AKU BELAJAR ISLAM DI MEDSOS

Ada kecenderungan dewasa ini bahwa generasi milenial yang aktif menggunakan media sosial berupaya untuk tampil seislami mungkin di media sosial dengan mengunggah caption-caption islami, khususnya para akhwat-akhwat di perguruan tinggi. Perilaku seperti ini menandakan mereka sedang memerlukan pengakuan atas caranya beragama islam.

Banyak akun-akun media sosial terutama instagram yang melegitimasi perubahan identitas keagamaan tersebut. Akun-akun tersebut diikuti oleh jutaan kaum hawa yang diyakini dapat memberi legitimasi bahwa mereka telah menjadi pemeluk Islam yang kaffah. Jika kita runut lebih jauh, kira-kira gejala apakah ini?

Saya beranggapan bahwa pengaruh beragama (Islam) di media sosial sangat menarik untuk dibahas. Banyak akun-akun nikah muda, hijab syar’i, no pacaran, suami idaman, istri idaman, taaruf islami, hingga cara meng-khitbah wanita yang secara tidak langsung telah menggeser pola pikir kaum milenial dewasa ini, dari substantif menjadi imajinatif.
Kerap kita lihat beberapa wanita yang pada awalnya biasa-biasa saja beragama, ketika sudah aktif dengan smartphone mereka, kemudian mengunggah foto-foto yang terlihat islami—jilbab panjang dan cadar—di akun instagram. Perilaku seperti ini, jika terus menerus dilakukan, tak menutup kemungkinan mereka akan terjebak pada imajinasi agama.


Lalu, apa yang salah dari sikap seperti itu?

Generasi milenial bisa dikatakan generasi yang paling mudah baper (bawa perasaan). Perasaan yang sedang gundah gulana cenderung menginginkan legitimasi ketenangan dari sebuah media. Legitimasi inilah yang kemudian mengantarkan mereka untuk menunjukkan keislamannya melalui kegiatan unggah-unggah caption islami. Umumnya mereka ini generasi yang sebelumnya tidak mendapatkan pengetahuan keislaman dari pesantren, hanya belajar agama dari sekolah umum dan perguruan tinggi umum.

Mereka terjebak dengan imajinasi agama di media sosial yang hanya melihat kebenaran sepihak. Tidak menghargai yang berbeda pandangan dan sikap. Taruhlah misal, caption hijab syar’i. Banyak di instagram berseliweran justifikasi ‘negatif’ bagi mereka yang tidak mengenakan hijab.
Contoh lain caption nikah muda. Dalam banyak kesempatan caption ini laku keras di kalangan mahasiswi tingkat akhir yang sedang bimbang mengerjakan skripsi dan mencari kerja setelahnya. Imajinasi untuk segera menikah dan mendapatkan pasangan dengan 100% kesempurnaan ditawarkan oleh akun-akun sejenis di media sosial.

Usia muda yang semestinya digunakan untuk konsentrasi mendalami keilmuan dan aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan nampaknya tidak terjadi pada generasi milenial saat ini, khususnya mereka yang sedang terjebak dalam lamunan temporal agamanya. Hal ini kemudian menjadi terbalik dengan apa yang kita harapkan.

Semakin aktif menggunakan smartphone, maka sejatinya harus lebih produktif beraktivitas, berkarya, dan berdiskusi. Perasaan untuk diakui keislamannya melalui caption-caption di media sosial rupanya lebih mendominasi generasi milenial ini.

Apakah ini strategi politis kelompok kanan?

Sulit untuk tidak mengatakan ia dalam hal ini. Kita sadari bahwa mereka memang kuat berada di dunia maya dan gencar mengampanyekan ‘kebenaran tunggal’ dalam Islam yang tidak mentolerir perbedaan pandangan dan sikap dari orang lain, khususnya yang berbeda keyakinan.Target empuk mereka adalah generasi milenial yangs edang merasa galau dan butuh legitimasi keislaman melalui caption-caption islami di media sosial.


Hal seperti inilah yang kemudian melahirkan sikap merasa paling benar, kurangnya toleransi, dan mudahnya mengkafirkan yang beda iman. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa gerakan atau komunitas Islam moderat masih terlalu sedikit dan kurang kuat di dunia maya, kendatipun beberapa akunnya sudah mulai lebih aktif dan gencar menawarkan pemikiran-pemikiran Islam moderat kepada generasi milenial ini.

Mereka yang saat ini tidak memiliki ‘bargaining position’ dalam pemerintahan akan selalu menebarkan pemikiran-pemikiran eksklusif tentang Islam. Strategi ini dibuat agar agenda akhir yakni meng-khilafahkan atau men-syariatkan Indonesia segera tercapai. Beberapa dari akun-akun di instagm misalnya, tidak jarang mendompleng ayat-ayat suci Alquran untuk memuluskan agenda kelompoknya dan menawarkan pemikiran-pemikiran kaku tentang keislaman.

Inilah wajah asli generasi milenial dalam memahami agamanya dan mencari legitimasi melalui media sosial. Kondisi seperti ini telah membuat mereka lupa akan isu-isu kemiskinan, kelaparan, rendhanya minat baca masyarakat dan lain-lain yang lebih penting untuk mereka urusi. Kesannya generasi milenial seperti ini terlihat apatis dengan keadaan masyarakat dan hanya sibuk mencari pengakuan identitas diri atas keislamannya mellaui media sosial.

Generasi-generasi seperti ini beberapa tahun yang akan datang tentu akan semakin bertambah jumlahnya dan tidak akan meningkatkan kualitas mereka di tengah-tengah masyarakata. Yanga ada, mereka sibuk dengan dunia sendiri dan akan bersikap eksklusif dalam melihat orang-orang yang berbeda keyakinan.

Solusi yang tepat untuk mengatasi hal seperti ini tidak lain adalah melalui media sosial juga. Perang pemikiran di medsos memang sampai sekarang cukup kuat dan Islam moderat perlu hadir dengan lebih masif lagi mengoperasikan akun-akunnya. Kelemahan ini jika bisa kita atasi bukan tidak mungkin para generasi milenial yang terjebak dalam lamunan temporal agama itu akan berfikir apakah Islamnya dari hati, atau Islam medsos belaka.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.