SYAREAT, HAKIKAT, THARIQOH, MARIFAT

Terlepas dari perbedaan redaksi dan jumlah thariqah pada kedua riwayat hadits diatas, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus percaya akan adanya thariqah sebagaimana direkomendasi oleh hadits tersebut. Kalau tidak percaya berarti tidak percaya dengan salah satu hadits Nabi SAW yang Al Amiin (terpercaya dan tidak pernah bohong). Lalu bagaimana hukumnya tidak percaya pada Hadits Nabi yang shahiih?

Dari semua thariqah sufiyah yang ada dalam Islam, pada perinsip pengamalannya terbagi menjadi dua macam. Yaitu thariqah mujahadah dan Thariqah Mahabbah.

Thariqah mujahadah adalah thariqah / metode pendekatan kepada Allah SWT dengan mengandalkan kesungguhan dalam beribadah, sehingga melalui kesungguhan beribadah tersebut diharapkan secara bertahap seorang hamba akan mampu menapaki jenjang demi jenjang martabah (maqamat) untuk mencapai derajat kedekatan disisi Allah SWT dengan sedekat dekatnya. Sebagian besar thariqah yang ada adalah thariqah mujahadah.

Sedangkan thariqah mahabbah adalah thariqah yang mengandalkan rasa syukur dan cinta, bukan banyaknya amalan yang menjadi kewajiban utama. Dalam perjalanannya menuju hadirat Allah SWT seorang hamba memperbanyak ibadah atas dasar cinta dan syukur akan limpahan rahmat dan nikmat Allah SWT, tidak ada target maqamat dalam mengamalkan kewajiban dan berbagai amalan sunnah dalam hal ini. Tapi dengan melaksanakan ibadah secara ikhlash tanpa memikirkan pahala, baik pahala dunia maupun pahala ahirat , kerinduan si hamba yang penuh cinta pada Al Khaliq akan terobati.

Yang terpenting dalam thariqah mahabbah bukan kedudukan / jabatan disisi Allah. tapi menjadi kekasih yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT. Habibullah adalah kedudukan Nabi kita Muhammad SAW. (Adam shafiyullah, Ibrahim Khalilullah, Musa Kalimullah, Isa Ruhullah sedangkan Nabi Muhammad SAW Habibullah). Satu satunya thariqah yang menggunakan mitode mahabbah adalah Thariqah At Tijany.

Nama-nama thariqah yang masuk ke Indonesia dan telah diteliti oleh para Ulama NU yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahluth Thariqah Al Mu’tabarah Al Nahdliyah dan dinyatakan Mu’ tabar (benar – sanadnya sambung sampai pada Baginda Rasulullah SAW), antara lain: Umariyah, Usysyaqiyyah, Naqsyabandiyah, Bakriyah, Qadiriyah, Idrusiyah, Syadziliyah, Utsmaniyah, Rifaiyah, ‘Alawiyah, Ahmadiyah, Abbasiyah, Dasuqiyah, Zainiyah, Akbariyah, Isawiyah, Maulawiyah, Buhuriyyah, Kubrawiyyah, Haddadiyah, Sahrowardiyah, Ghaibiyyah, Khalwatiyah, Khodiriyah, Jalwatiyah, Syathariyah, Bakdasiyah, Bayumiyyah, Ghazaliyah, Malamiyyah, Rumiyah, Uwaisiyyah, Sa’diyah, Idrisiyah, Jusfiyyah, Akabirul Auliya’, Sa’baniyyah, Subbuliyyah, Kalsaniyyah, Matbuliyyah, Hamzaniyyah, Tijaniyah, Bairumiyah, dan Sammaniyah.

3. Haqiqah

Yaitu sampainya seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. di depan pintu gerbang kota tujuan, yaitu tersingkapnya hijab-hijab pada pandangan hati seorang salik (hamba yang mengadakan pengembaraan batin) sehigga dia mengerti dan menyadari sepenuhnya Hakekat dirinya selaku seorang hamba didepan TuhanNya selaku Al Kholiq Swt.

Bertolak dari kesadaran inilah, ibadah seorang hamba pada level ini menjadi berbeda dengan ibadah orang kebanyakan. Kebanyakan manusia beribadah bukan karena Allah SWT, tapi justru karena adanya target target hajat duniawi yang ingin mereka dapatkan, ada juga yang lebih baik sedikit niatnya, yaitu mereka yang mempunyai target hajat hajat ukhrawi (pahala akhirat) dengan kesenangan surgawi yang kekal.

Sedangkan golongan Muhaqqiqqiin tidak seperti itu, mereka beribadah dengan niat semata mata karena Allah SWT, sebagai hamba yang baik mereka senantiasa menservis majikan / tuannya dengan sepenuh hati dan kemampuan, tanpa ada harapan akan gaji / pahala. Yang terpenting baginya adalah ampunan dan keridhaan Tuhannya semata. Jadi tujuan mereka adalah Allah SWT bukan benda benda dunia termasuk surga sebagaimana tujuan ibadah orang kebanyakan tersebut diatas.

4. Ma’rifah

Adalah tujuan akhir seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. (salik) Yaitu masuknya seorang salik kedalam istana suci kerajaan Allah Swt. ( wusul ilallah Swt). sehingga dia benar benar mengetahui dengan pengetahuan langsung dari Allah SWT. baik tentang Tuhannya dengan segala keagungan Asma’Nya, Sifat sifat, Af’al serta DzatNya. Juga segala rahasia penciptaan mahluk diseantero jagad raya ini.

