BLACKWATER TENTARA BAYARAN ELANG BOTAK


FALLUJAH, Irak, 31 Maret 2004. Pukul 09.30, ketika empat warga Amerika Serikat mengendarai dua jip Pajero, para mujahidin Irak telah menanti mereka. Setelah memasuki Fallujah, jip-jip itu melambat. Mereka dihadang oleh pemeriksaan kendaraan. Saat kendaraan berhenti, sebuah geranat jatuh di samping jip disertai bunyi rentetan senapan mesin. Peluru-peluru merobek sepanjang sisi Pajero dan menciderai para penumpangnya.

Jip-jip itu dengan cepat tenggelam dalam kobaran si jago merah. Tubuh-tubuh hangus tak bernyawa itu ditarik keluar dan dicabik-cabik.

Kerumunan orang lalu menggantung mereka di sebuah jembatan di atas Sungai Eufrat selama berjam-jam. Di depan kamera televisi, seorang pria muda berkata, “Fallujah adalah kuburan orang-orang Amerika!”

Di Washington DC, Presiden Bush, yang sedang mengadakan tur kampanye, berbicara di depan sebuah jamuan makan malam untuk penggalangan dana, “Gerombolan pembunuh ini berusaha menggoyahkan niat kita,” kata Bush kepada para pendukungnya. “Amerika tak akan pernah terintimidasi oleh para bajingan dan pembunuh. Kita akan secara agresif menyerang para teroris di Irak. Kita akan mengalahkan mereka di sana sehingga kita tak perlu menghadapi mereka di dalam negara kita sendiri.”

Pemutilasian keempat warga sipil Amerika, seperti diberitakan media Amerika, berbeda dari insiden Oktober 1993 di Somalia ketika helikopter Black Hawk dijatuhkan oleh pemberontak Moghadisu dan membunuh 18 tentara Amerika. Para pria yang dibunuh di Fallujah bukan “anggota militer” Amerika. Bukan pula “warga sipil.” Mereka adalah “tentara sipil” terlatih yang dikirim ke Irak secara rahasia oleh sebuah perusahaan tentara bayaran yang bermarkas di negara bagian Carolina Utara. Perusahaan itu bernama Blackwater, yang didirikan Erik Prince.

Rancangan Blackwater bukanlah berasal dari Prince tapi datang dari mentornya di Tim 8 SEAL, Al Clark, seorang pelatih penggunaan senjata api terbaik di unit tersebut. Ketika Prince memulai karier militernya pada 1993, Clark sudah mengerjakan cetak-biru Blackwater. Ide ini muncul karena Clark prihatin Angkatan Laut yang paling dibanggakan Amerika tak memiliki tempat latihan menembak sehingga harus meminjam dari Marinir atau Angkatan Darat.

Clark punya ide tapi tak punya uang. Dia tak menduga kalau salah satu orang terkaya yang pernah mengabdi dalam angkatan bersenjata Amerika akan menjadi muridnya. Pada 1996, Clark dipindahkan ke Tim 8 SEAL. Letnan Erik Prince berada di dalam peleton pertama yang dilatih Clark. Setelah mendapat bekal perang dari Clark, Prince berangkat tugas dalam Tim 8 SEAL.

Tujuh bulan kemudian, Clark baru tahu kalau Prince tak hanya memiliki banyak uang tapi juga minat besar pada dunia pelatihan swasta. Prince menyelesaikan tugasnya lebih cepat, karena ayahnya, Edgar Prince, meninggal dunia. Pada 22 Juli 1996, satu tahun lebih sedikit setelah kematian Edgar Prince, keluarga menjual seluruh perusahaan Edgar kepada Johnson Controls sebesar $1,35 milyar tunai. Dengan uang ini Prince membangun kerajaan bisnisnya sendiri, dengan menggabungkan kecintaannya yang mendalam di berbagai aspek seperti religi, politik, dan militer.

“Saya ingin tetap behubungan dengan dunia militer, karena itu saya membangun sebuah fasilitas yang menyediakan tempat berkualitas bagi militer Amerika dan asing yang bersahabat, penegak hukum, dunia komersial, dan organisasi-organisasi dalam mempersiapkan diri mereka untuk pergi ke misi-misi berbahaya,” kata Prince seperti dikutip Jeremy Scahill dalam Blackwater (2010).
Blackwater lahir tak lama setelah militer menjalankan privatisasi secara massal, yang diprakarsai Menteri Pertahanan Dick Cheney pada 1989 sampai 1993, di bawah pemerintahan George H.W. Bush.
Blackwater mencapai kejayaan setelah Amerika melancarkan “perang melawan teror” terhadap Irak pada 2003. Kebutuhan Amerika akan tentara semakin banyak, Blackwater menyediakannya. Dalam keadaan ini Prince lupa diri. Dia mengklaim sendiri pembentukan Blackwater sehingga menimbulkan reaksi dari sebagian rekannya yang membantunya pada awal pembentukan Blackwater. Situs perusahaan dengan bangga menyebut: “Pendiri kami adalah seorang mantan SEAL Angkatan Laut Amerika...” Clark, sang pemilik ide, dilupakan.

