MUSTARIBIN AGEN ISRAEL YANG MENYAMAR SEPERTI RAKYAT PALESTINA

Mereka berpakaian seperti demonstran Palestina, berbicara dengan aksen dan ungkapan yang sama dengan warga Palestina, dan juga menunjukkan tingkah laku yang sama. Wajah mereka ditutupi oleh keffiyeh atau kain balaclavas kotak-kotak, mereka juga bersorak melawan tentara Israel bahkan kadang-kadang ikut melemparkan batu ke arah tentara Israel sambil menarik tubuh demonstran lain saat mereka bergerak semakin mendekat dengan tentara Israel.

Kemudian, seketika ledakan aksi massa itu meletus,  kelompok ini tiba-tiba berbalik pada demonstran Palestina lainnya, mengacungkan senjata yang disembunyikan di balik kemeja mereka, ditembakkan ke udara, meraih demonstran yang terdekat dengan mereka dan menggiring mereka ke tanah.

Tentara Israel maju dan menahan orang-orang (demonstran) Palestina yang tertangkap, saat para demonstran lainnya bubar, meneriakkan satu kata sebagai peringatan kepada orang lain: “Musta’ribeen!”. 

Menyamar Sebagai Orang Arab
Musta’ribeen, atau dalam bahasa Ibrani disebut mista’arvim, adalah sebuah kata yang dalam bahasa Arabnya berasal dari kata dasar “musta’rib“,  yang bermakna; seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam bahasa dan budaya Arab . Dalam istilah keamanan Israel, kata tersebut menunjukkan pasukan keamanan Israel (agen) yang menyamar sebagai orang Arab dan melakukan misi di jantung masyarakat Palestina atau di negara-negara Arab lainnya.
Para agen diberi pelatihan yang ketat, dan dalam operasinya di wilayah jajahan Israel, diajarkan untuk berpikir dan bertindak seperti orang Palestina. Menurut pakar urusan Israel Antoine Shalhat, misi utama dari musta’ribeen ini adalah termasuk mengumpulkan intelijen, menangkap orang-orang Palestina dan melakukan apa yang mereka sebut sebagai operasi kontra-terorisme.“Unit musta’ribeen pertama didirikan pada tahun 1942 sebelum negara Israel terbentuk sampai tahun 1950,” kata Shalhat. “Unit ini adalah bagian dari Palmach, sebuah divisi elite milisi Haganah, yang kemudian menjadi inti tentara Israel.”


Tidak banyak yang diketahui tentang agen ini karena mereka beroperasi secara rahasia, tambahnya. Tentara Israel membubarkan unit-unit ini begitu pekerjaan mereka ditemukan, dan membentuk yang baru untuk menggantikan mereka.
“Agen harus berbicara dengan bahasa Arab seolah bahasa Arab itu adalah bahasa ibu mereka,” kata Shalhat. “Mereka menjalani kursus untuk menguasai dialek Palestina dan aksen Arab berdasarkan masing-masing negara Arab tempat dimana mereka beroperasi, seperti Yaman atau Tunisia.”


Kursus ini memakan waktu antara empat sampai enam bulan dan mencakup bagaimana menguasai kebiasaan dan praktik keagamaan, seperti cara berpuasa dan berdoa.
Agen menggunakan make-up dan wig untuk menyempurnakan penyamaran mereka namun dipilih sesuai dengan seberapa mirip ciri fisik mereka terhadap orang Arab.
Secara keseluruhan, pelatihan ini bisa memakan waktu hingga 15 bulan, dan terdiri dari pekerjaan lapangan operasional seperti mengemudi dan menembak, bagaimana cara bergerak di dalam kerumunan demonstran Palestina yang ramai, dan pelatihan menggunakan senjata.
“Salah satu unit yang paling terkenal adalah Rimon, yang didirikan pada tahun 1978 dan tetap aktif sampai tahun 2005,” kata Shalhat. “Pekerjaan mereka sebagian besar terkonsentrasi di Jalur Gaza. Unit lain yang beroperasi di Gaza disebut Shimshon selama  tahun 80an dan 90an.”
Unit elit Duvdevan 217 masih beroperasi di dalam tentara, yang didirikan pada tahun 1980 oleh Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan saat ini beroperasi di Tepi Barat dan dianggap paling aktif dan tertutup.
Hadir dalam demonstrasi baru-baru ini

