SEKILAS KISAH HIKMAH RABIAH AL ADAWIYAH

Rabiah al-Adawiyah adalah seorang sufi wanita pertama yang melegenda. Dia dilahirkan di Basra, Iraq, pada era Dinasti Abbasiyah berkuasa. Ada beberapa versi tentang tahun kelahirannya, di antaranya ada yang menyebut tahun 717 M, sementara versi lain mengatakan pada tahun 752 M.
Dalam banyak kisah Rabiah seringkali digambarkan bertemu dengan Hasan al-Basri, salah satu sahabat Nabi yang disebut-sebut sebagai Bapak Sufi Dunia, yang lahir pada tahun 642 M. Meskipun tentu saja, apabila diperhatikan, sebenarnya usia mereka terpaut cukup jauh.
Kisah di bawah ini adalah kisah yang dikutip dari kitab Tadhkirat al-Auliya karya Farid al-Din Attar (1145-1221 M):

Karamah

Suatu hari Hasan melihat Rabiah ketika dia sedang berada di dekat sebuah danau. Sambil melemparkan sajadahnya ke atas permukaan air, dia memanggil, “Rabiah, ke sini! Mari kita shalat dua rakaat di atasnya!”

“Hasan,” jawab Rabiah, “ketika engkau memperlihatkan karamahmu di depan orang-orang, semestinya itu adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh siapapun.”
Rabiah kemudian melemparkan sajadahnya ke udara, dan dia naik ke atasnya.
“Kemarilah Hasan, di mana orang-orang dapat melihat kita!” serunya.
Hasan, yang belum mencapai tingkatan seperti itu, tidak dapat berkata apa-apa. Rabiah berusaha menghiburnya.

“Hasan,” katanya, “Apa yang engkau lakukan juga dilakukan ikan, dan apa yang kulakukan juga dilakukan lalat. Urusan yang sebenarnya berada di luar kedua karamah ini. Seseorang harus menetapkan dirinya sendiri ke urusan yang lebih nyata.”


PUISI CINTA RABIAH ALADAWIYAH

I
Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai
 
II
 
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu
 
III
 
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu
 
IV
 
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku
 
V
 
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku
 
VI
 
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu
 
VII
 
Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
Masih ada karena hatimu gembira yang
Membuat lidahmu kelu
 
VIII
 
Andai cintaku
Di sisimu sesuai dengan apa
Yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna
 
IX
 
Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
Atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu
 
X
 
Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?
 
XI
 
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki
 
XII
 
Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku
 
XIII
 
Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku
 
XIV
 
Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu
 
XV
 
Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
Keikhlasan mencintai-M
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu


Jari yang Bercahaya
Suatu malam, Hasan dengan dua atau tiga temannya pergi mengunjungi Rabiah. Rabiah tidak memiliki lentera. Hasan dan kawan-kawannya berpikir alangkah lebih baiknya jika di sana ada cahaya.

Rabiah kemudian meniup jarinya, dan sejak malam itu hingga subuh, jari Rabiah bersinar seperti lentera, dan mereka dapat duduk bersama dengan disinari oleh cahaya.

Rabiah lalu berkata, “Jika ada yang bertanya, ‘Bagaimana ini bisa terjadi?’ Aku akan menjawab, ‘Sama seperti tangan Musa.’ Jika mereka keberatan dan menyanggah, ‘Tetapi Musa adalah seorang nabi,’ aku akan menjawab, ‘Siapa pun yang mengikuti jejak Nabi dapat memiliki setitik kenabian.’
“Seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi sendiri, ‘Barangsiapa yang menolak hal-hal yang tidak berarti dari sesuatu yang haram, (maka dia) telah mencapai tingkat kenabian.’ Nabi juga berkata, ‘Mimpi yang benar adalah satu perempat puluh dari kenabian.’.”

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.