisme 
untuk menguasai tanah yang  dijanjikan telah terwujud. Maka langkah 
berikutnya adalah menjadi negara  terkuat di kawasan Timur Tengah dengan
 berusaha menghancurkan negara  Arab yang dianggap berbahaya bagi 
keamanan dan eksistensi negara Israel.
Berkat
  jasa Inggris, AS, dan PBB negara Israel akhirnya terbentuk, pada  
tanggal 14 Februari 1949 dibentuk kneset (majelis) sebagai sebuah  
parlemen yang para anggotanya dipilih oleh rakyat. Israel rupanya tidak 
 puas dengan keputusan resolusi No. 181 yang memberikan mereka jatah 56%
  wilayah, sedikit demi sedikit pencaplokan dan pendudukan atas wilayah 
 Palestina hingga perluasan pembangunan pemukiman Yahudi terus dilakukan
  demi melanggengkan cita-cita mereka untuk sepenuhnya menguasai tanah  
yang mereka yakini sebagai tanah yang dijanjikan tersebut.
Sejak
  1948 hingga kini, elite militer Israel atas perintah para pemimpin  
Israel dan dukungan dari Inggris dan AS, serta atas nama demokrasi dan  
penjagaan keamanan tak pernah mau kehilangan kesempatan untuk merampas  
dan menghancurkan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh bangsa Palestina.  
Kendati Israel mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi modern, Israel
  masih menolak untuk memberlakukan sebuah konstitusi dan kebijakan  
pemerintahan yang demokratis, khususnya bagi warga Arab Palestina.
Hingga
  saat ini negara Israel telah berdiri selama 61 tahun merupakan sebuah 
 republik parlementer dengan sistem multipartai dengan penduduk 6,2 juta
  jiwa. Penduduk Israel terdiri atas 85% etnis Yahudi yang terbagi atas 
 dua golongan, yaitu golongan Sephardic (kaum Yahudi dari kawasan Timur 
 Tengah dan Afrika Utara) serta golongan Ashkenazic (kaum Yahudi dari  
Etopa). 15% lainnya adalah etnis Arab, 11% adalah Muslim, 2,5% Kristen  
Arab, dan 1,2 % adalah penganut sekte Druze. Rasisme sangat kentara  
dalam sistem sosial Israel, di mana etnis Arab hanya menempati strata  
warga negara kelas tiga dengan diskriminasi dalam bidang pendidikan,  
pelayanan socsal, pekerjaan, hak politik dan kesejahteraan.
Analisis Kritis atas Zionisme dan Israel
Di
  kalangan internal Yahudi sendiri, ide-ide dan gerakan zionisme  
mendapatkan tentangan yang cukup keras. Sejak awal ide-ide Theodor Herzl
  dan zionisme sebenarnya ditentang oleh para rabi Yahudi di Amerika dan
  para ilmuwan Yahudi, termasuk Albert Einstein. Mereka menyatakan  
ketidaksetujuannya atas ide pembentukan negara Yahudi dan menolak  
bermigrasi ke Palestina. Alasan mereka menolak zionisme adalah karena  
pendirian negara Yahudi di Palestina akan mengakibatkan terjadinya  
pertikaian dengan penduduk asli yang telah menempati tempat tersebut  
selama berabad-abad. Di samping itu, zionisme akan membangkitkan  
kecurigaan terhadap orang-orang Yahudi yang saat itu tersebar di seluruh
  dunia
Martin
 Buber, salah seorang pemikir besar Yahudi  abad XX telah mengecam keras
 distrorsi dan penyimpangan yang dilakukan  oleh zionisme sebagai 
gerakan politik yang mengatsanamakan agama dan  mengusung nasionalisme 
Yahudi yang sempit. Menurut Martin Buber,  pemutarbalikan ini sebenarnya
 bukan berasal dari Yudaisme, tapi  terpengaruh oleh nasionalisme Eropa.
