Perang Yaman, untuk Apa dan Siapa? (2)

Perang Yaman, untuk Apa dan Siapa? (2)
oleh: Ibu dina Sulaeman
...
Ada hal penting yang terlewat dalam dinamika politik Yaman. Menjelang serangan Arab Saudi, faksi-faksi di Yaman sudah hampir menandatangani kesepakatan damai dan pembagian kekuasaan di antara 12 faksi, termasuk suku Houthi. Hal ini disampaikan oleh mantan utusan khusus PBB di Yaman, Jamal Benomar. Seandainya Saudi tidak menyerang Yaman, kemungkinan besar pemerintahan demokratis saat ini telah terbentuk di Yaman. Serangan ke Yaman menunjukkan bahwa Saudi, AS, Inggris, sama sekali tidak menghendaki proses demokratis terjadi di Yaman. Tuduhan bahwa Iran berada di balik suku Houthi sebenarnya sudah dibantah oleh intel AS sendiri. Bernadette Meehan, Dewan Keamanan AS mengatakan bahwa Iran tidak memiliki komando dan kontrol atas kelompok Houthi. [1]

Perang adalah sebuah aktivitas yang sangat mahal. Karena itu potensi ekonomi dan geopolitik yang sangat besarlah yang menjadi pivotal factor (penyebab utama) bagi negara-negara kuat untuk menggelontorkan dana sangat besar untuk membiayai faksi-faksi yang berseteru di Yaman. Aktor asing terkuat di Yaman, tentu saja AS, yang sejak 2001 menggelontorkan ratusan juta dollar (dana total sejak 2008 hingga 2010 yang diterima rezim Saleh dari AS mencapai 500 juta dollar). AS juga menginvestasi dana dan perlengkapan militer tercanggihnya di Pulau Socotra. Di saat yang sama, AS meraup untung besar dari perdagangan senjata ke negara-negara Arab dan Teluk. Kemudian ketika pemerintahan boneka terbentuk, perusahaan-perusahaan AS pula yang dipastikan akan mendapatkan berbagai kontrak infrastruktur dan minyak (seperti yang terjadi di Libya dan Irak).

Pada Maret 2015, konsultan militer AS dan NATO, Anthony Cordesman dari Center for Strategic and International Studies menjelaskan bahwa, “Yaman memiliki nilai yang sangat penting dan strategis bagi AS, dan penting bagi stabilitas Arab Saudi di tengah negara-negara Teluk. … Wilayah Yaman dan pulau-pulaunya memainkan peran kritis dalam keamanan lalu-lintas global, Bab el-Mandab.”
Selat Bab el-Mandeb adalah “a chokepoint" antara tanduk Afrika dan Timur Tengah dan penghubung strategis antara Laut Mediterrania dan Laut Hindia, yang membawa hampir semua ekspor dari Teluk Persia menuju terusan Suez dan jalur minyak Suez-Mediterranean (SUMED).
“Keberadaan kekuatan ‘kasar’ di Yaman akan mengancam seluruh lalu lintas yang melewati terusan Suez, temasuk minyak dan produk turunannya,” kata Cordesman.

**Mimpi Pembangunan Pipa Minyak Yaman**

Pengamat geopolitik Nafeez Ahmed, menjelaskan bahwa ada tujuan besar lain di balik serangan Saudi ke Yaman, yaitu upaya membangun jalur pipa migas baru agar ketergantungan pada Selat Hormuz dapat dialihkan. Hal ini diketahui dari kabel rahasia dari Kedubes AS di Yaman kepada Menlu AS tahun 2008, yang menginformasikan bahwa Saudi berniat membangun jalur pipa migas yang sepenuhnya dikuasai dan dioperasikan Arab Saudi, melewati Hadramaut (salah satu provinsi di Yaman) hingga ke Teluk Aden. Namun rencana ini ditolak Presiden Saleh.

