BERHALA ITU BERNAMA SUMUM...
" Berhala Bernama Sumum,... "
Syaikh Hasan Farhan al-Maliki, mantan ulama wahabi yang paling disegani, ahli ilmu hadis ternama di Saudi Arabia pernah menulis sebuah buku yang cukup kontroversial.
Judulnya Husnul Ijabah fi Aqidah al-Imsak ‘amma Syajara Bainas Sahabah.
Buku itu mengkritik sebuah doktrin yang cukup mengakar di kalangan kaum muslimin yang dikenal dengan doktrin Majara Bainas Sahabati Naskutu.
Inti doktrin ini adalah orang Islam harus diam membisu atas apapun yang terjadi pada zaman sahabat dan tabi’in bahkan pada zaman berikutnya, tabi’ at-tabi’in. Artinya tiga generasi Islam awal yang berusia sekitar 100 tahun YAKINI saja sebagai generasi emas, generasi penghuni syurga, generasi malaekat, generasi yang tidak punya dosa.
Walau di saat itu mereka perang antara sesama, Perang Jamal, Siffin, Nahrawan, Waqi’atul Hurrah, Waqi’atut Taf, Karbala, Zubairiyyun, Tawwabun dan sederetan perang lain yang memakan ribuan korban yang tewas dan gugur.
Penguasa yang zalim di saat itu YAKINI saja sebagai khalifah Allah yang suci, yang semua tindakannya benar dan mendapat restu Allah. Walau Muawiyah yang berkuasa dari tahun 40 H sd 60 H telah membunuh sahabat-sahabat yang mulia seperti Ammar bin Yasir, Hujur bin ‘Adi, Muhammad bin Abubakar (khalifah pertama), Muhammad Hanafiah dan ratusan sahabat lainnya.
Putranya Yazid yang berkuasa dari tahun 60 H sd 64 H telah membunuh Imam Husain, (cucu Nabi saw yang disabdakannya sebagai penghulu pemuda syurga) di padang sahara Karbala dengan cara yang paling sadis yang pernah diketahui oleh manusia; menyerang kota Madinah pada tahun 63 H dan membunuh lebih dari 800 para hafiz al-Quran dan puluhan sahabat yang sudah tua-tua dan memperkosa lebih dari seribu wanita-wanita Madinah yang mulia; pada tahun 64 H menyerang kota Mekah dalam rangka memburu Abdullah bin Zubair dan tidak takut-takut membakar Ka’bah tempat Abdullah bin Zubair bersembunyi.
Sederetan tragedi memilukan yang terjadi selama tiga generasi itu anggap saja cerita dongeng yang sudah kadaluarsa. Tidak perlu kita baca, atau berkisah tentangnya di minbar, ruang kuliah atau publik. Apalagi mau bersikap kritis dan mengambil pelajaran darinya.
Menurut doktrin itu orang Islam harus diam saja, bisu saja, pura-pura lupa saja. Doktrin itu ditanamkan oleh Bani Umayyah sepanjang kekuasaannya, kemudian dilanjutkan oleh para loyalisnya hingga kini sehingga lama kelamaan doktrin itu menjadi “akidah” atau prinsip iman yang harus diyakini.
Mengkritik doktrin itu akan berakibat fatal, baik secara sosial maupun teologis. Orang yang mengkaji secara kritis prilaku-prilaku Muawiyah dan sahabat-sahabat yang sewarna dengannya akan dicap kafir, sesat dan zindiq. Lama kelamaan doktrin tersebut menjelma menjadi berhala. Ia menjadi kebenaran mutlak. Ia menjadi kriteria iman yang memilah siapa yang mukmin dan siapa yang kafir atau munafik.
Saudi menanamkan doktrin yang sama dalam tubuh sebagian umat Islam. Selangkah lebih maju, Saudi melarang siapapun, terutama kaum muslimin untuk diam seribu bahasa atas kejahatan atau dosa apapun yang mereka lakukan. Umat Islam wajib membisu atas kejahatan-kejahatan yang raja-raja dan amir-amir Saudi lakukan. Walau Hillary Clinton menyampaikan dokumen penting di depan sidang para senator Amerika bahwa AlQaedah adalah ciptaan Amerika yang berkolaborasi dengan Saudi, umat Islam harus berlagak ga dengar, cuek, jangan percaya, diam dan membisu saja. Walau Donald Trump di saat kampanyenya bilang bahwa ISIS adalah ciptaan Obama yang didanai oleh Saudi dan Qatar, umat Islam jangan mengulang-ulang itu dan membisu saja. Sebab penguasa Saudi adalah khadimul haramain. Walau raja Salman masuk ke masjid Istiqlal tanpa membuka alas kakinya, pungkir pada janjinya untuk membayar diyat korban Mina dan crane yang jatuh, membayar upeti kepada amerika lebih dari 400 miliar dolar, berkolaborasi dengan Israel mengebom rakyat Yaman, mendanai ISIS milyaran dolar untuk meluluhlantahkan Syria dan Irak, walau semua kejahatan kemanusian itu dilakukan Saudi, umat Islam harus diam dan membisu.
