MEMBONGKAR HIZBUT TAHRIR

Hizbut Tahrir adalah sebuah organisasi transnasional yang mencita-citakan seluruh dunia ini berada dalam satu pemerintahan global, yang mereka sebut ‘khilafah’. Salah satu jargon utama mereka adalah antidemokrasi, yang mereka anggap sebagai sumber dari segala kerusakan. Mereka sangat biasa berargumen: apapun masalahnya, khilafah solusinya. Awalnya, mereka menyatakan diri sebagai organisasi pemikiran dan anti kekerasan. Namun, konflik Suriah telah membongkar kedok mereka: ternyata HT adalah pendukung aksi terorisme atas nama jihad. Selain itu, rekam jejak HT selama ini juga menunjukkan sikap plin-plan mereka.

Di tahun 2009, HTI pernah menyerukan persatuan Sunni-Syiah dalam naungan khilafah. Saat itu HTI terlihat begitu arif dan cerdas dalam memandang adanya upaya pemecah-belahan kaum muslimin, yang dilakukan oleh Barat dan aliansinya, melalui isu Sunni-Syiah. Bukan hanya itu, saat dilangsungkannya Konferensi Bogor untuk membantu mencari solusi konflik Irak yang juga disertai sentimen mazhab, HTI menunjukkan dukungannya pada upaya persatuan Sunni-Syiah

Menurut HTI,  “Jadi masalah di Irak sejatinya adalah masalah penjajahan Amerika. Amerikalah yang merekayasa dan menyulut konflik sektarian Sunni-Syiah. Semua yang terjadi di Irak tidak lain adalah hasil rekayasa Amerika. Kenyataan itu sebenarnya dapat dibaca dan diketahui oleh orang banyak.”

Ketika konflik Suriah meletus, tiba-tiba HT (baik di Indonesia maupun di seluruh dunia) berubah haluan menjadi sangat sektarian. Tidak ada lagi kearifan, tidak ada lagi kecerdasan, dan tidak ada lagi tabayyun atas tragedi kemanusiaan yang melanda Suriah. Bahkan teori yang sebelumnya mereka yakini: bahwa perpecahan dalam tubuh Islam merupakan agenda Barat,  seperti dilupakan begitu saja. HT, termasuk HT Indonsia pun menjelma menjadi salah satu provokator yang menyulut isu konflik Sunni-Syiah di dunia, terkhusus di Suriah. Bisa dibaca dalam artikel-artikel di situs HTI di sini, di sini dan di sini.

Perubahan drastis sikap HT ini memunculkan pertanyaan, bagaimana ideologi HT sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, Liputan Islam mewawancarai Dr. Ainur Rofiq al-Amin, dosen Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau adalah mantan anggota HTI, dan disertasinya membahas tentang Hizbut Tahrir. Disertasi itu diterbitkan menjadi buku berjudul “Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia”. Laporan wawancara ini kami sajikan dalam dua bagian. Berikut ini  bagian pertama.



Liputan Islam (LI): Assalamu’alaikum Ustadz…

Ainur Rofiq Al Amin (ARA): Wa’alaikumsalam warahmatullah

LI: HT sering menggunakan ayat Al-Maidah: 48-49 sebagai sandaran atas wajibnya menegakkan khilafah, bagaimana menurut Ustadz?
ARA: Terkait dengan surat al-Maidah tersebut, sebenarnya kita bisa mencerna secara jernih bahwa setiap muslim yang taat secara otomatis akan berpikir, bersikap, memutus, dan berperilaku sesuai dengan apa yang diturunkan Allah, dan tentu tidak akan  mengikuti hawa nafsu. Hanya permasalahannya, Hizbut Tahrir membawa dengan cara “memaksa” bahwa ayat tersebut berimplikasi bahwa hanya khilafah yang akan mampu melaksanakan hukum Allah. Menurut saya, ini adalah pemaksaan ayat kepada sistem politik yang hanya terbatas pada khilafah. Seandainya ayat tersebut dibawa kepada sistem politik, tentu tidak harus sistem khilafah. Sistem politik apapun namanya, entah republik, atau republik Islam atau yang lain, asalkan mampu mengejawantahkan nilai-nilai Islam, tentu absah dan tidak perlu dicaci, apalagi  dikufurkan. Ini yang berbahaya.

