PERUT ADALAH SUMBER DAN AWAL AMALIYAH DIRI
Mengekang Nafsu
Shalawat dan keselamatan semoga
dilimpahkan kepada junjungan kita Muhammad, hamba-Nya yang terkemuka dan
utusan-Nya yang berkedudukan mulia. Semoga shalawat dan keselamatan
juga diberikan kepada orang-orang baik di antara keturunan dan kerabat
beliau serta kepada orang-orang pilihan dari para sahabat dan pengikut
beliau.egala puji bagi Allah, yang Maha Esa dalam kebesaran dan
keagungan-Nya, yang Maha Berhak mendapatkan pujian, pensakralan,
penyucian, dan pemurnian dari selain-Nya. Dia memberi jaminan untuk
menjaga hamba-hamba-Nya dan memberikan nikmat kepada mereka melebihi
kebutuhan utama mereka serta mencukupi keinginan-keinginan mereka. Allah
yang membimbing dan memberikan petunjuk kepada mereka, mematikan
mereka, dan menghidupkan mereka. Jika mereka sakit, Allah yang
menyembuhkan mereka. Jika mereka lemah, Allah pula yang menguatkan
mereka.
Penyebab kehancuran terbesar bagi anak
Adam adalah nafsu terhadap makanan (syahwat al-bathn).Karena nafsu
tersebut, Adam dan Hawa a.s. dikeluarkan dari negeri kedamaian. Ketika
itu mereka berdua dilarang mendekati suatu pohon. Akan tetapi, keduanya
justru memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka.
Perut adalah sumber berbagai nafsu dan
tempat tumbuhnya berbagai penyakit. Nafsu makan diikuti oleh nafsu
birahi (Syahwat al-farj). Kemudian nafsu makan dan nafsu untuk menikah
dibuntuti oleh nafsu pada kedudukan dan harta. Nafsu untuk memperbanyak
harta dan kedudukan kemudian diikuti oleh berbagai bentuk kebebalan dan
kebencian. Kemudian lahir pula darinya penyakit pamer, bangga, dan
sombong. Penyakit-penyakit tersebut kemudian mengundang datangnya
kedengkian dan kebencian. Kedengkian dan kebencian kemudian menyebabkan
tindak kezaliman dan kemungkaran. Semua itu adalah buah dari kelalaian
dalam mengendalikan lambung dan mencegahnya dari kekenyangan. Seandainya
seorang hamba mau; merendahkan dirinya dengan lapar dan mempersempit
pintu-pintu masuk setan, tentu jiwanya akan patuh kepada Allah dan tidak
akan tersesat pada ambisi dunia.
Dari Yang halal pun kita harus membatasi diri tidak berlebihan apalagi dari yang haram atau remang remang..( syubhat )
Dari Yang halal pun kita harus membatasi diri tidak berlebihan apalagi dari yang haram atau remang remang..( syubhat )
Mengingat besarnya dampak dari nafsu
terhadap makanan, menjadi keharusan (bagi saya) untuk menjelaskan
berbagai| dampak buruk tersebut untuk sekadar mengingatkan dan cara-cara
menanggulanginya agar manusia tidak tertarik untuk melakukannya.j
Dengan pertolongan Allah, saya akan menjelaskan hal tersebut.
Keutamaan Lapar
At-Tirmidzi melansir sebuah hadis yang
diriwayatkan dari Miqdad| bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi
wa shahbihi wa salam pernah bersabda, “Tidak ada wadah yang diisi
penuh oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplam bagi
anak Adam beberapa suapan yang bisa menegakkan tulang punggungnya. Kalau
memang ia tidak bisa untuk tidak memenuhi perutnya, sepertiga bagian
adalah untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi
untuk napasnya.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Kenakanlah
pakaian dari wol, sisingkan lengan baju, dan makanlah hanya sampai
separuh lambung maka kalian akan masuk ke kerajaan langit.” Nabi Isa
a.s. mengatakan, “Wahai kaum Hawari semuanya. Laparkan hati kalian dan
tanggalkan pakaian kalian agar hati kalian bisa melihat Allah ‘azza wa
jalla.” Sementara itu, Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi
Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Orang mukmin makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir dengan tujuh usus.” At-Tirmidzi
dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa ada seorang
lelaki bersendawa di dalam majelis Rasulullah Shalallahu alaihi wa
aalihi wa shahbihi wa salam Lalu beliau berkata kepada lelaki itu, “Cukuplah
sendawamu. Sesungguhnya orang yang paling lama merasakan lapar pada
hari kiamat adalah orang yang paling sering kekenyangan di dunia.”