Walau dunia melaporkan bahwa penjagal-penjagal di Syria dan Mosul adalah pengikut setia salafi wahabi; pelaku-pelaku bom bunuh diri di Syria, Irak, Libia, Jakarta, Paris, London dan sebagainya adalah loyalis salafi wahabi saudi, walau semua kriminalitas itu dilaporkan adalah produk akidah salafi wahabi tapi umat Islam harus membisu. Tidak boleh menunjukkan telunjuknya bahw itu adalah produk salafi wahabi dan dibensini oleh dana saudi.
Muawiyah berhasil membangun doktrin majara bainas sahabati naskutu dengan maksud untuk menutupi semua kebejatan yang dilakukannya, untuk membungkam suara-suara kritis para pejuang kemanusiaan dan melanggengkan kekuasaannya. Kini keturunan Muawiyah, kerajaan Saudi Arabia melakukan hal yang sama. Mereka membangun doktrin Khadimul Haramain, bahwa raja-raja dan amir-amir Saudi itu adalah pelayan Mekah dan Madinah. Dengan status itu mereka pasti benar, suci dan syar’i. Walau mereka membunuh puluhan ribu rakyat Yaman, Syria, Libia, Irak dan sebagainya
Berhala itu tidak berwujud sebuah entitas. Ia dipatri dalam mental putra-putra Islam. Ia dicitrakan sebagai iman yang sejati. Nama berhala itu adalah sumum, pekak dan bisu. Summum Bukmun ‘Umyum fahum la ya’qilun. Sebagian dari bangsa kita mengidap dan menyembah berhala itu. Sebagian dengan sadar dan sebagian besarnya tanpa sadar.
Ulama dan pemikir terkenal sekaligus kontroversial Arab Saudi Syekh Hasan Farhan al-Maliki mengutuk keganasan para ekstrimis Salafi/Wahabi di Irak serta mengecam sikap pemerintah Riyadh dan televisi Saudi yang dinilainya cenderung mempromosikan terorisme.
“Mereka memperagakan aksi kaum Khawarij di masa lampau, sedangkan Departemen Penerangan bersikap aneh,” tulis al-Maliki pada website pribadinya yang juga menyediakan tautan pengunduhan video yang merekam adegan mengerikan para teroris Wahhabi di jalanan Irak. Tautan itu diberi judul “Pembantaian Salafi Terhadap Warga Syiah Irak” (klik di sini untuk melihat).
Video itu rupanya membuat al-Maliki geram dan lantas melontarkan kecaman. Dalam video berdurasi 4 menit 4 detik terekam jelas beberapa orang bersenjata dalam sebuah mobil mengejar dan menembaki setiap mobil yang ada di sekitarnya. Video itu diambil oleh seseorang yang berada di sebelah rekannya yang mengarahkan moncong senapan otomatis laras panjang ke luar jendela mobil.
Tidak puas dengan menembak dari jarak beberapa meter, mereka turun dari mobil mendekati mobil-mobil yang terhenti akibat muntahan peluru. Di situ mereka menembaki lagi para korban di depan kamera dari jarak dekat hingga dipastikan tewas bersimbah darah. Satu pria pengendara berusaha kabur dari dalam mobil, namun dikejar dan ditembaki hingga terjatuh setelah bagian kakinya diterjang peluru. Dalam kondisi tak berdaya, punggung korban diberondong peluru dari jarak sekitar setengah meter.
Tidak berhenti di situ, mereka juga memburu para pejalan kaki. Terlihat mereka menembak dua warga yang sedang berjalan di atas trotoar. Satu orang langsung tersungkur sementara yang lain masih sempat lari. Korban yang sudah tersungkur kemudian masih ditembaki lagi dari jarak beberapa meter dari dalam mobil penyerang yang berjalan pelan hingga korban tak berkutik.
“Ya Allah, “ tulis al-Miliki, “aku berlepas tangan kepadamu dari ulah mereka, dari kebungkaman orang yang mendukung mereka, memberikan fatwa untuk mereka, dan memotivasi mereka.”
Al-Maliki yang mengaku bermazhab Hanbali itu memuat contoh tayangan-tayangan televisi Saudi yang memberikan motivasi kepada para teroris Wahabi.