 Noam Chomsky, pemikir besar Yahudi  Amerika Kontemporer, melontarkan 
kritik yang tak kalah tajamnya terhadap  zionisme dan pemrintahan Israel
 yang telah melanggar hak-hak  kemanusiaan rakyat Palestina. Selain itu,
 Chomsky juga mengkritik  ide-ide nasionalisme Yahudi dari zionisme yang
 menurutnya sangat  dangkal.  Secara organisasi ada kelompok Nature 
Karta, sebuah kelompok  Yahudi yang sangat menentang zionisme. Pada 
acara seminar internasional  tentang Holocaust yang dilaksanakan di 
Teheran 12 Desember 2006, Rabi  Yisrael David Weiss (salah seorang 
pemimpin kelompok tersebut)  menyatakan bahwa, bangsa Yahudi sangat 
berlawanan dengan zionisme dan  negara Israel. Menurutnya, bangsa Yahudi
 yang patuh kepada Taurat akan  selalu menentang pembentukan negara 
Israel.
Sebenarnya
  zionisme, hanayalah sebagian saja dari penganut Yahudi, banyak sekali 
 umat Yahudi yang tidak sepakat bahkan menentang ide dan gerakan 
zionisme  serta pemerintah Israel. Dengan demikian kita mesti 
membedakan, Yahudi  sebagai sebuah agama yang memiliki pengikut yang 
tersebar di seluruh  dunia. Sedangkan zionisme hanyalah sebuah kelompok 
ekstrimis Yahudi yang  memiliki semangat rasisme dan chauvinisme Yahudi 
yang mempunyai  cita-cita kolonialisasi atas wilayah Palestina.
Jika
  ditilik akar gerakannya, zionisme merupakan sebuah gerakan yang 
didasari  atas sentiment rasisme dan semangat pembantaian etnis. Hal ini
 muncul  dikarenakan akumulasi dendam karena penderitaan dan 
ketertindasan akibat  pembuangan yang mereka alami selama ribuan tahun. 
Penderitaan selama  berabad-abad ini melahirkan kesadaran akan 
eksistensi mereka sebagai  bangsa terbuang. Kesadaran ini membangkitkan 
kesadaran kolektif sesama  ras Yahudi dan akhirnya memantik semangat 
rasisme berkedok nasionalisme  bangsa Yahudi.  Dengan demikian, akar 
ideologi zionisme terbangun atas  semangat dendam sebagian kelompok 
Yahudi ditambah lagi dengan romantisme  pada kenangan akan masa keemasan
 kejayaan mereka di bawah kepemimpinan  Nabi Daud dan Sulaiman di 
Yerussalem sekitar 3000 tahun yang lalu.
Lalu
  kenapa mesti Palestina yang terpilih sebagai tempat didirikannya 
Negara  Israel?, bukankah sebelumnya ada tiga tempat alternative di 
tawarkan  selain Palestina, yaitu Argentina, Uganda, dan Ethiopia?. 
Apakah hal ini  hanya didasarkan pada klaim teologis Yahudi bahwa 
Palestina adalah  tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka?. Ataukah 
faktor historis, di  mana di tanah itu mereka pernah membangun kejayaan 
dan mereka ingin  mengulangi kembali golden age itu?.
Presiden
 Iran, Mahmoud  Ahmadinejad membantah hal tersebut, menurut Ahmadinejad 
dipilihnya  Palestina lebih pada pertimbangan strategis. Kawasan 
Palestina adalah  kawasan yang sangat penting, kawasan yang sangat 
strategis dari segi  politik, budaya dan ekonomi. Palestina merupakan 
kawasan yang memiliki  keistimewaan yang tiada duanya di dunia. 
Menguasai Palestina berarti  menguasai semua jalur utama ekonomi dan 
politik dunia. Penguasaan atas  Palestina berate penguasaan akan kawasan
 Timur Tengah. Menguasai Timur  Tengah berarti menguasai kawasan Islam. 