Abu Musa Al-Madini meriwayatkan dari
Hasan dari Aisyah. Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah
Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak pernah makan
kenyang. Kadang-kadang aku menangis karena kasihan melihat beliau
menahan lapar. Aku pun mengusap perutnya dengan tanganku. Aku katakan
kepada beliau, ‘Jiwaku aku korbankan untukmu seandainya engkau mau
mengambil bahagian dari dunia sekadar yang bisa menguatkan dan mencegah
dirimu dari rasa lapar.’ Lalu beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah.
Saudara-saudaraku para rasul ulul azmi, mereka bersabar menghadapi hal
yang lebih buruk daripada ini. Mereka bisa melewati keadaan itu lalu
datang ke hadirat Tuhan mereka, Tuhan pun memuliakan tempat kembali
mereka dan melimpahkan ganjaran besar kepada mereka. Karena itu, aku
merasa malu jika hidup dalam kemakmuran, yang mana hal itu akan membuat
diriku lebih rendah daripada mereka pada hari esok. Aku lebih suka
bersabar dalam beberapa hari daripada bagianku di hari esok nanti
berkurang. Tidak ada yang lebih kusukai daripada mengikuti jejak para
sahabat dan saudaraku.'” Aisyah mengatakan, “Demi Allah, kurang dari
seminggu kemudian, Allah memanggil beliau ke hadirat-Nya.” Dilansir oleh
Muslim bahwa Abu Hurairah r.a. menceritakan, “Nabi Shalallahu alaihi wa
aalihi wa shahbihi wa salam tidak pernah makan roti gandum sampai
kenyang selama tiga hari berturut-turut hingga meninggal dunia.”
Umar r.a. mengatakan, “Jauhilah oleh
kalian kekenyangan karena itu adalah beban dalam kehidupan dan baunya
busuk dalam kematian.” Syaqiq Al-Balkhi menyatakan, “Ibadah adalah suatu
pekerjaan. Kiosnya adalah menyendiri, sementara sarananya adalah
lapar.” Luqman berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku. Jika lambung
sudah penuh, pikiran menjadi tidur, hikmah tak mampu berbicara, dan
anggota badan menjadi malas untuk beribadah.”
Adalah Fath Al-Maushili, jika sakit dan
lapar sudah sangat parah menyerangnya, ia bermunajat, “Tuhanku, Engkau
menguji hamba dengan sakit dan lapar. Sebagaimana Engkau telah menguji
para kekasih-Mu. Dengan amal apakah hamba bisa mengutarakan rasa syukur
hamba atas apa yang Engkau anugerahkan kepada hamba?” Masing-masing dari
Kahmas dan Fudhail juga pernah bermunajat serupa, “Ya Tuhanku. Engkau
jadikan hamba menanggung lapar dan Engkau tinggalkan hamba dalam
gelapnya malam, tanpa lampu. Sesungguhnya hanya kepada para kekasih-Mu
Engkau melakukan hal itu. Karena kedudukan dan wasilah apakah hamba bisa
memperoleh anugerah ini dari-Mu?” Dalam Taurat dinyatakan, “Bertakwalah
kepada Allah dan jika engkau kenyang, ingatlah orang-orang yang lapar.”
Abu Sulaiman mengatakan, “Sungguh, meninggalkan satu suap dari makan
malamku (sehingga aku bisa mengerjakan shalat malam dalam keadaan lapar)
lebih aku sukai daripada mengerjakan shalat malam sampai subuh (dalam
keadaan kenyang].” Sahal bin Abdillah mengatakan, “Tidak datang pada
Hari Kiamat, suatu amal kebajikan yang lebih baik daripada meninggalkan
makan berlebihan dalam rangka meneladani perilaku makan Nabi Saw.” Ia
menambahkan, “Hikmah dan ilmu diletakkan dalam kelaparan, sedangkan
kemaksiatan dan kebodohan dalam kekenyangan.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz
Post a Comment