Dalam waktu kurang dari satu dekade, Blackwater tumbuh menjadi semacam tentara sewaan bagi usaha pemerintahan Bush dalam “perang melawan teror.” Saat ini, Blackwater memiliki lebih dari 23 ribu tentara swasta yang berada di sembilan negara, termasuk Amerika. Blackwater memiliki database berisi 21 ribu nama anggota Pasukan Khusus, tentara, dan agen-agen penegak hukum yang telah pensiun dan sewaktu-waktu dapat dipanggil. Blackwater memiliki armada perang seperti lebih dari 20 pesawat, termasuk helikopter bersenapan mesin, dan divisi pesawat pengintai. Blackwater mengoperasikan divisi intelijen sendiri, dipimpin eksekutif senior yang merupakan mantan pejabat militer dan intelijen.

Kantor pusat Blackwater seluas hampir enam ribu meter persegi di Moyock, Carolina Utara, merupakan fasilitas militer swasta terbesar di dunia. Di sana ribuan agen federal dan penegak hukum lokal, di samping tentara-tentara dari negara asing yang “bersahabat”, dilatih setiap tahunnya. Baru-baru ini Blackwater membangun fasilitas latihan baru di California (Blackwater West) dan Illinois (Blackwater North), serta sebuah hutan belantara fasilitas latihan di Filipina.

Blackwater memiliki nilai kontrak senilai lebih dari $500 juta dengan pemerintah Amerika –jumlah tersebut tak termasuk dana “hitam” untuk operasi-operasi agen-agen intelijen Amerika, korporasi atau individu swasta, dan pemerintah asing.

Dengan kekuatan tersebut, seperti dikemukakan seorang anggota Kongres Amerika, Blackwater dapat menggulingkan banyak pemerintahan di dunia. Rezim Saddam Hussein contohnya.
Blackwater telah menjadi angkatan perang kelima Amerika, yang siap melayani ke mana pun Paman Sam pergi berperang.


 BLACKWATER DI YAMAN

Uni Emirate Arab menggunakan Jasa Blackwater ini di Yaman pun juga Saudi Arabia telah membayar tentara bayaran asing dari perusahaan "G4S" yang berbasis di Inggris untuk mengamankan pelaksanaan ibadah haji sejak tahun 2010. "G4S" yang juga terlibat dalam penindasan terhadap rakyat Palestina di wilayah-wilayah pendudukan itu ternyata juga menjadi pasukan pengawal sarana-sarana vital di banyak negara Arab lainnya. Kini muncul kabar para penguasa Uni Emirat Arab telah membayar tentara bayaran Amerika untuk menjadi pengawal pribadi mereka.

Media Iran Fars News baru-baru ini melaporkan para penguasa Uni Emirat Arab telah menyewa perusahaan jasa keamanan Amerika, "Academi" (dahulu Blackwater), untuk menjadi pengawal pribadi dan istana-istana mereka.

“Putra Mahkota Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan sejumlah pangeran serta ulama Uni Emirat Arab telah menyewa Blackwater untuk melindungi istana-istana mereka,” tulis Fars News mengutip keterangan seorang sumber yang dipercaya.

Blackwater diketahui banyak merekrut bekas personil aparat keamanan dan pasukan komando Amerika untuk menjalankan operasinya di berbagai negara, terutama di Timur Tengah. Keberadaan mereka sempat menjadi isu panas di Irak, ketika Amerika menuntut pemerintahan Nuri Al Maliki untuk memberi kekebalan hukum terhadap anggota-anggota Blackwater yang telah banyak terlibat dalam aksi-aksi kejahatan kemanusiaan. Namun al Maliki menolaknya.


Sebelumnya media-media lokal Uni Emirat Arab telah melaporkan bahwa pemerintah setempat telah menandatangani kontrak senilai $579 juta dengan sebuah perusahaan keamanan barat untuk melindungi sarana-sarana penting dari kemungkinan pemberontakan dan kerusuhan. Media-media lokal juga melaporkan, kontrak tersebut terjadi setelah pendiri Blackwater, Erik Prince, menetap di negeri tersebut setelah terlibat masalah hukum di Amerika.

