KONSEP YANG DIBANGUN RASULILLAH SHOLALLAHU ALAIHI WASALLAM DALAM MEMPERSATUKAN UMMAT

Ada tiga hal esensial terkait peran nabi saw. dalam membangun pilar persatuan umat Islam. Pertama, mengubah kondisi masyarakat Arab dan memanfaatkan faktor politik untuk mempersiapkan kondisi yang diinginkan. Kedua, strategi kultural untuk membuat ilustrasi “umat bersatu” dan menciptakan ruang bagi perkembangan pikiran dan pemahaman masyarakat terhadap tanggung jawab mereka. Ketiga, menerapkan solusi yang ditawarkan nabi saw. sebagai sarana untuk mewujudkan persatuan, yang mencakup solusi kebangsaan-keagamaan, solusi kesukuan, dan solusi sosial-individual.

Solusi Kebangsaan-Keagamaan

  • Menciptakan persatuan nasional dan solidaritas keimanan.
Kedatangan nabi saw. ke Madinah disertai penandatanganan beberapa perjanjian antarkelompok. Perjanjian-perjanjian ini bisa disebut sebagai salah satu bukti paling nyata perwujudan persatuan Islam di masa itu.
Perjanjian Umum Madinah: Salah satu perjanjian penting adalah kesepakatan antara nabi saw. dan kabilah-kabilah Yatsrib. Sebagian orang menilai bahwa kesepakatan ini sebagai “undang-undang dasar tertulis pertama di dunia”.
Mengukuhkan Solidaritas Keimanan: Nabi saw juga berkali-kali menegaskan pentingnya mengukuhkan solidaritas keimanan kaum muslim. Salah satu pidato nabi pasca penaklukan kota Makkah yang disampaikan di Masjidilharam: “Tiap muslim adalah saudara muslim yang lain. Kaum muslim adalah satu tangan yang berada di atas tangan yang lain.”
  • Ikatan Persaudaraan.
Ikatan sosial: Di tahun pertama kedatangan nabi saw ke Madinah, beliau mengambil salah satu langkah penting dalam memanfaatkan faktor kesatuan agama, yaitu mempersaudarakan antarsesama muslim. Nabi saw mempersaudarakan tiap seorang Muhajir dengan seorang Anshar. Namun beliau menyebut Ali sebagai saudara beliau di dunia dan akhirat dalam sabdanya, “Dia (Ali) bagian dariku dan aku bagian darinya.”
Iman kepada Allah Swt. merupakan pilar: Masyarakat yang dibentuk nabi saw. adalah suatu komunitas yang semua anggotanya memiliki ikatan persaudaraan yang berasaskan tauhid. Masyarakat tersebut diumpamakan seperti satu badan, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadis, “Perumpamaan orang-orang beriman antarsesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka yang lain akan turut merasakannya.”
Memanfaatkan tradisi sosial: Dengan persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar, maka nabi saw. telah memanfaatkan salah satu tradisi sosial masyarakat Arab, yaitu pembelaan terhadap sekutu perjanjian, guna mewujudkan umat yang bersatu. Keberhasilan Nabi saw ini tak hanya membuat takjub orang-orang seperti Abu Sufyan, tapi dampak positif dari kesetaraan yang terdapat pada ajaran Islam ini sampai mendorong setiap orang untuk lebih mementingkan saudaranya dalam kepemilikan harta.
Mendamaikan pihak yang berselisih: Mendamaikan pihak yang berseteru dan nasihat serta sikap nabi saw. terkait dengan masalah ini, juga merupakan salah satu langkah efektif beliau dalam menciptakan rasa persaudaraan.
Memaafkan kesalahan individu: Hal lain yang kita saksikan dalam peristiwa perang Uhud adalah perintah Alquran kepada nabi saw. untuk tidak mencela orang-orang yang lari dari medan perang. Bahkan, beliau diminta untuk memaafkan mereka dan bekerjasama dengan mereka, sehingga mereka tetap berada dalam barisan kaum Muslimin, “Maka maafkanlah mereka dan mintakan ampun bagi mereka serta bermusyawarahlah dengan mereka.” (QS. Al Imran:159).
Menjaga keutuhan masyarakat: Kebijaksanaan nabi saw. dalam menghancurkan Masjid Dharar bertujuan mencegah timbulnya lubang perpecahan dalam barisan masyarakat muslim. Dengan demikian, maka keutuhan masyarakat tetap terjaga.

