MASIH MINIMNYA EXPLOITAS KARYA ULAMA NUSANTARA ZAMAN DAHULU

Tulisan ini menyajikan hasil penelitian salah satu karya ulama Sumatera Selatan yang ada di Desa Seribandung. Ulama tersebut bernama KH. Ahyauddin Ibn KH. Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung dengan kitabnya berjudul al-Nagham. Kitab al-Nagham ini disusun menggunakan aksara Arab berbahasa Arab dan Melayu dalam bentuk kitab cetakan. Yang menarik dari kitab ini untuk dikaji adalah karena kandungan isi kitab tersebut menggelorakan semangat kebangsaan melalui syair-syair lagu yang disusun langsung oleh KH. Ahyauddin. Melalui kitab ini, KH. Ahyauddin mengobarkan semangat kebangsaan kepada para santrinya. Semangat kebangsaan yang disampaikan olehnya dalam kitab ini antara lain cinta tanah air (hubb al-wathan), patriotisme, persatuan dan kesatuan. Kitab ini diajarkan di pondok pesantren sejak pertengahan tahun 1963 hingga tahun 2009.
 Perkembangan Islam di Indonesia telah melahirkan banyak ulama-ulama besar yang memiliki kemampuan tinggi dalam menulis karya-karya Islam yang juga diakui di dunia internasional. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, meneliti karya ulama Nusantara terkait dengan tema Nilai-Nilai Kebangsaan dan Keagamaan. Bangsa Indonesia membutuhkan kajian kajian karya-karya ulama Nusantara yang mempererat dan memperkuat nasionalisme dan kebangsaan di tengah meningkatnya sikap intoleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini.

Salah satu penelitian Balai Litbang Agama Jakarta, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI tahun 2018 adalah terkait karya ulama Nusantara. Kajian ini sangat signifikan dilakukan, apalagi terkait dengan tema 'Nilai-Nilai Kebangsaan dan Keagamaan' yang disampaikan oleh para ulama melalui karya-karya mereka. Bangsa Indonesia membutuhkan kajian-kajian karya-karya ulama Nusantara yang mempererat dan memperkuat nasionalisme dan kebangsaan di tengah meningkatnya sikap intoleransi dalama kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini. 

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil di enam lokasi, disimpulkan hasil penelitian. Pertama, Zulkarnain Yani mengangkat tema tentang 'Semangat Kebangsaan dalam Kitab Al-Nagham Karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung, Sumatera Selatan'.
Ada dua alasan penelitian tersebut dilakukan. Kitab Al-Nagham ini belum pernah ada yang melakukan kajian dan penelitian. Maka, kajian terhadap kitab ini perlu untuk dilakukan. Selain itu, kandungan dari Kitab Al-Nagham, meskipun berupa syair-syair lagu, mengenai tema-tema kebangsaan dan nasionalisme.
Berdasarkan hasil kajiannya, disimpulkan bahwa Kitab Al-Nagham karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung merupakan salah satu mutiara yang terpendam yang ada di Pondok Pesantren Nurul Islam Seribandung, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Karya ulama seperti ini seharusnya dikenal luas oleh masyarakat.

KH Ahyauddin, melalui Kitab Al-Nagham ini, ingin menyampaikan pesan-pesan semangat kebangsaan berupa cinta tanah air, patriotisme, persatuan dan kesatuan bagi seluruh warga negara di manapun berada. Bahwa melalui syair-syair lagu dalam kitab ini, cinta tanah air, patriotisme, persatuan dan kesatuan dapat terwujud demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari rongrongan manapun, baik upaya menjatuhkan negara Indonesia dari dalam negeri maupun serangan dari luar negeri. 

