MASIH MINIMNYA EXPLOITAS KARYA ULAMA NUSANTARA ZAMAN DAHULU
Perkembangan Islam di Indonesia telah melahirkan banyak ulama-ulama
besar yang memiliki kemampuan tinggi dalam menulis karya-karya Islam
yang juga diakui di dunia internasional. Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Jakarta, sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, meneliti karya
ulama Nusantara terkait dengan tema Nilai-Nilai Kebangsaan dan Keagamaan.
Bangsa Indonesia membutuhkan kajian kajian karya-karya ulama Nusantara
yang mempererat dan memperkuat nasionalisme dan kebangsaan di tengah
meningkatnya sikap intoleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sekarang ini.
Salah satu penelitian Balai Litbang Agama Jakarta, Badan Litbang
dan Diklat Kemenag RI tahun 2018 adalah terkait karya ulama Nusantara.
Kajian ini sangat signifikan dilakukan, apalagi terkait dengan tema
'Nilai-Nilai Kebangsaan dan Keagamaan' yang disampaikan oleh para ulama
melalui karya-karya mereka. Bangsa Indonesia membutuhkan kajian-kajian
karya-karya ulama Nusantara yang mempererat dan memperkuat nasionalisme
dan kebangsaan di tengah meningkatnya sikap intoleransi dalama kehidupan
berbangsa dan bernegara sekarang ini.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil di enam lokasi, disimpulkan hasil penelitian. Pertama, Zulkarnain Yani mengangkat tema tentang 'Semangat Kebangsaan dalam Kitab Al-Nagham Karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung, Sumatera Selatan'.
Ada dua alasan penelitian tersebut dilakukan. Kitab Al-Nagham ini
belum pernah ada yang melakukan kajian dan penelitian. Maka, kajian
terhadap kitab ini perlu untuk dilakukan. Selain itu, kandungan dari Kitab Al-Nagham, meskipun berupa syair-syair lagu, mengenai tema-tema kebangsaan dan nasionalisme.
Berdasarkan hasil kajiannya, disimpulkan bahwa Kitab Al-Nagham karya
KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung merupakan salah
satu mutiara yang terpendam yang ada di Pondok Pesantren Nurul Islam
Seribandung, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Karya ulama seperti ini
seharusnya dikenal luas oleh masyarakat.
KH Ahyauddin, melalui Kitab Al-Nagham
ini, ingin menyampaikan pesan-pesan semangat kebangsaan berupa cinta
tanah air, patriotisme, persatuan dan kesatuan bagi seluruh warga negara
di manapun berada. Bahwa melalui syair-syair lagu dalam kitab ini,
cinta tanah air, patriotisme, persatuan dan kesatuan dapat terwujud demi
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari
rongrongan manapun, baik upaya menjatuhkan negara Indonesia dari dalam
negeri maupun serangan dari luar negeri.
Kedua, Saeful Bahri mengangkat 'Intelektual sebagai Akar Persatuan Muslim; Studi terhadap Misbah Al-Zhalam karya
Syaikh Haji Mansur Datuak Nagari Basa (1908-1997)'. Syaikh Haji Mansur
Dt Nagari Basa merupakan tokoh utama ulama tua yang aktif berjuang dalam
bidang sosial keagamaan, sufi yang berjuang membebaskan kaumnya dalam
penjajahan Kolonial, mempunyai genealogi intelektual yang mengakar
kepada tokoh-tokoh sentral ulama Minangkabau sehingga representatif
untuk mewakili ulama tua, dosen pada beberapa perguruan tinggi, pimpinan
pondok pesantren dan surau suluk (zawiyah sufi), dan ulama yang produktif melahirkan karya tulis.
Kajian terhadap karya Syaikh Haji Mansur Dt Nagari Basa disimpulkan bahwa Kitab Mishbah Al-Zhalam
adalah salah satu karya ulama Sumatera Barat yang mempunyai arti
penting dalam pergumulan intelektual di Sumatera Barat. Pada awal abad
20 Sumatera Barat merupakan salah satu produsen berbagai corak
pemikiran. Beragamnya pemikiran membuka peluang perdebatan dan
perselisihan di kalangan masyarakat awam. Dalam konteks ini Mishbah Al-Zhalam hadir sebagai bentuk respons ulama kaum tua terhadap situasi yang terjadi.
Berdasarkan teks dan konteks Mishbah Al-Zhalam, ada tiga poin penting yang disampaikan oleh Syaikh Mansur. Pertama, perpecahan di tengah masyarakat diakibatkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Kedua,
memahami posisi adalah yang penting diketahui sebelum memberikan
pendapat dan penilaian terhadap sesuatu hal. Ketika, berilmu adalah
dasar untuk menjalin perdamaian dan persatuan.