Media terkemuka Amerika New York Times (NYT) juga melaporkan setelah penandatanganan kotrak tersebut, pada bulan Mei 2011 Blackwater segera membentuk satu batalion pasukan bayaran di negara Arab tersebut. Pasukan tersebut diyakini ditujukan untuk melakukan operasi-operasi khusus di dalam maupun di luar negeri, melindungi jaringan pipa minyak dan instalasi-instalasi penting dari serangan teroris sebagaimana juga untuk menangani kerusuhan massa sebagaimana terjadi di negara-negara Arab lainnya setelah munculnya gerakan "Arab Springs". Menurut NYT pasukan itu juga digunakan untuk mengkonter pengaruh Iran di Uni Emirat Arab.

Menurut laporan NYT, kamp latihan pasukan tersebut berada di kompleks militer yang disebut Zayed Military City, yang dikelilingi tembok beton berduri. Di dalamnya terdapat berbagai peralatan militer dan kendaraan militer seperti Humvees. Anggota pasukan asing itu berasal dari Kolombia, Afrika Selatan, dll. Mereka dilatih oleh pensiunan pasukan khusus dari Amerika, Inggris, Perancis maupun Jerman.


Pada tahun 2010, "sekelompok investor" (demikian wikipedia menyebutnya untuk menyembunyikan para pemnilik sebenarnya organisasi ini yang di antaranya adalah Monsanto Inc, perusahaan pencemar lingkungan terbesar di dunia), mengambil alih kepemilikan Blackwater dan mengganti namanya menjadi Academi yang terkesan lebih "elegan". Pemilik baru tersebut selanjutnya membentuk manajemen baru yang duduk di dewan direksi maupun dewan pengawas. Di antara anggota dewan direkturnya terdapat nama-nama besar seperti mantan jaksa agung Amerika John Ashcroft, mantan penasihat presiden Bill Clinton Jack Quinn, mantan Direktur NSA Bobby Ray Inman. Sejak tahun 2012 perusahaan ini dipimpin oleh Brigjen (pur) Craig Nixon sebagai CEO.

Keberadaan tentara bayaran asing telah menjadi sejarah tersendiri yang sangat menarik. Penguasa Romawi diketahui sebagai salah satu pengguna pertama tentara bayaran asing. Para Sultan Ottoman Turki menggunakan jasa tentara asing yang diberi julukan Janissaries. Para Paus di Roma sampai sekarang pun masih mengandalkan tentara bayaran dari Swiss (Swiss Guard) sebagai pengawal pribadi mereka. Sedangkan penguasa kolonialis Perancis mengandalkan "Legiun Asing" (Legio Patria Nostra) yang sosoknya bisa dilihat dalam film Hollywood terkenal yang dibintangi aktor laga Jean Claude Van Dame, Legion.

Berbeda dengan pasukan lokal yang dikhawatirkan "terkontaminasi" oleh ambisi lawan-lawan politik, pasukan asing yang bekerja secara profesional dianggap lebih bisa dipercaya.
 
 Guna menegaskan posisi sebagai negara superpower dunia Amerika kelihatannya kewalahan dengan militer reguler yang ada, maka tentara bayaran adalah pilihan paling praktis dan efisien.  Berikut adalah buku yang ditulis seorang jurnalis AS tentang sepak terjang tentara bayaran dalam sejumlah proyek invasi. 
 
Anggapan yang mengatakan bahwa dunia internasional kini tidak lagi didominasi oleh aktor negara semakin kuat, kehadiran aktor non-negara belakangan menjadi bahan penting dalam analisa para pemerhati studi hubungan internasional. Aktor non-negara terdapat dalam berbagai macam bentuk, ada perusahaan, ada organisasi non-pemerintah, ada institusi-institusi ad hoc internasional, bahkan pelaku kejahatan seperti teroris pun termasuk dalam kategori ini, dan seterusnya. 
 
Satu yang pertama dalam kategori perusahaan juga memiliki berbagai macam varian. Salah satunya yang belakangan sering menjadi sorotan dalam sejumlah konflik internasional adalah Private Militacy Company, Private Security Company (PMC, PSC) atau dalam term Indonesia bisa disebut dengan perusahaan militer swasta. PMC merupakan istilah yang sering diletakkan oleh para analis terhadap beberapa perusahaan swasta bidang jasa keamanan. Peran mereka dalam konteks pertahanan sangatlah signifikan. 
 
Mereka (para pemliki PMC) tidak lagi melihat pertahanan dan militer menjadi monopoli negara, tetapi bisa juga dijadikan sebagai sarana bisnis privat. Fenomena kapitalisasi militer kini bukan lagi menjadi sesuatu yang rahasia, keberadaan mereka sebagai perusahaan bisnis telah mendapat pengakuan dari berbagai pihak entah dari pejabat negara ataupun perusahaan swasta yang bergerak di bidang non-militer namun membutuhkan jasa keamanan dengan memilih PMC sebagai alternatif untuk mengamankan bisnis mereka. Sepak terjang mereka bisa dilihat dalam banyak kasus, pada Perang Irak dan Afghanistan misalnya terdapat beberapa PMC yang terlibat di sana, diantaranya adalah Black Water, DyCorp, Defion International, AirScan, klien mereka adalah pemerintah Amerika Serikat. Black Water sendiri bekerja atas nama bisnis untuk mengamankan kepentingan klien. 
 