Pemikir dan penulis muda lulusan Universitas Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, itu mengaku sudah mengingatkan Departemen Penerangan Arab Saudi supaya menjadikan video itu sebagai tolok ukur untuk menilai para teroris dan televisi-televisi Saudi yang cenderung memotivasi dan menyoraki aksi-aksi mereka. Namun, lanjut al-Maliki, pihak Departemen Penerangan hanya merespon dengan pernyataan “mereka itu hantu”, yakni mereka tidak terlihat dan tidak jelas berada di mana.
“Demi Allah,” ungkap al-Maliki, “ini aneh, bukankah mereka ada setiap hari di chanel-channel televisi? Apakah mereka juga akan dianggap hantu seandainya mereka mengafirkan pemerintah Saudi?”
Al-Maliki lantas mengingatkan bahwa Saudi tidak patut mengaku berperang melawan teroris karena kenyataannya justru puas dan bergembira menyaksikan adegan kejam seperti itu, yang menurutnya terjadi bukan hanya di Irak, melainkan juga Suriah dan Yaman.
Syekh Hasan Farhan al-Maliki adalah ulama, cendikiawan dan penulis produktif yang kontroversial di tengah masyarakat Arab Saudi dan bahkan Timur Tengah secara umum. Pasalnya, walaupun dia mengaku sebagai Wahabi moderat namun banyak mengritik pendapat-pendapat Muhammad bin Abdul Wahab dan Ibnu Taimiyyah serta meyakini bahwa para ekstrimis Wahabi yang gampang sekali menghalalkan darah non-Wahabi sebagai bahaya bagi Islam dan umat Islam.
Sebagian kalangan Wahabi menganggapnya telah berpindah ke mazhab Syiah karena banyak pendapatnya yang lunak dan bahkan sejalan dengan Syiah. Beberapa fotonya yang berdampingan dengan para ulama Syiah juga dijadikan alasan bahwa kolumnis produktif di berbagai media Arab itu telah bermazhab Syiah.
Syaikh Hasan Farhan al-Maliki, mantan ulama wahabi yang paling disegani, ahli ilmu hadis ternama di Saudi Arabia pernah menulis sebuah buku yang cukup kontroversial.
Judulnya Husnul Ijabah fi Aqidah al-Imsak ‘amma Syajara Bainas Sahabah.
Buku itu mengkritik sebuah doktrin yang cukup mengakar di kalangan kaum muslimin yang dikenal dengan doktrin Majara Bainas Sahabati Naskutu.
Inti doktrin ini adalah orang Islam harus diam membisu atas apapun yang terjadi pada zaman sahabat dan tabi’in bahkan pada zaman berikutnya, tabi’ at-tabi’in. Artinya tiga generasi Islam awal yang berusia sekitar 100 tahun YAKINI saja sebagai generasi emas, generasi penghuni syurga, generasi malaekat, generasi yang tidak punya dosa.
Walau di saat itu mereka perang antara sesama, Perang Jamal, Siffin, Nahrawan, Waqi’atul Hurrah, Waqi’atut Taf, Karbala, Zubairiyyun, Tawwabun dan sederetan perang lain yang memakan ribuan korban yang tewas dan gugur.
Penguasa yang zalim di saat itu YAKINI saja sebagai khalifah Allah yang suci, yang semua tindakannya benar dan mendapat restu Allah. Walau Muawiyah yang berkuasa dari tahun 40 H sd 60 H telah membunuh sahabat-sahabat yang mulia seperti Ammar bin Yasir, Hujur bin ‘Adi, Muhammad bin Abubakar (khalifah pertama), Muhammad Hanafiah dan ratusan sahabat lainnya.
Putranya Yazid yang berkuasa dari tahun 60 H sd 64 H telah membunuh Imam Husain, (cucu Nabi saw yang disabdakannya sebagai penghulu pemuda syurga) di padang sahara Karbala dengan cara yang paling sadis yang pernah diketahui oleh manusia; menyerang kota Madinah pada tahun 63 H dan membunuh lebih dari 800 para hafiz al-Quran dan puluhan sahabat yang sudah tua-tua dan memperkosa lebih dari seribu wanita-wanita Madinah yang mulia; pada tahun 64 H menyerang kota Mekah dalam rangka memburu Abdullah bin Zubair dan tidak takut-takut membakar Ka’bah tempat Abdullah bin Zubair bersembunyi.
Sederetan tragedi memilukan yang terjadi selama tiga generasi itu anggap saja cerita dongeng yang sudah kadaluarsa. Tidak perlu kita baca, atau berkisah tentangnya di minbar, ruang kuliah atau publik. Apalagi mau bersikap kritis dan mengambil pelajaran darinya.
Menurut doktrin itu orang Islam harus diam saja, bisu saja, pura-pura lupa saja. Doktrin itu ditanamkan oleh Bani Umayyah sepanjang kekuasaannya, kemudian dilanjutkan oleh para loyalisnya hingga kini sehingga lama kelamaan doktrin itu menjadi “akidah” atau prinsip iman yang harus diyakini.