Berikutnya, Muhammad Tarobin yang mengkaji 'Agama dan Tradisi: Fiqih Salat, Teologi dan Filosofinya dalam Kitab Nur Al-Salah karyaTengku Muhammad Saleh (1901-1966)'. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disimpulkan bahwa pengajaran tentang shalat dalam Kitab Nur Al-Salah tidak semata diajarkan sebagai fiqih-an sich,
tetapi perlu disampaikan dengan pendekatan multidisiplin, dilengkapi
dengan pendekatan-pendekatan lain yang sesuai dengan latar belakang
masyarakatnya. Dengan kata lain para ulama terdahulu telah menggunakan
pendekatan multidisiplin guna melakukan internalisasi nilai-nilai ibadah
dan memotivasi masyarakat untuk melakukan ibadah sebagai bentuk
ungkapan syukur bukan semata sebagai taklif bagi insan beragama.
Keempat, Mahmudah Nur yang mengkaji 'Kepemimpinan Abuya Muqri; Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri)'. Berdasarkan kajiannya terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri tersebut
disimpulkan bahwa kemampuan dalam agama dan magi menjadi indikator
paling penting bagi para kiai di wilayah Banten. Tanpa keduanya, para
kiai tidak mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat Banten.
Dengan kemampuan agama dan magi (ilmu hikmah) yang tertulis dalam NCHAM,
Abuya Muqri berhasil diakui sebagai salah satu kiai yang terkenal di
Banten dan menjadikannya sebagai simpul ilmu hikmah di Banten pada abad
ke-20.
Kelima, Rakhmad Zailani Kiki yang mengkaji 'Pemikiran Keagamaan dan Kebangsaan KH Muhammad Ali Al-Hamidi Betawi dalam Kitab Ruh Al-Mimbar'. Berdasarkan hasil kajiannya, disimpulkan bahwa Kitab Ruhul Mimbar
ditulis dalam format teks khutbah dimaksudkan agar dapat memberikan
manfaat langsung kepada umat karena dapat dimanfaatkan oleh para khatib
untuk khutbah Jumat dan ceramah-ceramah mereka.
Topik keagamaan dan kebangsaan diangkat oleh KH Muhammad Ali Alhamidi dikarenakan pada saat dia menulis, dalam hal ini Kitab Ruhul Mimbar Jilid 1,
suasana keadaan bangsa Indonesia baru saja merdeka, rentan terpecah
belah, apalagi adanya Agresi Militer Belanda Pertama. Karenanya
tema-tema keagamaan dan kebangsaan yang ditulis oleh KH Muhammad Ali
Alhamidi dalam ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa untuk
menyemangati umat, menumbuhkan semangat nasionalisme melalui
khatib-khatib yang membacakan tulisan-tulisan dari pemikirannya tentang
keagamaan dan kebangsaan dari atas mimbar.
Eksplorasi karya-karya ulama pondok pesantren zaman dulu perlu pengkajian mendalam. Apalagi kajian teks dan konteks menyoal karya ulama nusantara masih sangat minim adanya. Sementara perekembangan Islam di Indonesia sudah melahirkan ulama-ulama besar yang memiliki kemampuan tinggi dalam menulis karya-karya Islam.
Balai penelitian dan pengembangan agama Jakarta, sebagai salah satu unit pelaksana (UPT) Badan Litbang dan diklat Kementerian Agama RI, memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan penelitian berupa eksplorasi berbagai karya ulama nusantara tersebut khususnya di wilayah Indonesia bagian barat. Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, M. Adlin Sila mengatakan, karya-karya ulama tersebut baik yang berbentuk manuskrip atau teks tercetak, merupakan salah satu elemen terpenting dalam upaya merekonstruksi bermacam pemikiran intelektual Islam bahkan dan sampai ada yang memuat aneka kehidupan sehari-hari.
Pertemuan unsur budaya, sosial, politik, dan intelektual lokal dengan Islam pun banyak terkandung pada teks lampau. "Berangkat dari kegundahan kami, karena banyak peneliti dari luar negeri yang malah meneliti teks dalam negeri sendiri. Sedangkan sedikit para sarjana atau peneliti kita yang meneliti mengenai karya ulama nusantara," ujar Adlin di Bekasi dalam Seminar Hasil Penelitian Eksplorasi Karya Ulama Nusantara pada lembaga keagamaan di Indonesia bagian Barat, Rabu (4/4)
Salinan itu, karya mereka masih ditemui di berbagai pondok pesantren yang tertulis dalam bahasa Arab, Melayu, maupun lokal. Tulisan itu berupa aksara Jawi yakni tulisan Arab namun berbahasa Melayu.
Para ulama atau kiai pesantren dulu, diketahui tak hanya mengajar menggunakan kitab kuning karya ulama Timur Tengah, melainkan mereka mengarang dan menulis kitab sendiri adanya. Para ulama tradisional zaman dahulu menulis karya baik dalam bentuk karangan asli, terjemahan, syarah atau hasyiyah atas teks klasik bahasa Jawi tadi.
