BID'AH PEMBERIAN HAROKAT PADA ALQUR'AN ATAS PERINTAH SAYYIDINA ALI MELALUI ABUL ASWAD AD DUALI MURID SAYYIDINA ALLI KARAMALLAHU WAJHAH

BID'AH PEMBERIAN HAROKAT PADA ALQUR'AN ATAS PERINTAH SAYYIDINA ALI MELALUI ABUL ASWAD AD DUALI MURID SAYYIDINA ALLI KARAMALLAHU WAJHAH..hehehe..

Bnyk bukti tetap ditolak.."tiada yg hasanah" kt mereka..santriwan/santriwati...biarkan saja oceh "mrk".. tetaplah berbid'ah pelajari nahwu dan shorof, mantek bayan balaghoh... dsb.
Serta tetap cintai negeri "Indonesia" dan jaga pula Pancasila

Ali bin Abi Thalib Karamalluhu wajhah. adalah yang pertama kali mencetus kodifikasi ilmu Bahasa Arab, dia menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhawatuha, idhafah, imalah, ta’ajjub, istifham dan lain-lain, kemudian dia memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Dualiy untuk mengembangkannya sambil berkata: "“انح هذا النجو; unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini)". Maka istilah ilmu Nahwu diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib ini. Abul Aswad Ad-Duali diperintahkan untuk mengembangkan bahasa Arab oleh Ali bin Abi thalib karena pada masa itu Islam telah berkembang ke berbagai negara dan orang asing (ajam/non arab) banyak yang salah dalam berbahasa Arab dan kesulitan memahami Al-Quran, serta masuknya orang-orang ajam ke negeri-negeri Islam lalu mencampur bahasa mereka.
Abul Aswad Ad-Duali memiliki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali. Dia biasa dipanggil dengan nama kunyah (panggilan) Abul Aswad. Sementara Ad-Duali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama Du'al dari Bani Kinanah. Abul Aswad Ad-Duali merupakan seorang Tabi'in, murid sekaligus shahabat Khalifah keempat, Ali Bin Abi Thalib.