Tak heran dalam aksi bombardir Yaman ini, provinsi Hadramaut tidak pernah jadi sasaran. Hadramaut adalah provinsi terbesar di Yaman yang sangat kaya sumber daya migas. Rencana pembangunan pipa migas ini tidak pernah diangkat oleh pejabat Barat, mereka selalu mengedepankan konflik proxy Saudi-Iran sebagai alasan perang di Yaman.

Pada 2 June 2015, Joke Buringa, staf ahli Timur Tengah di Kemenlu Belanda menulis bahwa AS selalu menekan negara-negara Teluk agar membangunan jalur alternatif pipa migas. Pada 2007, Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Oman, dan Yaman bersama-sama meresmikan proyek bersama Trans-Arabia Oil Pipeline. Proyek ini direncanakan dibangun dari Saudi (Ras Tannurah) dan UEA menuju Teluk Oman, dan menuju Teluk Aden. Pada 2102, jalur Abu Dhabi-Fujairah (UEA) telah beroperasi, namun di saat yang sama Oman justru menandatangani kerjasama pembangunan pipa migas dengan Iran. Karena itulah opsi pipa migas Saudi-Hadramaut semakin diprioritaskan Saudi, kata Buringa.

Namun, Presiden Saleh menolak adanya pipa migas yang di wilayahnya yang dikontrol langsung oleh Saudi. Saudi pun selama bertahun-tahun telah memberikan dana kepada suku-suku di Yaman, berharap agar ketika Saleh tidak lagi menjadi presiden, suku-suku itu mau mendukung proyek Saudi. Gelombang Arab Spring dan proses demokratisasi di Yaman jelas menghalangi rencana ini, demikian tulis Buringa dalam artikel di website pribadinya. Menariknya, tulisan Buringa yang mengungkap informasi penting ini, sekaligus website-nya, telah dihapus. Namun beberapa web telah meng-copy tulisan ini.

Patut diduga hal ini disebabkan karena banyak perusahaan Belanda yang beroperasi di Arab Saudi, antara lain Shell. Selain itu, tingkat ekspor-impor kedua negara juga sangat tinggi.[2]
Terungkapnya rencana rahasia ini sekaligus memberi jawaban, mengapa Al Qaeda tiba-tiba muncul di Yaman, seiring dengan bangkitnya rakyat Yaman melawan rezim Saleh.
Seperti ditulis Buringa, “Pelabuhan dan airport internasional al-Mukalla di Hadramaut sama sekali terbebas dari bombardir Saudi dan berada di bawah kontrol Al Qaeda. Arab Saudi juga mengirimkan senjata kepada Al Qaeda.”

Aliansi antara Arab Saudi dan Al Qaida dalam agenda penguasaan Yaman terungkap jelas ketika bulan Juni 2016, pemerintahan Mansur Hadi (pemerintahan transisi pasca Saleh) mengirim utusannya ke Jenewa dalam perundingan di kantor PBB. Sang utusan, Abdulwahab Humayqani, tak lain adalah tokoh yang terdaftar di list anggota teroris internasional. Ia aktif merektrut dan mendanai Al Qaeda Yaman. Humayqani juga dicurigai berada di balik pengeboman Al Qaeda di markas militer Yaman pada 2012.

Semua ini kembali menjadi bukti, yang diinginkan AS dan sekutunya bukanlah demokrasi, melainkan penguasaan sumber daya migas. Dan rakyat Yaman yang selama ini sudah berada dalam kondisi miskin dan terpinggirkan, semakin mengalami nestapa. Namun mereka tetap teguh melawan, hingga hari ini.
(bagian pertama ada di status sebelumnya, tulisan ini sudah dimuat di www.liputanIslam.com)
*Direktur Indonesia Center for Middle East Studies (ICMES)
[1]http://www.huffingtonpost.com/…/iran-houthis-yemen_n_710145…
[2]http://web.archive.org/…/divide-and-rule-saudi-arabia-oil-…/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.