"Naskah-naskah kita tersebar di mana-mana. Peneliti asal Prancis di Universitas Leiden pernah mencatat ada 900 naskah Jawi yang belum tersentuh. Untuk itu, kita eksplorasi dengan cara mentransnripkkan tulisan dari bahasa Jawi serta mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia sehingga dapat diketahui juga oleh masyarakat umum," kata Adlin.
Sementara itu, Dosen Filologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) universitas Indonesia (UI) Munawar Holil mengatakan, karya-karya ulama yang ditulis dalam bentuk naskah kuno yang dikenal dengan istilah lektur itu, awalnya dipilih untuk dikaji oleh tim peneliti dari satu pesantren di daerah yang memroduksi atau menghasilkan karya. Kemudian dipilih kembali yang mana paling menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut.
"Saya di sini, mengarah lebih ke bagaimana menangani teks-teks terutama dalam bentuk naskah untuk dianalisis, prosesnya seperti apa dan bagaimana," ujar Kang Mumu sapaannya.
Menurutnya, penelitian ini sangat penting. Sebab, karya-karya ulama yang dulu sempat terkenal dan dijadikan sebagai rujukan di lembaga pendidiakn agama, sudah tidak ada yang mewarisi. Oleh karenanya, masyarakat tidak lagi mengenal dan tak tahu menahu tentang karya para ulama dahulu.
"Tujuannya untuk masyarakat. Setelah ini dilihat oleh Kementerian Agama semisal, setelah mereka meneliti dan menghasilkan sebuah tulisan makalah atau artikel, apa sih sebenarnya dari hasil isinya itu? apa ada sesuatu yang penting untuk ditindaklanjuti oleh kementrian agama," ujarnya.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menghadirkan beragam pemikiran keagamaan dan kebangsaan ulama pondok pesantren atau surau di Indonesia bagian Barat yang terefleksikan dalam karya-karya mereka, sehingga tim peneliti dapat memetakan kehidupan keagamaan dan kebangsaan yang moderat agar diketahui masyarakat umum.
Para ulama dahulu, diklaim menciptakan karya sastra untuk memudahkan para santrinya dalam menerima pengajaran sesuai dengan daerahnya. Alim ulama menciptakan sebuah karya yang dirasa perlu diterjemahkan semisal ke bahasa Melayu karena kepentingan agar para santri lebih mengerti dan lebih cepat paham. Dibandingkan bahasa Arab yang terkadang belum tentu paham dan memerlukan pengajaran yang lama.
Oleh karenanya, karya ulama pesantren dengan tulisan Arab dengan bahasa Melayu yang disebut aksara Jawi ini, diteliti oleh para peneliti dari enam daerah di wilayah Barat Indonesia. Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta dan Bogor dijadikan sasaran penelitian pada (26/2) sampai (17/3) lalu.
Dari hasil penelitian ini, Balai Litbang melalui Kementerian agama akan menjadikan makalah dalam bentuk e-book. Tujuannya agar dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum untuk mengetahui mengenai berbagai penelitian yang dilakukan oleh Litbang Agama Jakarta termasuk penelitian terhadap karya ulama nusantara di Indonesia Bagian Barat.
Hasil temuan
H. Saeful Bahri melakukan penelitian di Sumatera Barat dengan tema Intelektualitas sebagai Akar Persatuan Muslim; Studi terhadap Misbah al-Zhalam karya Syaikh Haji Mansur Datuk Nagari Basa (1908-1997)
Muhammad Tarobin melakukan penelitian di Kepulauan Riau dengan mengangkat tema Harmonisasi Agama dan Tradisi: Fikih Salat, Teologi dan Filosofinya dalam kitab Nur al- Salah karya Tengku Muhammad Saleh (1901-1966)
Zulkarnaen Yani melakukan penelitian di wilayah Sumatera Selatan dengan tema Semangat Kebangsaan dalam Kitab al-Nagham karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung Ogan Ilir dari pondok pesantren Nurul Islam Seribandung Ogan Ilir, Sumsel.
Muhammad Nur melakukan penelitian di Banten dengan tema Kepemimpinan Abuya Mukri; Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri)
Rahmat Zailani Kiki melakukan penelitian di DKI Jakarta dengan tema Pemikiran Keagamaan dan Kebangsaan KH Muhammad Ali al-Hamidi Betawi dalam Kitab Ruh al-Mimbar
Muhammad Rosadi melakukan penelitian di wilayah Bogor mengangkat tema Mengungkap Pemikiran KH Abdullah bin Nuh (1905-1987) dalam Kitab Ana Muslimun Sunniyyu Syafiiyyun.
Post a Comment