Kedua, Saeful Bahri mengangkat 'Intelektual sebagai Akar Persatuan Muslim; Studi terhadap Misbah Al-Zhalam karya Syaikh Haji Mansur Datuak Nagari Basa (1908-1997)'. Syaikh Haji Mansur Dt Nagari Basa merupakan tokoh utama ulama tua yang aktif berjuang dalam bidang sosial keagamaan, sufi yang berjuang membebaskan kaumnya dalam penjajahan Kolonial, mempunyai genealogi intelektual yang mengakar kepada tokoh-tokoh sentral ulama Minangkabau sehingga representatif untuk mewakili ulama tua, dosen pada beberapa perguruan tinggi, pimpinan pondok pesantren dan surau suluk (zawiyah sufi), dan ulama yang produktif melahirkan karya tulis.

Kajian terhadap karya Syaikh Haji Mansur Dt Nagari Basa disimpulkan bahwa Kitab Mishbah Al-Zhalam adalah salah satu karya ulama Sumatera Barat yang mempunyai arti penting dalam pergumulan intelektual di Sumatera Barat. Pada awal abad 20 Sumatera Barat merupakan salah satu produsen berbagai corak pemikiran. Beragamnya pemikiran membuka peluang perdebatan dan perselisihan di kalangan masyarakat awam. Dalam konteks ini Mishbah Al-Zhalam hadir sebagai bentuk respons ulama kaum tua terhadap situasi yang terjadi.

Berdasarkan teks dan konteks Mishbah Al-Zhalam, ada tiga poin penting yang disampaikan oleh Syaikh Mansur. Pertama, perpecahan di tengah masyarakat diakibatkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Kedua, memahami posisi adalah yang penting diketahui sebelum memberikan pendapat dan penilaian terhadap sesuatu hal. Ketika, berilmu adalah dasar untuk menjalin perdamaian dan persatuan. 

Berikutnya, Muhammad Tarobin yang mengkaji 'Agama dan Tradisi: Fiqih Salat, Teologi dan Filosofinya dalam Kitab Nur Al-Salah karyaTengku Muhammad Saleh (1901-1966)'. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disimpulkan bahwa pengajaran tentang shalat dalam Kitab Nur Al-Salah tidak semata diajarkan sebagai fiqih-an sich, tetapi perlu disampaikan dengan pendekatan multidisiplin, dilengkapi dengan pendekatan-pendekatan lain yang sesuai dengan latar belakang masyarakatnya. Dengan kata lain para ulama terdahulu telah menggunakan pendekatan multidisiplin guna melakukan internalisasi nilai-nilai ibadah dan memotivasi masyarakat untuk melakukan ibadah sebagai bentuk ungkapan syukur bukan semata sebagai taklif bagi insan beragama.
Keempat, Mahmudah Nur yang mengkaji 'Kepemimpinan Abuya Muqri; Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri)'. Berdasarkan kajiannya terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri tersebut disimpulkan bahwa kemampuan dalam agama dan magi menjadi indikator paling penting bagi para kiai di wilayah Banten. Tanpa keduanya, para kiai tidak mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat Banten. Dengan kemampuan agama dan magi (ilmu hikmah) yang tertulis dalam NCHAM, Abuya Muqri berhasil diakui sebagai salah satu kiai yang terkenal di Banten dan menjadikannya sebagai simpul ilmu hikmah di Banten pada abad ke-20.
  
Kelima, Rakhmad Zailani Kiki yang mengkaji 'Pemikiran Keagamaan dan Kebangsaan KH Muhammad Ali Al-Hamidi Betawi dalam Kitab Ruh Al-Mimbar'. Berdasarkan hasil kajiannya, disimpulkan bahwa Kitab Ruhul Mimbar ditulis dalam format teks khutbah dimaksudkan agar dapat memberikan manfaat langsung kepada umat karena dapat dimanfaatkan oleh para khatib untuk khutbah Jumat dan ceramah-ceramah mereka.

Topik keagamaan dan kebangsaan diangkat oleh KH Muhammad Ali Alhamidi dikarenakan pada saat dia menulis, dalam hal ini Kitab Ruhul Mimbar Jilid 1, suasana keadaan bangsa Indonesia baru saja merdeka, rentan terpecah belah, apalagi adanya Agresi Militer Belanda Pertama. Karenanya tema-tema keagamaan dan kebangsaan yang ditulis oleh KH Muhammad Ali Alhamidi dalam ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyemangati umat, menumbuhkan semangat nasionalisme melalui khatib-khatib yang membacakan tulisan-tulisan dari pemikirannya tentang keagamaan dan kebangsaan dari atas mimbar.