LI: Jika ayat tersebut ‘dipaksakan’ oleh HT untuk menjadi dalil bagi tegaknya khilafah, atau katakanlah bahwa sesungguhnya hukum khilafah tersebut tidak ada di dalam al-Qur’an, maka bagaimanakah seharusnya umat Islam bersikap dalam kondisi sulit seperti ini? Saat ini, kita berpecah-pecah dan ditindas oleh Zionis dan sekutunya. Apakah tidak penting untuk membuat persekutuan besar bagi sesama muslim, semisal Uni Eropa?

ARA: Tentu muslim harus bersatu, tapi bersatu untuk saat ini tidak dalam satu sistem politik. Saya sebagai warga NU yang hidup di pesantren NU, mempunyai keyakinan bahwa yang menyatukan umat muslim dalam satu sistem politik tidak lain adalah Imam Mahdi. Untuk itu, selama Imam Mahdi belum muncul, maka persatuan harus diwujudkan dengan cara:  tidak gampang mengkafirkan, dan tidak gampang memunculkan isu-isu atau pemikiran yang bisa dengan mudah menyulut permusuhan. Kalau sesama muslim bermusuhan, yang untung adalah negara Barat yang tirani, kita buntung.

Dalam konteks NKRI, saya sering mengingatkan dalam seminar-seminar, mari kita rawat NKRI, tidak usah diotak-atik menjadi khilafah (seperti yang dilakukan Hizbut Tahrir), ini di satu sisi. Sedang pada sisi lain, jangan sampai tradisi muslim Nusantara yang ada di NKRI ini mudah disyirikkan, mudah dikufurkan, mudah dibid’ahkan (seperti yang dilakukan kelompok Wahabi). Karena ini semua tidak akan menimbulkan persatuan, malah friksi dan permusuhan.

LI: Di Suriah,  HT sejak awal konflik terang-terangan mendukung pemberontak bersenjata, dan sesumbar akan mendirikan khilafah di Suriah. Sekarang ternyata sudah ada yang mendeklarasikan khilafah Irak-Suriah yaitu kelompok jihadis yang menamakan dirinya The Islamic State of Iraq and Syam (ISIS),  apakah artinya HT sudah punya khilafah?

ARA: Dalam pengamatan saya, kelompok HT ini kalau ada rame-rame atau gonjang-ganjing politik di suatu negara, dengan secepat mungkin akan ikut nimbrung dan membakar massa baik dengan tulisan maupun demonstransinya. Namun ketika menuju akhir dari gonjang-ganjing politik, kelompok ini dengan segera akan tersingkirkan. Ini bisa diambil contoh di Mesir, Libya, maupun Irak. Jadi sampai sekarang, kelompok ini ya tidak mempunyai khilafah yang terwujud sesuai dengan konsepnya.

[Catatan redaktur: meski secara kelembagaan menyatakan diri tidak terlibat langsung dalam jihad melawan rezim Bashar Al-Assad di Suriah, Hizbut Tahrir mengakui secara personal banyak anggota Hizbut Tahrir ikut berjihad di Suriah. Ini disampaikan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, “Secara personal anggota Hizbut Tahrir terlibat dalam jihad di Suriah, karena dalam kondisi seperti di Suriah secara fardhu ain, jihad menjadi wajib bagi seseorang ketika diserang,” ujar Ismail sewaktu menggelar acara konferensi pers saat berlangsungnya Muktamar Khilafah di stadion Gelora Bung Karno (2/6/2013)
LI: Ustadz, ada sebuah hadist yang berbunyi “Siapa yang telah membaiat seorang imam dan memberikan genggaman tangan dan buah hatinya, maka hendaklah menaatinya sesuai kemampuannya. Jika datang pihak lain yang ingin merebut kekuasaannya, maka penggallah leher mereka” (Hizb a;-Tahrir, Ajhizat dawlat al-Khilafah hlm 11)

