NASIONALISME SEBAGAI MODAL MEMBANGUN NEGERI

Keriuhan Piala Dunia 2018, dimana semangat Nasionalis Kroasia dan Perancis bergemuruh, menandakan satu soal penting :

 "Nasionalisme belum mati dalam alam geopolitik Internasional".

Dari basis Nasionalisme ini, kita harus paham bagaimana bermain di sektor geopolitik, Bung Karno sudah mengajarkan, bahwa pertama tama agar sebuah bangsa besar dan bisa membangun peradaban besar, maka Nasionalisme sebagai sebuah ideologi yang membangkitkan rasa cinta tanah air, kebanggaan manusia yang hidup di dalam negaranya, serta kemampuan kompetisi harus menjadi syarat utama negara maju.

Korea Selatan sudah membuktikan itu ketika emosi Nasionalisme di hadapkan pada Jepang. Ke depan, persaingan politik berbasis Nasionalis akan cenderung menguat, masing masing Negara justru membangkitkan kekuatan Nasionalis dalam penguasaan wilayah wilayah Ekonomi, Donald Trump dengan membangkitkan emosi nostalgia "Make American Great Again", Sementara Putin menyatukan kekuatan bangsa Rusian dalam kesadaran imperium Tsarian, di RRC kekuatan Maois yang sejak 1949 menguasai RRC menjadi basis Nasionalis RRC, Korea Selatan membangkitkan rasa cinta tanah air dengan melawan produk produk Jepang.

Internasionalisme dalam ekonomi yang dicoba kembangkan oleh Inggris dan Amerika Serikat, menyurut. Paham Neoliberal sudah mulai banyak ditinggalkan, karena sejak Putin naek, Bipolarisme dalam politik sudah lenyap, kekuatan politik adalah Multipolar, dalam kekuatan multipolar justru persaingan antar bangsa bangsa menguat, disinilah kesadaran anak anak muda Indonesia harus dibangkitkan, pertama-tama mereka harus disadarkan kekuatan bangsa sendiri, kedua sadar sejarah bangsa sendiri dan ketiga berani bersaing dalam alam kompetisi negara negara asing yang mulai melakukan strategi ekonomi geopolitik.

Bung Karno sudah menyadarkan lama, saat ia pertama tama menyelesaikan soal Irian Barat, karena Bung Karno meramalkan bahwa kekuatan ekonomi baru ada di wilayah Pasifik "Amerika itu jagoan seperti perempuan 40 tahun, dan aku kasihan melihat Eropa yang menua" ujar Bung Karno satu saat. Setelah itu Bung Karno melakukan politik Ganjang Malaysia, tujuannya adalah membebaskan wilayah Borneo Utara dari cengkraman Inggris, dan Indonesia tidak terkepung Nekolim. Sayang di momentum pertarungan dengan Inggris, Bung Karno gagal karena konflik Gestok 1965. Terbukti sejak kejatuhan Sukarno, ekonomi politik digiring ke arah "ketergantungan ekonomi" kita sebagai bangsa terpaksa ikut dalam dikte pemetaan kepentingan asing dalam jangka panjang.

Bung Karno menanamkan banyak hal, sebagai peta jalan kemenangan sebuah bangsa, peta pemikiran Sukarno sudah direndam habis habisan di masa Orde Baru, kini generasi pasca Orde Baru sudah lahir, kesadaran Sukarnois inilah yang harus dikenalkan pada mereka, agar sejarah bangsa besar jangan hilang digantikan kesadaran sejarah asing, kitalah Nusantara pewaris besar kejayaan kepulauan yang indah ini, dan jalan politik harus dimenangkan untuk memenangkan kembali "Kesadaran Sukarnois" agar terang jalan ke depan bangsa yang besar ini...

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.