Keenam, Muhamad Rosadi yang mengkaji 'Pemikiran KH Abdullah bin Nuh (1905-1987) dalam Kitab Ana Muslimun Sunniyyun Syafi’iyyun. Berdasarkan kajiannya, KH Abdullah bin Nuh merupakan sosok ulama pejuang yang turut serta merebut kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus mengisi kemerdekaan melalui pemikiran yang dituangkan dalam bentuk kitab. KH Abdullah bin Nuh juga mewajibkan agar menjauhi takfir kepada sesama Muslim; kewajiban untuk bersikap husnudzdzan (prasangka baik) kepada sesama Muslim. Juga, mencintai dan mengagungkan orang-orang shalih sebagian dari ajaran agama; keyakinan bahwa mencari keberkahan orang-orang shalih bukan bid’ah; keyakinan bahwa mencintai dan mengagumi orang shalih baik masih hidup atau sudah meninggal memperkuat keimanan. Pembahasan mengenai hal ini diperkuat dengan syair yang berjudul Pangeran Abdul Hamid Diponegoro Al Mujahid.

  Eksplorasi karya-karya ulama pondok pesantren zaman dulu perlu pengkajian mendalam. Apalagi kajian teks dan konteks menyoal karya ulama nusantara masih sangat minim adanya. Sementara perekembangan Islam di Indonesia sudah melahirkan ulama-ulama besar yang memiliki kemampuan tinggi dalam menulis karya-karya Islam.

Balai penelitian dan pengembangan agama Jakarta, sebagai salah satu unit pelaksana (UPT) Badan Litbang dan diklat Kementerian Agama RI, memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan penelitian berupa eksplorasi berbagai karya ulama nusantara tersebut khususnya di wilayah Indonesia bagian barat. Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, M. Adlin Sila mengatakan, karya-karya ulama tersebut baik yang berbentuk manuskrip atau teks tercetak, merupakan salah satu elemen terpenting dalam upaya merekonstruksi bermacam pemikiran intelektual Islam bahkan dan sampai ada yang memuat aneka kehidupan sehari-hari.

Pertemuan unsur budaya, sosial, politik, dan intelektual lokal dengan Islam pun banyak terkandung pada teks lampau. "Berangkat dari kegundahan kami, karena banyak peneliti dari luar negeri yang malah meneliti teks dalam negeri sendiri. Sedangkan sedikit para sarjana atau peneliti kita yang meneliti mengenai karya ulama nusantara," ujar Adlin di Bekasi dalam Seminar Hasil Penelitian Eksplorasi Karya Ulama Nusantara pada lembaga keagamaan di Indonesia bagian Barat, Rabu (4/4)
Salinan itu, karya mereka masih ditemui di berbagai pondok pesantren yang tertulis dalam bahasa Arab, Melayu, maupun lokal. Tulisan itu berupa aksara Jawi yakni tulisan Arab namun berbahasa Melayu.

Para ulama atau kiai pesantren dulu, diketahui tak hanya mengajar menggunakan kitab kuning karya ulama Timur Tengah, melainkan mereka mengarang dan menulis kitab sendiri adanya. Para ulama tradisional zaman dahulu menulis karya baik dalam bentuk karangan asli, terjemahan, syarah atau hasyiyah atas teks klasik bahasa Jawi tadi.

"Naskah-naskah kita tersebar di mana-mana. Peneliti asal Prancis di Universitas Leiden pernah mencatat ada 900 naskah Jawi yang belum tersentuh. Untuk itu, kita eksplorasi dengan cara mentransnripkkan tulisan dari bahasa Jawi serta mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia sehingga dapat diketahui juga oleh masyarakat umum," kata Adlin.