Para ‘Arifiin ini tujuan dan cita cita ibadahnya jauh lebih tinggi lagi, Mereka bukan hanya ingin Allah SWT dengan Ampunan dan keridhaanNYa, tapi lebih jauh mereka menginginkan kedudukan yang terdekat dengan Al Khaliq, yaitu sebagai hamba hamba yang cinta dan dicintai oleh Allah SWT.

(syariah dan Thariqah) kita bisa mempelajari teori dan praktek secara langsung, baik melalui membaca kitab-kitab / buku-buku maupun melalui pelajaran-pelajaran (ta’lim) dan pendidikan (Tarbiyah) bagi ilmu Thariqah. Sedangkan Haqiqah dan ma’rifah pada prinsipnya tidak bisa dipelajari sebagai mana Syariah dan Thariqah karena sudah menyangkut Dzauqiyah.

Haqiqah dan ma’rifah lebih tepatnya merupakan buah / hasil dari perjuangan panjang seorang hamba yang dengan konsisten (istiqamah) mempelajari dan menggali kandungan syariah dan mengamalkanya dengan ikhlash semata mata karena ingin mendapatkan ridha dan ampunan serta cinta Allah SWT.

Perumpamaan yang agak dekat dengan masalah ini adalah: ibarat satu jenis makanan atau minuman ( misalnya nasi rawon ). Resep masakan nasi rawon yang menjelaskan bahan bahan dan cara membuat nasi rawon itu sama dengan Syariah. Bimbingan praktek memasak nasi rawon itu sama dengan Thariqah. Resep dan praktek masak nasi rawon ini bisa melalui buku dan mempraktekkan sendiri (ini thariqah ‘am ) sedangkan resep dan praktek serta bimbingan masak nasi rawon dengan cara kursus pada juru masak yang ahli (itu namanya Thariqah khusus). Makan nasi rawon dan menjelaskan rasa / enaknya ini sudah haqiqah dan tidak ada buku panduannya, demikian juga makan nasi rawon dan mengetahui secara detail rasa, aroma, kelebihan dan kekurangannya itu namanya ma’rifah.

Sumber :
Keputusan Kongres & Mubes Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabaroh An Nahdliyah, pada hasil Mu’tamar kedua di Pekalongan tanggal 8 Jumadil Ula 1379 H / 9 November 1959. halaman 25.

 4 unsur jadi kesatuan

diagram diatas menunjukkan kepada kita tentang alat alat yang digunakan dalam belajar makrifat, jika kita salah menggunakannya maka apa yang kita tuju tidak akan berhasil.
syariat alat yang digunakan adalah ilmu, anda tidak perlu berfikir cukup menerima saja apa apa yang sudah dituntunkan Allah dalam quran dan Rasulullah dalam hadis. Orang yang syariatnya kuat adalah orang yang samikna wathokna, yaitu orang yang mengiyakan dan membenarkan apa yang ada di quran dan apa yang di hadis. tidak mempertanyakan ataupun menentang. Dalam hal menerima syariat jangan menggunakan pikiran jika menggunakan pikiran pasti arahnya ke nafsu yaitu mengotak atik syariat sesuai keinginannya… akhirnya nikah kawin cerai di perbolehkan, akhirnya yang haram menjadi setengah haram, yang subhat jadi halal, semua ini karena ulah pikiran manusia. Dan parahnya yang demikian justru di lakukan oleh orang yang ahli agama, ahli bahasa arab, ahli hadis dan ahli quran. kalau syariat pakai pikiran maka yang terjadi perdebatan tiada henti… dan akhirnya menjadi permusuhan yang tiada usai. kita lihat saja suni -syiah sejak jaman sahabat sudah perang dan hingga sekarang. bukan masalah hakikat, bukan masalah makrifat tapi masalah syariat. Baiklah mari kita luruskan kembali bahwa menerima semua syariat dengan ilmu pengetahuan tentang syariat untuk kita benarkan dan kita siap menjalankan.
yang kedua adalah, tarekat, setelah kita memahami ilmu syariat maka langkah berikutnya adalah menjalankannya dan itu yang dinamakan dengan tarekat. Tarekat bukan aliran tarekat qodiriyah atau naqsabandiyah atau saziliyah.. tarekat yang saya maksud adalah menjalankan dengan perilaku dan tindakan kita. Misalnya syariatnya adalah shalat maka kita menjalankan tarekat ini adalah dengan menjalankan shalat lima waktu. jadi tarekat maknanya luas. tarekat dzikir, tarekat shalat, tarekat sedekah dan lain sebagainya.
dari menjalankan tarekat ini lah maka Allah memberikan pemahaman pemahaman tentang hakikat dari tarekat tarekat yang dijalankan.. misalnya hakikat shalat, hakikat puasa dan lain sebagainya. pemahaman yang diperoleh dari menjalankan tarekat inilah yang disebut dengan hakikat. Pada wilayah ini sudah tidak sekedar ilmu lagi tapi sudah berbentuk pemahaman. Pemahaman yang berupa ilham. Ilham ilham ini nantinya akan mengerucut pada satu bentuk pemahaman yang lebih luas dan lebih dalam.
terakhir, adalah makrifat. ketika sudah mengenal hakikat tentang ibadah maka akan menemukan suatu pengenalan yang hakiki, pengenalan ini sudah tidak bisa menggunakan instrumen pikiran lagi tapi menggunakan kesadaran.
kalau sudah mencapai makrifat (syahadah) maka harus kembali ke yang pertama yaitu syariat, tarekat dan hakikat… sehingga antara keempatnya bukan lagi terpisah tapi sudah menjadi satu kesatuan.
demikianlah alat alat yang seharunya kita gunakan dalam makrifat. maka jangan gunakan ilmu untuk makrifat, gunakanlah ilmu untuk syariat dan seterusnya .

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.