Solusi Kesukuan

  • Melenyapkan rasisme dan fanatisme kesukuan.
Solusi lain yang ditawarkan nabi saw. untuk menciptakan persatuan umat Islam adalah menghilangkan rasisme dan diskriminasi rasial.
Menghancurkan norma-norma Jahiliyah: Perjuangan nabi saw. melawan perbudakan di masa itu semakin luas menyusul bertambahnya kekuatan politik dan sosial beliau. Gerakan ini merupakan bagian dari tuntutan keadilan sosial yang beliau serukan demi menghadapi segala bentuk penindasan di masa itu.
Norma kesetaraan keagamaan: Melalui pelbagai perintah atau nasehatnya, nabi saw. mengajari kaum muslim untuk membebaskan para budak dan beliau sendiri adalah orang yang pertama melakukan hal ini.
Pembelaan terhadap kalangan duafa: Dalam rangka menghapus fanatisme kesukuan, Nabi saw juga melakukan pembelaan terhadap kalangan duafa.
  • Peran Baitullah
Dengan mencermati beragam peristiwa dalam sejarah Islam, kita akan melihat beberapa langkah nabi saw. yang memanfaatkan sebagian kondisi dan tradisi masyarakat Arab masa itu untuk mewujudkan persatuan.

Solusi Sosial dan Individual

  • Karakteristik Moral Bangsa Arab
Nabi saw. juga memanfaatkan karakteristik moral Arab Jahiliyah dalam mewujudkan tujuan-tujuan beliau, khususnya di bidang persatuan umat Islam. Oleh karena itu, fanatisme yang tidak berdasarkan kebenaran dan norma agama, serta hanya berporos pada kesukuan dan ras, tidak akan diterima oleh agama dan Nabi saw, “Tidak termasuk golongan kami orang yang menyeru kepada fanatisme.”
  • Norma-norma Akhlak
Nabi saw. menyebut kesempurnaan akhlak manusia sebagai salah satu tujuan risalahnya, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Karena itu, salah satu cara yang beliau lakukan dalam mewujudkan persatuan Islam adalah menunjukkan perilaku dan akhlak yang terpuji, karena, “Sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).
Sikap simpatik: Kelembutan perangai nabi saw. adalah salah satu sarana terpenting dalam mewujudkan persatuan dan memadamkan perselisihan serta menarik hati manusia, “Dengan rahmat Allah, engkau bersikap lembut terhadap mereka. Jika engkau orang yang kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan menjauh dari sekelilingmu.” (QS. Al Imran: 159).
Hubungan kekerabatan: Terkait adab-adab khas nabi saw, kita bisa menyinggung tentang hikmah hubungan kekerabatan beliau. Tidak diragukan bahwa adanya tatanan kesukuan yang berlaku di masa itu mempengaruhi terwujudnya keakraban, hubungan mesra antara kabilah dan persatuan antara lapisan masyarakat. Hubungan kesukuan ini bisa disebut sebagai pengganti perjanjian-perjanjian konstitusional yang bersifat resmi.