Sementara itu, Dosen Filologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) universitas Indonesia (UI) Munawar Holil mengatakan, karya-karya ulama yang ditulis dalam bentuk naskah kuno yang dikenal dengan istilah lektur itu, awalnya dipilih untuk dikaji oleh tim peneliti dari satu pesantren di daerah yang memroduksi atau menghasilkan karya. Kemudian dipilih kembali yang mana paling menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut.

"Saya di sini, mengarah lebih ke bagaimana menangani teks-teks terutama dalam bentuk naskah untuk dianalisis, prosesnya seperti apa dan bagaimana," ujar Kang Mumu sapaannya.
Menurutnya, penelitian ini sangat penting. Sebab, karya-karya ulama yang dulu sempat terkenal dan dijadikan sebagai rujukan di lembaga pendidiakn agama, sudah tidak ada yang mewarisi. Oleh karenanya, masyarakat tidak lagi mengenal dan tak tahu menahu tentang karya para ulama dahulu.
"Tujuannya untuk masyarakat. Setelah ini dilihat oleh Kementerian Agama semisal, setelah mereka meneliti dan menghasilkan sebuah tulisan makalah atau artikel, apa sih sebenarnya dari hasil isinya itu? apa ada sesuatu yang penting untuk ditindaklanjuti oleh kementrian agama," ujarnya.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menghadirkan beragam pemikiran keagamaan dan kebangsaan ulama pondok pesantren atau surau di Indonesia bagian Barat yang terefleksikan dalam karya-karya mereka, sehingga tim peneliti dapat memetakan kehidupan keagamaan dan kebangsaan yang moderat agar diketahui masyarakat umum.

Para ulama dahulu, diklaim menciptakan karya sastra untuk memudahkan para santrinya dalam menerima pengajaran sesuai dengan daerahnya. Alim ulama menciptakan sebuah karya yang dirasa perlu diterjemahkan semisal ke bahasa Melayu karena kepentingan agar para santri lebih mengerti dan lebih cepat paham. Dibandingkan bahasa Arab yang terkadang belum tentu paham dan memerlukan pengajaran yang lama.

Oleh karenanya, karya ulama pesantren dengan tulisan Arab dengan bahasa Melayu yang disebut aksara Jawi ini, diteliti oleh para peneliti dari enam daerah di wilayah Barat Indonesia. Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta dan Bogor dijadikan sasaran penelitian pada (26/2) sampai (17/3) lalu.

Dari hasil penelitian ini, Balai Litbang melalui Kementerian agama akan menjadikan makalah dalam bentuk e-book. Tujuannya agar dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum untuk mengetahui mengenai berbagai penelitian yang dilakukan oleh Litbang Agama Jakarta termasuk penelitian terhadap karya ulama nusantara di Indonesia Bagian Barat.
Hasil temuan

H. Saeful Bahri melakukan penelitian di Sumatera Barat dengan tema Intelektualitas sebagai Akar Persatuan Muslim; Studi terhadap Misbah al-Zhalam karya Syaikh Haji Mansur Datuk Nagari Basa (1908-1997)
Muhammad Tarobin melakukan penelitian di Kepulauan Riau dengan mengangkat tema Harmonisasi Agama dan Tradisi: Fikih Salat, Teologi dan Filosofinya dalam kitab Nur al- Salah karya Tengku Muhammad Saleh (1901-1966)
Zulkarnaen Yani melakukan penelitian di wilayah Sumatera Selatan dengan tema Semangat Kebangsaan dalam Kitab al-Nagham karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung Ogan Ilir dari pondok pesantren Nurul Islam Seribandung Ogan Ilir, Sumsel.
Muhammad Nur melakukan penelitian di Banten dengan tema Kepemimpinan Abuya Mukri; Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri)
Rahmat Zailani Kiki melakukan penelitian di DKI Jakarta dengan tema Pemikiran Keagamaan dan Kebangsaan KH Muhammad Ali al-Hamidi Betawi dalam Kitab Ruh al-Mimbar
Muhammad Rosadi melakukan penelitian di wilayah Bogor mengangkat tema Mengungkap Pemikiran KH Abdullah bin Nuh (1905-1987) dalam Kitab Ana Muslimun Sunniyyu Syafiiyyun.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.