Selama dua minggu terakhir, warga Palestina telah memprotes keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengklaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. Ratusan warga Palestina telah ditangkap oleh pasukan Israel, dan 10 orang telah terbunuh sejauh ini di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pekan lalu, saat salah satu aksi demonstrasi meletus di pintu masuk utara kota Ramallah di dekat pemukiman Bet Il yang ilegal, sekelompok musta’ribeen menyusup ke dalam demonstrasi tersebut dan menangkap tiga pemuda Palestina, menurut laporan wartawan Rasha Harzallah.
“Mereka hanya berada di sana selama 10 menit,” kata Harzallah, yang berdiri paling dekat dengan demonstran Palestina pertama yang ditangkap pada hari Rabu, 13 Desember.
“Mereka berpakaian persis seperti demonstran Palestina lainnya, dan melemparkan sebuah granat suara ke demonstran” lanjut Harzallah.
“Mereka berjumlah sekitar lima orang, mereka mengeluarkan senjata mereka dan mulai menembak ke udara,” lanjutnya. “Tentara Israel kemudian tiba-tiba maju dalam jumlah besar, dan mulai menembaki para demonstran dengan senjata api dan juga menembak ke udara, bahkan ke jurnalis.”
Harzallah, yang bekerja untuk kantor berita resmi Wafa, mengatakan bahwa agen yang paling dekat dengannya mengenakan kemeja merah gelap dan wajahnya ditutupi dengan keffiyeh. “Sebelumnya, dia berdiri di garis depan dengan para demonstran Palestina lainnya dan ikut melemparkan batu ke tentara Israel,” kata Harzallah.
“Tentara Israel kemudian tiba-tiba maju dengan cepat, kemudian saya melihat agen berkemeja merah gelap itu di atas seorang demonstran Palestina, dan dia menodongkan senjatanya ke arah saya dan fotografer di sebelah saya kemudian berteriak ‘jangan mendekat!’ “.
“Bagaimana cara mengetahui keberadaan mereka?”

Harzallah menjelaskan bahwa sebelum musta’ribeen memperlihatkan kehadiran mereka ditengah demonstran Palestina, para demonstran melemparkan batu ke arah tentara Israel, namun tentara Israel tidak merespon, hal ini langsung menimbulkan kecurigaan.
“Mereka tidak melakukan apapun,” katanya. “Dari pengalaman, para demonstran tahu bahwa ketika tentara Israel berhenti menembakkan granat suara, gas air mata, peluru karet ke arah kerumunan demonstran Palestina, maka ada kemungkinan besar bahwa musta’ribeen telah hadir di antara demonstran Palestina. Tapi bagaimana cara warga Palestina bisa mengetahui keberadaan mereka?”
Dalam demonstrasi tahun 2015 yang biasa disebut oleh orang Palestina sebagai “Intifada pisau”, Harzallah menyaksikan serangan lain oleh musta’ribeen yang dia gambarkan sebagai serangan yang lebih buruk.
“Mereka menembakkan senjata mereka ke dua warga Palestina, satu di kepala dan yang lainnya di kakinya dari jarak sangat dekat,” kata Harzallah.
“Saya melihat mereka menyeret orang-orang Palestina yang mereka tembak di kepalanya , saya pikir dia sudah mati karena saya melihat ada potongan dagingnya di tanah.”
Pemuda itu adalah Mohammed Ziyadeh. Ia masih hidup, hanya saja sebagian tubuhnya menjadi lumpuh akibat kekerasan yang dilakukan oleh musta’ribeen.
Dalam sebuah wawancara dengan media Al Jazeera tak lama setelah insiden tersebut, Ziyadeh menyampaikan dari tempat tidurnya di rumah sakit bahwa setelah dipukuli oleh musta’ribeen, mereka menembakkan peluru di kepalanya dan kemudian dia kehilangan kesadaran.
“Ketika kesadaran saya pulih, mereka mulai menginterogasi saya, tapi saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak dapat mengingat apapun,” katanya, dengan suara yang masih kurang jelas. “Mereka membawa saya ke rumah sakit dan memukul saya lagi”, kata Ziyadeh melanjutkan keterangannya.
Ziyadeh menjalani dua operasi dan kemudian diinterogasi dan dipukuli lagi.
Pengacaranya akhirnya berhasil membebaskannya, dan tak lama kemudian dia bisa menggerakkan salah satu kakinya.
Dengan kemunculan musta’ribeen dalam aksi demonstrasi, orang-orang Palestina telah belajar untuk menjadi lebih waspada.
Salah satu cara membedakan diri dari agen Israel yang menyamar adalah menyelipkan kaos mereka ke dalam ikat pinggang mereka, di mana senjata tersembunyi akan terlihat.
“Mereka juga harus berhati-hati saat sebuah kelompok menyeret demonstran lainnya lebih dekat ke tentara Israel,” kata Harzallah, “dan pastikan ada kelompok yang memantau para demonstran lainnya.”

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.