Umat Islam dan Persatuan

Persatuan adalah prinsip kehidupan dan penjamin keabadian suatu ideologi. Para nabi diperintahkan untuk menghidupkan rahmat Ilahi di dunia: Rahmat Ilahi senantiasa bersama dengan nabi saw, “Taatilah Allah dan Rasul supaya kalian dirahmati” (QS. Al Imran: 132). Umat manusia berkumpul di sekeliling Nabi terakhir ini, “Muhammad bukanlah ayah salah satu dari kalian, tapi dia adalah utusan Allah dan nabi terakhir” (QS. Al-Ahzab: 40). Beliau juga merupakan mata air kasih sayang Ilahi, “Dengan rahmat Allahlah, maka engkau bersikap lembut kepada mereka” (QS. Al Imran: 159).
Oleh karena itu, maka umatnya adalah umat terbaik yang dipilih untuk menjadi pengikutnya. Tiada keraguan bahwa umat Muhammad saw. mengemban tugas menyebarkan dakwah beliau ke seantero dunia, sebab, “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia” (QS. Ali Imran: 110). Mereka adalah umat pilihan Allah dan selain mereka adalah orang-orang yang merugi, “Siapa pun yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk golongan yang merugi.” (QS. Al Imran: 85).
Marilah kita berharap tibanya hari dimana persatuan Islam akan menyatukan umat, sehingga seruannya akan sama seperti seruan Allah, “Dan Allah menyeru kepada darus salam dan membimbing siapa pun yang Ia kehendaki ke jalan lurus.” (QS. Yunus: 25). Inilah cakrawala cemerlang yang telah diilustrasikan oleh nabi saw. bagi umatnya, sehingga firman Tuhan ini relevan bagi mereka, “Berbahagialah engkau wahai Muhammad dan umatmu.”
Persatuan umat dianggap sejajar dengan inti tegaknya agama, yaitu takwa dan penghambaan, “Sesungguhnya umat kalian ini adalah satu umat dan Aku adalah Tuhan kalian, maka sembahlah Aku” (QS. Al-Anbiya`: 92). Di sisi lain, penegakan agama yang benar berkaitan erat dengan persatuan, “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. As-Syura: 13).
Jelas bahwa memenuhi seruan Nabi saw untuk bersatu adalah sebuah upaya untuk menjamin kehidupan abadi umatnya, “Wahai orang-orang yang beriman, jawablah seruan Allah dan Rasul ketika mengajak kalian kepada hal yang menghidupkan kalian.” (QS. Al-Anfal: 24). Ini adalah perintah tegas dari Allah bahwa, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul, serta jangan gugurkan amal kalian” (QS. Muhammad:33). Ini adalah perintah yang bila ditentang maka akan menyebabkan kebinasaan, “Dan siapa pun yang membangkang terhadap Allah dan rasul-Nya, berarti dia telah tersesat dalam kesesatan nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Dengan demikian, persatuan umat adalah jalan menuju kemenangan, “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dan agama yang benar untuk memenangkannya di atas semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath: 26).
Guna mewujudkan persatuan umat, yang diperlukan adalah adanya tekad kolektif dan kesabaran, “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah bantuan melalui kesabaran dan shalat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang penyabar” (QS. Al-Baqarah: 153); “Bersabarlah, sesungguhnya janji Allah itu benar.” (QS. Ar-Rum: 60).

Kesimpulan

Persatuan umat selalu menjadi salah satu idealisme ajaran para nabi. Oleh karena itu, salah satu poros utama dalam dakwah Nabi saw. adalah menebar benih-benih persatuan. Bila kita menganalisa pelbagai peristiwa dalam sejarah Islam maka kita dapat menyimpulkan bahwa demi menegakkan persatuan, selain memanfaatkan pendekatan politis dan kultural, nabi saw juga menggunakan beberapa metode tertentu. Dengan memerhatikan kondisi sosial yang ada di tengah masyarakat, metode-metode alternatif ini mampu mengarahkan umat menuju persatuan.
Perjanjian Madinah adalah jalan terbaik dalam menciptakan persatuan dan solidaritas keagamaan. Memanfaatkan solusi kebangsaan-keagamaan hanya bisa menjamin tegaknya pondasi sosial masyarakat. Karena itu, dibutuhkan solusi lain yang berupa gerakan melawan fanatisme kesukuan dan rasisme untuk menciptakan persatuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Nabi saw pun memanfaatkan pendekatan karakteristik moral-sosial dalam rangka mewujudkan persatuan.
Dengan demikian, salah satu metode efektif untuk mengukuhkan persatuan di tengah umat Islam adalah mengarahkan masyarakat guna menerapkan tiga metode di atas, yaitu: solusi kebangsaan-keagamaan, kesukuan, dan sosial-individual.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.