Kisah Adik KH Wahab Chasbullah Putuskan Hukum Hormat Bendera
KH Abdul Hamid bin KH Hasbullah, adik kandung KH Abdul Wahab
Chasbullah adalah tokoh di balik layar yang ahli di bidang fiqih.
Popularitasnya memang tidak setenar kakandanya, Kiai Wahab, namun
kedalaman ilmunya tidak diragukan lagi. Bahkan, sering kali Kiai Wahab
bertanya ta’bir (referensi) pelbagai masalah waqi’iyyah kepada beliau. Kiai Abdul Hamid Hasbullah adalah macannya bahtsul masail yang kaya akan referensi.
Suatu
ketika dalam sebuah forum bahtsul masail, dibahas tentang hukum hormat
bendera merah putih. Berjam-jam, bermenit-menit pembahasan tidak kunjung
menemukan titik terang. Peserta bahtsul masail masih saling "gegeran",
berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Karena masing-masing
tidak menemukan referensi yang mencerahkan, pembahasan menjadi buntu
tidak ada ujungnya.
Kiai Hamid yang bertidak sebagai mushahih
(pemeriksa hasil akhir, red) dalam forum itu baru angkat bicara di
detik-detik akhir, setelah semua peserta menyerah, tidak dapat
menyelesaikan masalah yang dibahas. Kiai Hamid selama pembahasan justru
sare (tidur) di barisan depan, tempat yang biasanya diisi oleh perumus
dan mushahih dalam setiap kegiatan bahtsul masail.
Para
peserta bahtsul masail harap-harap cemas, menunggu seperti apa pendapat
dari sang pakar fiqih dari Tambakberas Jombang itu. Setelah kiai Hamid
terbangun dari tidurnya, beliau tanpa pikir panjang menyampaikan
pendapatnya mengenai hukum hormat bendera disertai dengan referensinya.
Dalam
penyampaiannya, beliau menegaskan bahwa hormat bendera hukumnya boleh,
bukan tergolong perbuatan syirik atau haram. Hormat bendera tidak dapat
dipahami sebagai penghormatan kepada fisik bendera semata. Namun sebagai
ekspresi rasa cinta dan hormat kepada apa yang terkandung di dalamnya.
Para pejuang kemerdekaan, bumi pertiwi, kekayaan alam dan segenap
lapisan masyarakat Indonesia adalah sesuatu yang hendaknya dicintai oleh
warga negara, sebagai bentuk dari pengamalan dari ajaran Nabi untuk
mencintai tanah air, hubbul wathan minal iman, mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Ekspresi kecintaan kepada mereka di antaranya ditunjukan melalui hormat bendera.
Kiai
Hamid selanjutnya menyampaikan sebuah sya’ir yang menjadi referensi
dari pendapatnya itu. Beliau mengutip syair Arab kuno yang sangat
melegenda berikut ini:
أمر على الديار ديار ليلى * أقبل ذا الجدار وذا الجدار
“Kususuri rumah-rumah Laila, kuciumi tembok ini dan tembok ini.”
وما حب الجدار شغفن قلبي * ولكن حب من سكن الديار
“Bukan
suka kepada rumah yang menyenangkan hatiku, namun kecintaan kepada
penghuninya (yang membuat hatiku meluap-luapkan cinta).”
Setelah
mendengar penjelasan dari Kiai Hamid, para peserta terdiam, matanya
berkaca-kaca, takjub dan angkat topi untuk kiai Hamid. Bagaimana tidak
takjub, mereka yang berjam-jam membahas tidak dapat menyelesaikan
masalah, namun Kiai Hamid yang hanya tidur, bangun-bangun sudah dapat
menjawabnya dengan tuntas dan sempurna. Pembahasan dianggap clear, semua
taslim, menerima pendapat beliau.
Itulah
Kiai Hamid, sang pakar bahtsul masail yang menjadi salah satu rujukan
utama Kiai Wahab Hasbullah di bidang referensi keislaman. Untuk beliau
berdua, KH Abdul Hamid Hasbullah dan KH Abdul Wahhab Hasbullah,
al-fatihah. (M. Mubasysyarum Bih)
* Sumber cerita didapatkan penulis dari cucu KH Abdul Hamid Hasbullah, KH Abdurrozzaq Sholeh
SUMBER: NUONLINE
Post a Comment