Black Water misalnya bekerja demi uang untuk memastikan distribusi logistik dapat mencapai target sasaran, mengawal konvoi pasukan, menjadi pasukan pendamping, mengamankan kantor-kantor administrasi, memastikan keamanan pemerintahan di Irak, termasuk mendampingi pemerintah Irak yang tidak lagi memiliki kapabilitas militer untuk menjalankan aktifitas sehari-hari mengingat kondisi Irak yang masih rentan dari aksi bom, serangan bersenjata dan tindak kekerasan lainnya, sehingga Black Water menjadi pengawal yang harus memastikan klien mereka aman berdasarkan standar operasi yang profesional dan pada akhirnya akan mendapat imbalan dari hasil kerja mereka. Semua itu tidak berdasarkan pada nilai-nlai yang selama ini dipegang teguh oleh para militer aktif untuk membela negara masing-masing. 
 
Tetapi para militer PMC lebih melihat peran mereka sebagai pelaku bisnis untuk kepentingan transaksional. Blackwater Dalam buku karya Jeremy Scahill ini, kita dibawa ke dalam rentetan kisah tentang jalanan-jalanan berdarah dan pertempuran di kota-kota di Irak antara warga pemberontak yang marah dan militer AS yang arogan, hingga ke fasilitas latihan perang serbalengkap milik Blackwater di Moyock, Carolina Utara. 
 
Dilanjutkan dengan kisah tentang kontroversi penggunaan militer swasta yang menjadi topik panas di Gedung Putih, cerita tentang angin topan mematikan di New Orleans, sampai ke ruang-ruang para penguasa di Washington. Semuanya bermuara ke satu hal: untuk membongkar keberadaan Blackwater sebagai wajah buas dan angker mesin perang Amerika Serikat. Walaupun kini telah berganti nama menjadi Xe Services, orang tetap mengenal Blackwater sebagai perusahaan tentara bayaran terkuat di dunia. Selain itu, buku karya Jurnalis AS yang merupakan hasil investigasi bertahun-tahun di Irak ini secara gamblang membongkar sosok perusahaan tentara bayaran Blackwater dan menunjukkan betapa berbahaya ketika pemerintah melimpahkan tugas ketentaraan pada pihak swasta. 
 
Ketidakmampuan mengontrol secara utuh boleh jadi faktor penyebabnya. Kerja Blackwater sepertinya sangat dipengaruhi oleh iklim keamanan internaional, jika konflik terjadi di mana-mana bisa jadi kontrak akan datang kepada mereka dalam jumlah besar, sebut saja misalnya krisis keamanan di AS pada tahun 2001 dan aksi militer AS pada tahun-tahun setelah itu berimplikasi pada kontrak dengan pemerintahan AS meningkat, Blackwater mencatat total kontrak antara tahun 2001 hingga 2006 sekitar $1,024,519,018, angka yang sangat besar memang. 
 
Tetapi kontrak yang begitu besar sepadan dengan resiko yang harus diterima, para perajurit bayaran Blackwater setiap hari harus siap menerima konsekuensi di daerah-daerah konflik peperangan, termasuk harus siap menjadi bumper kebijakan klien yang menggunakan jasa mereka. Menjadi sasaran kemarahan rakyat Irak adalah kenyataan sehari-hari yang harus dihadapi. 
 
Terkait isu tentara bayaran terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sejumlah pemerhati isu militer dan pertahanan, Peter W. Singer termasuk orang yang konsern mengkaji isu ini, salah satu tulisannya"Outsoursing War" (2005) mengulas secara komprehensif kiprah PMC, selain itu buku "Bisnis Militer" yang ditulis oleh Veronika (2008) juga patut layak menjadi referensi kajian ini; buku "La Empresa Guerra; Bisnis Perang dan Kapitalisme Global," yang disunting oleh Dario Azzelini dan Boris Kanzleiter (2005); "Making a Killing: The Business of War", Center for Public Integrity, October (2002).
 
 Dan, belum ada yang mengulas secara detail tentang Blackwater. Sehingga, kehadiran buku yang disajikan dengan gaya bercerita ini setidaknya menjadi tambahan referensi bagi para pemerhati isu keamanan, terlebih mereka yang penasaran dengan sepak terjang Blackwater sebagai tentara bayaran di dunia nyata.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.