Menguasai Palestina berarti  menguasai brigde head di jantung dunia 
untuk menguasai semua bangsa. Hal  yang nyaris senada juga dilontarkan 
oleh Henry Ford, bahwa kehadiran  zionisme merupakan penyebab pecahnya 
perang baru di dunia karena  arogansi mereka.
Berdasarkan
 uraian dari Ahmadinejad  tersebut, pemilihan Palestina sebagai tempat 
bagi negara Israel,  tidaklah sesederhana alasan pada klaim teologis 
maupun faktor historis,  tapi lebih dari itu ada hidden agenda dibalik 
hal tersebut. Yaitu  penguasaan dunia, dan khususnya wilayah Islam. Hal 
ini sebenarnya  berbanding lurus dengan cita-cita kaum zionis untuk 
mendirikan  pemerintahan yang menguasai dunia dengan Yerussalem sebagai 
pusatnya.
Hal
  lain yang juga dikritik oleh Ahmadinejad adalah peristiwa Holocaust  
yang sering dijadikan dalih bagi kelompok zionis untuk semakin  
meningkatkan tuntutan bagi pendirian negara Yahudi di Palestina. Bagi  
Ahmadinejad, peristiwa Holocaust yang dikatakan telah menyebabkan 6 juta
  warga Yahudi tewas di Eropa sepanjang perang dunia II, merupakan  
peristiwa yang sangat tidak rasional. Kalau toh peristiwa Holocaust  
adalah benar adanya, maka bukanlah alasan yang dapat membenarkan zionis 
 untuk emnduduki Palestina. Mestinya, jika peristiwa itu benar-benar  
terjadi, bangsa Eropa, khususnya Jerman harus bertanggungjawab dan  
memberikan sebagian tanah di wilayah mereka sebagai kompensasi kepada  
warga Yahudi, bukan dengan menimpakannya kepada penduduk Palestina yang 
 tak berdosa.
Pendirian
 negara Israel yang diproklamirkan  tanggal 14 Mei 1948 adalah illegal 
baik secara de facto maupun de jure.  Secara de facto bangsa Arab 
Palestina merupakan penduduk asli yang telah  mendiami wilayah tersebut 
selama berabad-abad dan warga Yahudi Israel  merupakan pendatang yang 
sebagian besar baru menempati wilayah tersebut  sekitar awal abad XX. 
Dengan demikian klaim Israel atas tanah Palestina  merupakan sebuah 
aneksasi dan kolonialisasi wilayah yang bertentangan  dengan nilai-nilai
 kemanusiaan. Secara de jure pendirian negara Israel  di tanah Palestina
 yang mengandalkan resolusi PBB No. 181 tahun 1947  memiliki kelemahan 
secara hokum karena tidak mempertimbangkan aspirasi  warga asli 
Palestina dan dunia Islam. Selain itu, keputusan tersebut  diambil 
secara sepihak atas desakan Negara super power dalam hal ini  Inggris 
dan AS.
Yang
 perlu dicermati pula adalah  intervensi Negara-negara Barat, khususnya 
Inggris dan AS atas  pembentukan negara Israel di tanah Palestina. 
Sebagaimana dikatakan oleh  Ahmadinejad, “Penguasaan Palestina merupakan
 cita-cita historis  sebagian kekuatan-kekuatan Barat”. Oleh karena itu,
 ada sebuah rencana  besar yang tersembunyi di balik dukungan 
negara-negara Barat terhadap  Israel. Dalam analisis penulis, rencana 
besar tersebut merupakan bagian  dari agenda politik global mereka, 
yaitu penguasaan atas dunia Islam,  yang selama ini selalu menjadi batu 
sandungan dan lawan tanding mereka  sepanjang sejarah berabad-abad 
sebelumnya. Dengan mendukung berdirinya  negara Israel maka akan 
memuluskan rencana mereka menguasai kawasan  Timur Tengah dan dunia 
Islam pada umumnya.
 


 
 
 
mantab
BalasHapus