JANGAN KAITKAN BENCANA ALAM DENGAN POLITIK


Allah Ta'ala dengan berbagai caranya memberikan peringatan kepada hamba hamba Nya untuk lebih bersyukur..bisa pengingat itu melalui sebuah musibah, namun jangan kaitkan antara musibah itu dengan tahun politik ( PILPRES 2019) atau lain lainnya.. LEPASKAN KEBENCIAN BANGUNKAN HUMANISME DAN KEBANGSAAN Musibah itu sedang terjadi pada saudara sebangsa, setanah air..
.
Sungguh belumlah tentu itu adalah adzab Yang Maha Kuasa seperti yang diberikan oleh Allah Taala pada kaum Nuh, Luth, atau Fir'aun..dn anda mendahului Tuhan seolah itu adalah adzab akibat dukungan politik.

Aceh kena tsunami dibilang adzab karena berdosa massal, lombok kena gempa dibilang adzab karena dukungan politik...

Belum selesai duka kita atas gempa yang terjadi di Lombok yang terasa hingga Bali, namun prediksi terkait fenomena alam tersebut sudah gegap-gempita di media sosial. Beberapa bahkan beranggapan bahwa itu adalah azab dari Tuhan kepada masyarakat Nusa Tenggara Barat. Penyebabnya adalah TGB. Zainul Majdi dukung Joko Widodo. Saya sendiri tidak habis pikir, kok ada yang tega mengaitkan hal ini?

Sebenarnya sudah malas mengatakan ini. Saya sudah jenuh terperangkap istilah Cebong-Kampret, tetapi demi tanggungjawab sosial meng-uwuwuw-kan segala lapisan masyarakat, saya akan mengatakan kembali. Wahai netizens, tidak ada sangkut pautnya antara dukungan politik pemilihan presiden terhadap fenomena Allah.

Mulai dari kisah nabi Musa vs Raja Fir’aun hingga nabi Ibrahim vs Raja Namrud, azab Allah hanya turun ketika masyarakat suatu daerah menolak untuk beriman. Hal ini disebutkan berulang kali dalam al Qur’an; fala’natullahi ‘alalkaafiriin (Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu).

Bukan Azab hanya Musibah

Saya pribadi mengamini bahwa Allah tidak akan menurunkan azab kepada kita, jikapun ada hal pedih yang terjadi antara kita, itu sifatnya adalah musibah. Pendapat ini bersandar pada berfirmanNya dalam al Qashash ayat 43.
ÙˆَÙ„َÙ‚َدْ آتَÙŠْÙ†َا Ù…ُوسَÙ‰ الْÙƒِتَابَ Ù…ِÙ†ْ بَعْدِ Ù…َا Ø£َÙ‡ْÙ„َÙƒْÙ†َا الْÙ‚ُرُونَ الْØ£ُولَÙ‰ٰ بَصَائِرَ Ù„ِلنَّاسِ ÙˆَÙ‡ُدًÙ‰ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ً Ù„َعَÙ„َّÙ‡ُÙ…ْ ÙŠَتَØ°َÙƒَّرُونَ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia, petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.” (QS. Al-Qashash: 43)

Prof Quraish Shihab menerangkan ayat diatas bahwa Allah menurunkan Taurat kepada nabi Musa setelah menghancurkan umat-umat terdahulu yang mendustakanNya agar menjadi cahaya bagi hati yang sebelumnya berada dalam kegelapan dan tidak mengetahui kebenaran. Dan juga agar menjadi pengarah, karena mereka telah terjerumus dalam kesesatan.

Selain itu agar umat setelah nabi Musa dapat mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada umat terdahulu tersebut, sehingga bergegas menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Umat-umat yang mendapatkan azab karena Nabi yang diutus dan orang-orang yang beriman diusir dari lingkungan mereka.

Jika pun tidak diusir, Allah memberi isyarat agar mereka meninggalkan umat tersebut, sehingga wilayah itu menjadi steril dari orang-orang beriman, kemudian Allah menurunkan azab-Nya.

Memperkeruh Suasana

kita patut mengecam oknum yang menyebutkan bahwa Lombok mendapatkan azab. Selain tidak berdasar dan terkesan cocokologi, memangnya di sana sudah tidak ada lagi orang yang beriman? Lalu, kita bisa saja bertanya, mana mungkin azab Allah jatuh kepada orang beriman? Dan pelbagai pertanyaan lain yang justru membuat kita kian mengerdilkan Tuhan dan cenderung ‘mengajaknya’ untuk kepentingan sesaat semata.

Daripada membuat prediksi yang membuat kondisi menjadi keruh, lebih baik bikin aksi yang lebih subtansial; bikin donasi atau menjadi relawan membantu para korban. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk sedikit membantu. Apalagi, Indonesia tergolong negara yang rentan terhadap bencana, baik itu banjir maupun gempa seperti yang terjadi di Lombok.

Tidak elok kiranya memperkeruh suasana seperti bencana atau sejenisnya. Bayangkan perasaan korban. Apalagi, mengaitkannya dengan politik.  Wallahu’alam bishawab

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.