Bagaimanakah HT harus menyikapi hadist tersebut? Bukankah seharusnya HT berbaiat kepada Amirul Mukminin Abu Bakar al- Baghdady seperti yang dilakukan beberapa kelompok di Indonesia tanggal 16/3 lalu, yang mendeklarasikan dukungan pada ISIS dan al- Baghdady?

ARA: Ya, seharusnya sebagai konsekuensi nalari, HT harus membaiat  Khilafah ISIS.  Hanya karena HT mempunyai konsep khilafah sendiri, yang tentu khilafah ISIS tidak sesuai dengan konsep dan keinginan kelompok tersebut, maka HT tidak turut serta membaiat. Intinya, khilafah kalau tidak sesuai dengan konsep HT tentu akan ditolak. Malah dalam halaqah, sewaktu saya masih aktif di HT, orang HT pernah bilang bahwa sewaktu revolusi Iran berakhir, orang HT siap membaiat Imam Khomeini asalkan mau merubah gagasan wilayatul faqih menjadi khilafah ala HT (saya masih menyimpan dokumen kritik HT terhadap gagasan Imam Khomeini).

Inilah “liciknya” mereka. Naifnya lagi,  ketika diskusi dengan orang-orang NU, mereka selalu bilang bahwa dalam kitab-kitab kuning NU, khilafah adalah wajib. Hal ini untuk mempengaruhi orang NU. Padahal konsep khilafah HT tentu berbeda semisal dengan kitab al-Mawardi yang berjudul al-Ahkam al-Sultaniyyah. Makanya,  dalam buku saya yang diterbitkan LKiS, saya katakan bahwa yang saya kritik adalah basis argumen khilafah ala HT.

Ketika konflik Suriah meletus, tiba-tiba HT  yang sebelumnya menyuarakan pentingnya persatuan umat, termasuk persatuan Sunni-Syiah,  berubah haluan.  Tidak ada lagi kearifan, tidak ada lagi kecerdasan, dan tidak ada lagi tabayyun atas tragedi kemanusiaan yang melanda Suriah. Bahkan teori yang sebelumnya mereka yakini: bahwa perpecahan dalam tubuh Islam merupakan agenda Barat,  seperti dilupakan begitu saja. HT, termasuk HT Indonsia pun menjelma menjadi salah satu provokator yang menyulut isu konflik Sunni-Syiah di dunia, terkhusus di Suriah.

Perubahan drastis sikap HT ini memunculkan pertanyaan, bagaimana ideologi HT sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, Liputan Islam mewawancarai Dr. Ainur Rofiq al-Amin, dosen Fakultas Ushuludin, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau adalah mantan anggota HTI, dan disertasinya membahas tentang Hizbut Tahrir. Disertasi itu diterbitkan menjadi buku berjudul “Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia”. Laporan wawancara ini kami sajikan dalam dua bagian.

Berikut ini  bagian kedua. Di bagian kedua ini, LI membahas tentang buku yang ditulis tokoh HTI, Felix Siaw, yang berjudul Beyond the Inspiration.
LI: Pada halaman 86 -89 dari buku Beyond the Inspiration, Felix Siaw mengungkapkan ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam dunia Islam, misalnya; Kuwait dan Arab Saudi yang kaya raya namun tidak mampu menolong Palestina, UEA memiliki tekhnologi canggih tapi merupakan negara pesakitan. Juga al-Azhar. Felix Siaw menyerang al-Azhar, yang menurutnya merupakan sebuah Universitas Islam terkemuka, namun tidak menghasilkan perbaikan pada umat muslim yang diharapkan. Apa ini tidak mengecilkan peran al-Azhar yang telah mencetak ribuan ulama Islam yang termasyur? Benarkah al-Azhar tidak membawa perbaikan kepada umat muslim seperti yang diharapkan? Bagaimana menurut Ustadz?