Sebelum menjadi pakar nahwu, Ad-Duali banyak berkiprah di dunia perpolitikan. Ia sempat menjadi hakim di Bashrah pada era kekhalifahan Umar bin Khattab hingga kemudian ia diangkat menjadi gubernur kota tersebut di masa kepemimpinan Ali.  Saat perang Jamal, Ad-Duali merupakan juru ruding perdamaian antar dua kubu. Ia juga pernah diutus sahabat Rasulullah, Adullah Ibn Abbas untuk memerangi kaum Khawarij. 
Peran Abul Aswad Ad-Duali
Ia menjadi murid Ali bin Abi Thalib, dan nahwu ia pelajari sendiri darinya ( Ali ibn Abi Thalib), yang merupakan pakar nahwu kala itu. Dia termasuk orang yang pertama mengumpulkan mushaf dan mengarang ilmu nahwu dan peletak dasar kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi dari Ali bin Abi Thalib.
Ia juga mendapat intruksi dari Ali Bin Abi Thalib, ketika menjadi khalifah, untuk merumuskan tanda-tanda baca pada tulisan. Sasaran pertamanya adalah mushaf-mushaf Al Qur’an, karena disinilah letak kekhawatiran salah baca seperti yang kerap terjadi waktu itu.
Dalam Ensiklopedi Peradaban dikisahkan, Ad-Duali pada suatu hari melewati seorang yang tengah membaca Al-Qur'an. Ia mendengar surah At-Taubah ayat 3 dibaca dengan kesalahan harakat di ujung kalimat. Meski hanya satu kesalahan harakat, namun artinya sangat jauh berbeda. Ad-Duali mendengar orang itu membaca Anna Allaha bari'um -mina-l musyrikiin wa rasuulihu seharusnya dibaca Rasuluhu Jika diartikan akan sangat jauh berbeda. Pembacaan pertama yang salah tersebut berarti "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya.” Tentu saja arti tersebut menyesatkan, karena Allah tidak pernah berlepas dari utusanNya. Makna kalimat yang semestinya yakni “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.” Hanya satu harakat, tapi mengubah arti yang begitu banyak.
Sejak peristiwa itulah, Ad-Duali mulai menekuni Nahwu dan berkeinginan memperbaiki Bahasa Arab. Ia khawatir jika tak dibuat sebuah kaedah, Bahasa Arab akan mudah lenyap begitu saja. Mengingat di era kekhaifan Ar-Rasyidin pun, sudah terdapat kesalahan baca Al-Qur'an. Mulailah Ad-Duali membuat kaedah tata bahasa Arab.
Ketika itu, belum digunakan fathah, dhamah ataupun kasrah. Ad-Duali mengunakan sistem titik berwarna merah sebagai syakal kalimat. Titik-titik tersebut yakni, sebuah titik di atas huruf dimaknai yakni fathah, satu titik di bawah huruf dibaca i atau kasrah, satu titik di sebelah kiri huruf dibaca u yakni dhammah.
Adapun tanwin (dua fathah, dua kasrah dan dua dhammah) tinggal menambah titik tersebut menjadi dua buah. Titik-tik tersebut dicetak merah agar membedakan dengan tulisan Arab yang menggunakan tinta hitam.
Kaedah nahwu Ad-Duali ini dikenal mengusung mazhab Bashrah. Pada perkembangan bahasa Arab, muncul dua  mazhab yakni Bashrah dan Kufi. Kedua mazhab tersebutlah yang sangat gencar menyebarkan ilmu nahwu ke penjuru dunia.
Maka dari itu, Abul Aswad berjasa dalam membuat harakat Al Qur’an. Ia berhasil mewariskan system penempatan “titik-titik” tinta berwarna merah yang berfungsi sebagai syakal-syakal yang menunjukkan unsur-unsur kata Arab yang tidak terwakili oleh huruf-huruf. Penempatan titik-titik tersebut, adalah:
·      Tanda fathah dengan satu titik diatas huruf (a).
·      Tanda kashrah dengan satu titik dibawah huruf (i)
·      Tanda Dhamah dengan satu titik disebelah kiri huruf (u)
·      Tanda tanwin dengan dua titik (an-in-un)
Untuk membedakan titik-titik tadi dari tulisan pokoknya (biasanya berwarna hitam), maka titik-titik itu diberi warna (biasanya merah).
Tetapi system ini tidak dapat begitu saja menyelesaikan masalah, sebab ada huruf-huruf yang sama bentuknya namun harus dibaca berlainan tanpa dibubuhi tanda-tanda pembeda, huruf-huruf itu menyukarkan banyak pembaca.
Dalam perkembangannya, upaya Ad-Duali ini disempurnakan oleh beberapa muridnya yakni Nasr Ibn ‘Ashim (w. 707 M) dan Yahya Ibn Ya’mur (w. 708 M). Mereka melakukan penyempurnaan harakat tersebut pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan di Dinasti Umayyah.
Selain keduanya, Ad-Duali juga memiliki beberapa murid lain yang juga pakar dalam bahasa Arab. Beberapa muridnya yakni Abu Amru bin ‘alaai, Al Kholil al Farahidi al Bashri yang merupakan pelopor ilmu arudh dan penulis Kamus Arab pertama.
Tak hanya harakat, Ad-Duali melahirkan banyak kaedah tata bahasa Arab yang hingga kini masih menjadi patokan atau rujukan. Sejak dikenal sebagai peletak dasar ilmu i'rab, maka banyak orang datang untuk belajar ilmu qira'ah ataupun dasar ilmu i'rab. ia mencurahkan hidupnya untuk menelaah ilmu nahwu, hingga wafatnya pada tahun 688 masehi di Basrah.
Wafatnya
Abu Al Aswad meninggal karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 Hijriyah dalam usia 85 tahun.
Perkataan para ulama tentangnya
Ahmad Al-Ijli berkata, “Dia tsiqah (terpercaya) dan orang yang pertama kali berbicara tentang ilmu nahwu”. Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.” Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu ketika beliau mendengar kecerdasannya.” Al Waqidi berkata, “Lalu Abu Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,” Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’. Muhammad bin Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar, dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”
Al-Mubarrad berkata, Al-Mazini menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sebab yang melatarbelakangi diletakkannya ilmu nahwu adalah karena Bintu Abu Al Aswad (anak perempuan Abu Al Aswad) berkata kepadanya, ‘Maa asyaddu Al Harri (alangkah panasnya) Abu Al Aswad lalu berkata, Al Hasyba Ar Ramadha’ (awan hitam yang sangat panas)’ anak perempuan Abu Al Aswad berkata, ‘aku takjub karena terlalu panasnya’. Abu Al Aswad berkata, ‘Ataukah orang-orang telah biasa mengucapkannya ?’. lalu Abu Al Aswad mengabarkan hal itu kepada Ali bin Abu Thalib, lalu dia memberikan dasar-dasar nahwu kepadanya dan dia meneruskannya. Dialah pula orang yang pertama kali meletakkan titik pada huruf.”
Al-Jahizh berkata, “Abu Al-Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia termasuk kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.