ERDOGAN LEMBEK DIDEPAN CHINA DAN BERHARAP UYGHUR DAMAI DIBAWAH CHINA

Kita harus ingat bahwasannya di bawah Erdogan Turkey pernah meminta untuk menjadi anggota BRICS dengan berkata "Tambahkan T di BRICS", BRICS yang terdiri dari Russia, China, Brazil, India dan Africa Selatan belakangan ini memamng didekati oleh Turkey, yang konon kabarnya adalah karena kekecewaan Erdogan pada Amerika, bahkan pembelian S 400 nya Russia pun tak membuat Erdogan bergeming meski diancam dikeluarkan dari program F-35 nya NATO.


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan selalu galak ketika berbicara perlakuan Tiongkok terhadap muslim Uighur di Xinjiang. Namun, ternyata dia hanya galak di belakang. Pasalnya, ketika bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, sikap Erdogan justru lembek.

Saya percaya kami dapat menemukan solusi untuk masalah ini dengan mempertimbangkan sensitivitas kedua pihak,” kata Erdogan usai bertemu Xi Jinping di Beijing, seperti dilansir media online CNA, Kamis (4/7/2019).

Media pemerintah Tiongkok mengklaim, Erdogan mengatakan bahwa muslim dari berbagai etnis hidup bahagia di Xinjiang. Namun jurnalis Turki yang ikut dalam rombongan merasa tak pernah mendengar pernyataan itu. 


Tak hanya itu media Tiongkok juga mengutip pernyataan Erdogan bahwa dia memperingatkan mereka yang berusaha menyalahgunakan isu Xinjiang untuk menciptakan ketegangan Turki dan Tiongkok. Kedua negara memiliki hubungan dekat dalam perdagangan. 

“Penyalahgunaan ini punya dampak negatif pada hubungan Turki-Tiongkok. Sangat penting bahwa kami tidak memberikan kesempatan untuk penyalahgunaan semacam itu,” kata Erdogan.
Menurut Erdogan, Turki akan mengirim utusan ke Turkestan Timur, nama lain dari Xinjiang yang diberikan para aktivis. Tiongkok pun terbuka untuk menerima usulan itu. 

Kementerian Luar Negeri Turki pada Februari lalu mengecam perlakuan Tiongkok terhadap etnis Uighur dengan menyebutnya sangat memalukan bagi kemanusiaan. Disebutkan, umat Islam yang ditahan di pusat pendidikan atau penjara menjadi korban penyiksaan dan pencucian otak. 

Ankara mengharapkan "saudara Uighurnya" akan hidup dalam kedamaian dan ketenangan di bawah "satu atap China", kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Selasa.

Ketika berbicara dengan wartawan Kantor Berita Turki, Anadolu Agency --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa, Menlu Cavusoglu mengatakan Turki akan mengirim delegasinya beranggota sebanyak 10 orang dari berbagai lembaga ke WIlayah Otonomi Uyghur Xinjiang di China --yang juga dirujuk sebagai Turkestan Timur-- atas undangan China.

Delegasi tersebut akan melihat langsung situasi di Xinjiang, tambah Cavusoglu.
Pernyataannya dikeluarkan setelah ia menghadiri pertemuan tiga-pihak antara Turki dan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebagai bagian dari pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-52 di Thailand.

Selama kunjungan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke China pada awal Juli, Presiden China Xi Jinping meminta Erdogan mengirim satu delegasi ke wilayah tersebut, kata Cavusoglu.
Belakangan, pada 24 Juli, Kedutaan Besar China di Ankara secara resmi menyampaikan undangan itu ke Kementerian Luar Negeri Turki, katanya. Ia menambahkan Erdogan pada prinsipnya telah menanggapi secara positif undangan tersebut.

Wilayah Xinjiang di China adalah tempat tinggal sebanyak 10 juta warga Uighur. Kelompok Muslim Turki itu, yang merupakan sebanyak 45 persen dari jumlah penduduk Xinjiang, telah lama menuduh pemerintah China melakukan diskriminasi kebudayaan, agama dan ekonomi.

Sebanyak satu juta orang, atau tujuh persen dari penduduk Muslim di Xinjiang, telah dipenjarakan di jaringan kamp "pendidikan kembali politik" yang diperluas, kata para pejabat AS dan ahli PBB.
Di dalam satu laporan, September lalu, Human Rights Watch menuduh Beijing melakukan "kegiatan sistematis pelanggaran hak asasi manusia" terhadap Muslim Uighur di wilayah tersebut.



Sekitar 1 juta muslim etnis Uighur dan minoritas lainnya dilaporkan ditahan dalam kamp-kamp untuk mengikuti pendidikan. Beberapa laporan dari warga yang melarikan diri menyebutkan, mereka dipaksa melakukan tindakan yang dilarang agama seperti memakan daging babi serta tidak boleh menunaikan salat. 

Tiongkok berkali-kali membantah menahan muslim. Kamp-kamp itu mereka sebut sebagai pusat pendidikan yang bertujuan menjauhkan warga dari ekstremisme agama.

 Recep Tayyip Erdogan, dilaporkan menyebut warga di daerah otonomi Uighur di Xinjiang, China, hidup bahagia, bertolak belakang dengan dugaan internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran di kawasan itu.

Kantor berita China, Xinhua, melaporkan bahwa pernyataan ini dilontarkan langsung oleh Erdogan saat bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing pada Selasa (2/7).Dalam pemberitaan tersebut, Xinhua melaporkan bahwa Erdogan juga tetap mendukung kebijakan Satu China yang selama ini digaungkan Beijing.

"Turki berkomitmen pada kebijakan Satu China, kata Erdogan, menekankan bahwa warga berbagai etnis di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang hidup bahagia berkat kesejahteraan China, dan Turki tak akan membiarkan siapapun merenggangkan hubungan mereka dengan China," tulis Xinhua.


Pemberitaan itu berlanjut, "Ia juga menyatakan kesiapan untuk memperdalam kepercayaan bersama dan memperkuat kerja sama keamanan dengan China untuk melawan ekstremisme."

Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan laporan berbagai kelompok pemantau internasional belakangan ini.

Seorang peneliti independen dari Jerman, Adrian Zenz, mengatakan bahwa China diduga menahan 1,5 juta Muslim Uighur dan umat Islam lainnya di kamp-kamp penahanan di Xinjiang.

Zenz mengatakan bahwa perkiraan baru ini didapat setelah pemeriksaan citra satelit teranyar dan kesaksian sejumlah warga Muslim yang mengaku kerabatnya menghilang.

"Meski masih spekulasi, dapat diperkirakan ada sekitar 1,5 juta etnis minoritas, sekitar 1 dari enam orang dewasa dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang, ditahan di pusat detensi, pengasingan, dan fasilitas re-edukasi," ujar Zenz dalam salah satu acara di Dewan HAM PBB pada Maret lalu.

Zenz menyebut China melakukan genosida kebudayaan dengan mengajarkan paham-paham di luar keagamaan Islam kepada jutaan orang itu.

Selama ini, pemerintah China memang dilaporkan kerap melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang.

Berdasarkan kesaksian korban, otoritas China terus melakukan penahanan massal sewenang-wenang terhadap Uighur dan minoritas Muslim lain di Xinjiang sejak 2014 lalu.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.