ARA: Bagi gerakan HT, yang dijelaskan dalam kitab-kitabnya, bahwa dakwah kalau tidak untuk melanjutkan kehidupan Islam yang diartikan dengan penegakan khilafah, adalah dakwah yang salah. Dakwah dengan cara mendirikan rumah sakit, panti-panti asuhan, atau dakwah hanya sekedar mengajak kebaikan adalah salah. Bahkan menurut mereka, dakwah-dakwah di atas adalah berbahaya, karena dapat melenakan, meninabobokan umat, sehingga umat tidak berusaha menegakkan khilafah. Dengan kesimpulan yang demikian, maka bagi HT,  aktifitas dakwah kebaikan apapun, kalau itu tidak mengarah kepada penegakan khilafah adalah salah. Inilah bahayanya model dakwah yang mengklaim sebagai yang paling benar. Makanya, tidak aneh bila Al-Azhar juga dikritik.

LI:  Kalau menurut Felix, banyaknya masalah dari kaum muslimin timbul lantaran “way of life’ yang keliru. Baginya, wujud “way of  life” adalah berislam secara kaffah. Bagaimana menurut Ustadz?

AR: Ini menggelikan. Seluruh anggota HT memaknai Islam kaffah adalah apabila semua berupaya menegakkan khilafah. Siapapun, atau organisasi Islam apapun yang tidak berdakwah untuk menegakkan khilafah dianggap tidak berupaya untuk berislam secara kaffah.

LI: Dalam buku tersebut pada halaman 255, ada sebuah hadist, bunyinya; “Di tengah-tengah kalian ada masa kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Dia ada dan atas izin Allah, dia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan yang zalim), dia juga ada dan atas izin Allah dia akan tetap ada. Lalu Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian aka nada kekuasaan diktator yang menyengsarakan, dia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya, akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad).”  Hadist ini dihubungkan dengan Surat An-Nuur: 55

Dalam  hadist di atas, ada redaksi, “Akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Felix mengartikan kalimat ini adalah kebangkitan khilafah yang kedua kalinya yang akan membawa kita kembali ke zaman Rasulullah Saw. Benarkah ayat dan hadits tersebut merupakan sandaran bagi penegakan khilafah?

ARA: Ini juga hal yang perlu dikritisi. Pengaitan hadits dari Imam Ahmad tersebut dengan QS. An Nur : 55 tentu untuk memperkuat argumentasi HT dalam meyuarakan dakwah penegakan khilafah. Fokus mereka hanya penegakan khilafah. Walaupun secara historis,  korelasi makna ini tidak ada riwayatnya. Jadi sepertinya mereka menafsirkan untuk memperkuat hadis tersebut dengan menggunakan ayat al-Qur’an.

LI: Felix Siaw kemudian menghubungkan hadits di atas dengan Surat Ath-Thalaq ayat 2-3 dan An-Nissa : 95. Nubuat tentang tegaknya khilafah kembali harus disikapi dengan taqwa, dan diperjuangkan. Apakah ini tepat? Apakah wajib bagi kita umat muslim memperjuangkan tegaknya khilafah?

ARA:  Bagi HT memperjuangkan penegakan khilafah adalah wajib. Bahkan sesiapa yang tidak berupaya,  berleha-leha atau santai-santai  tidak memperjuangkan khilafah, maka orang tersebut berdosa. Tidak hanya berdosa, menurut kitab-kitab HT, mereka telah melakukan akbarul ma’ashi (kemaksiatan yang besar) yang akan disiksa oleh Allah dengan siksa yang teramat pedih. Tidak terbayangkan nalar HT ini bagi mereka yang menolak khilafah, apa sebutannya. Bagi saya sendiri khilafah, adalah masalah ijtihad yang tidak harus didosa-dosakan bagi yang tidak memperjuangkan penegakannya. Tidak terpikirkan, seberapa banyak ulama kita yang mukhlis yang telah berupaya berjuang dan mendirikan NKRI ini yang berarti telah berdosa, karena para ulama kita ini tidak menjadikan NKRI sebagai khilafah.

LI: Pada halaman 258, disebutkan “Sesungguhnya tidak ada jalan lain bagi orang yang berpikir sehat, dan tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin bahwa solusi satu-satunya bagi keterpurukan umat saat ini adalah mengembalikan aqidah dan syariat Islam…”

Lalu halaman 262- 263, “Rasul bersabda bahwa sesudah beliau tidak akan ada lagi nabi, melainkan khalifah. Rasul memberi nama penggantinya dengan (khulafa) yang merupakan bentuk jamak dari khalifah. Maka nama kepemimpinan ini adalah khilafah. Inilah kekuasaan yang dimaksud dalam Islam, yang dapat menjamin diterapkannya hukum Allah di atas muka bumi dan memberikan kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh alam..”

Benarkah khilafah merupakan solusi dari segala permasalahan umat?

ARA: Bagi HT, khilafah solusi segala apapun problem yang ada di dunia, dan sebaliknya, demokrasi adalah biang kerok segala masalah umat manusia. Bagi saya sendiri tentu berbeda pandangan dengan HT.

LI: Jika bukan khilafah sebagai solusinya, lalu apa yang ideal untuk memperbaiki umat Islam pada hari ini Ustad?
ARA: Solusi ideal harus dimulai dari yang real (nyata). Yakni dimulai dari meresonansi persatuan di antara umat Islam dan negara Islam. Jangan sampai mudah dipecah belah dan diadu domba, terutama dari mainsteram umat Islam Sunnah dan Syiah. Nanti yang ideal, kita tunggu Imam Mahdi yang hadisnya diakui oleh mayoritas umat Islam, baik Sunni maupun Syi’i.

LI: Ini pertanyaan terakhir Ustad. Kami sangat prihatin dengan kondisi Timur Tengah saat ini. Sekelompok kaum yang mengklaim diri menegakkan khilafah /daulah Islam tidak segan-segan melakukan ‘penggal leher’ kepada lawannya, dan memamerkannya dengan bangga di hadapan kamera. Bahkan dalam  sebuah video, mereka menggunakan kepala-kepala lawannya ini sebagai mainan sepak bola. Hal ini menggiring opini bahwa Islam adalah agama yang kejam dan bar-bar. Sayangnya, hadits tentang penggal leher ini ada, seperti yang termaktub dalam kitab Hizb at-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilafah halaman 11. Bagimana menurut Ustad?
ARA: Ini  sangat memprihatinkan, dan tidak sesuai dengan prinsip Islam yang damai dan berkasih sayang. Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, sehingga jika ada yang melakukan kekejaman seperti itu, mereka tidaklah merupakan representasi dari Islam itu sendiri. Saya tidak bisa menjawab dengan pasti apa motif mereka melakukan tindakan barbar seperti itu. Apakah hal tersebut karena motif hadist, atau motif hawa nafsu, dendam, hati yang keras, atau bahkan karena  kultur barbar. Semuanya mungkin.

Segala permasalahan di Timur Tengah seharusnya bisa menjadi peringatan bagi kita rakyat Indonesia, untuk lebih waspada dan hati-hati. Kita adalah negara kesatuan yang unsur-unsurnya begitu beragam, dan kita sudah melihat sendiri hasil ‘penegakan khilafah’ di Timur Tengah. Adakah kesejahteraan dan kedamaian di sana? Kawasan tersebut kacau balau, perang tanpa henti, jutaan rakyat mengungsi, kelaparan dan penyakit dimana-mana. Apakah hal itu yang hendak diinginkan terjadi di Indonesia?





SUMBER : http://liputanislam.com/wawancara/dr-ainur-rofiq-membongkar-kepalsuan-hizbut-tahrir-1/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.