Mengkritik doktrin itu akan berakibat fatal, baik secara sosial maupun teologis. Orang yang mengkaji secara kritis prilaku-prilaku Muawiyah dan sahabat-sahabat yang sewarna dengannya akan dicap kafir, sesat dan zindiq. Lama kelamaan doktrin tersebut menjelma menjadi berhala. Ia menjadi kebenaran mutlak. Ia menjadi kriteria iman yang memilah siapa yang mukmin dan siapa yang kafir atau munafik.
Saudi menanamkan doktrin yang sama dalam tubuh sebagian umat Islam. Selangkah lebih maju, Saudi melarang siapapun, terutama kaum muslimin untuk diam seribu bahasa atas kejahatan atau dosa apapun yang mereka lakukan. Umat Islam wajib membisu atas kejahatan-kejahatan yang raja-raja dan amir-amir Saudi lakukan. Walau Hillary Clinton menyampaikan dokumen penting di depan sidang para senator Amerika bahwa AlQaedah adalah ciptaan Amerika yang berkolaborasi dengan Saudi, umat Islam harus berlagak ga dengar, cuek, jangan percaya, diam dan membisu saja. Walau Donald Trump di saat kampanyenya bilang bahwa ISIS adalah ciptaan Obama yang didanai oleh Saudi dan Qatar, umat Islam jangan mengulang-ulang itu dan membisu saja. Sebab penguasa Saudi adalah khadimul haramain. Walau raja Salman masuk ke masjid Istiqlal tanpa membuka alas kakinya, pungkir pada janjinya untuk membayar diyat korban Mina dan crane yang jatuh, membayar upeti kepada amerika lebih dari 400 miliar dolar, berkolaborasi dengan Israel mengebom rakyat Yaman, mendanai ISIS milyaran dolar untuk meluluhlantahkan Syria dan Irak, walau semua kejahatan kemanusian itu dilakukan Saudi, umat Islam harus diam dan membisu.
Walau dunia melaporkan bahwa penjagal-penjagal di Syria dan Mosul adalah pengikut setia salafi wahabi; pelaku-pelaku bom bunuh diri di Syria, Irak, Libia, Jakarta, Paris, London dan sebagainya adalah loyalis salafi wahabi saudi, walau semua kriminalitas itu dilaporkan adalah produk akidah salafi wahabi tapi umat Islam harus membisu. Tidak boleh menunjukkan telunjuknya bahw itu adalah produk salafi wahabi dan dibensini oleh dana saudi.
Muawiyah berhasil membangun doktrin majara bainas sahabati naskutu dengan maksud untuk menutupi semua kebejatan yang dilakukannya, untuk membungkam suara-suara kritis para pejuang kemanusiaan dan melanggengkan kekuasaannya. Kini keturunan Muawiyah, kerajaan Saudi Arabia melakukan hal yang sama. Mereka membangun doktrin Khadimul Haramain, bahwa raja-raja dan amir-amir Saudi itu adalah pelayan Mekah dan Madinah. Dengan status itu mereka pasti benar, suci dan syar’i. Walau mereka membunuh puluhan ribu rakyat Yaman, Syria, Libia, Irak dan sebagainya
Berhala itu tidak berwujud sebuah entitas. Ia dipatri dalam mental putra-putra Islam. Ia dicitrakan sebagai iman yang sejati. Nama berhala itu adalah sumum, pekak dan bisu. Summum Bukmun ‘Umyum fahum la ya’qilun. Sebagian dari bangsa kita mengidap dan menyembah berhala itu. Sebagian dengan sadar dan sebagian besarnya tanpa sadar.
Ulama dan pemikir terkenal sekaligus kontroversial Arab Saudi Syekh Hasan Farhan al-Maliki mengutuk keganasan para ekstrimis Salafi/Wahabi di Irak serta mengecam sikap pemerintah Riyadh dan televisi Saudi yang dinilainya cenderung mempromosikan terorisme.
“Mereka memperagakan aksi kaum Khawarij di masa lampau, sedangkan Departemen Penerangan bersikap aneh,” tulis al-Maliki pada website pribadinya yang juga menyediakan tautan pengunduhan video yang merekam adegan mengerikan para teroris Wahhabi di jalanan Irak. Tautan itu diberi judul “Pembantaian Salafi Terhadap Warga Syiah Irak” (klik di sini untuk melihat).
Video itu rupanya membuat al-Maliki geram dan lantas melontarkan kecaman. Dalam video berdurasi 4 menit 4 detik terekam jelas beberapa orang bersenjata dalam sebuah mobil mengejar dan menembaki setiap mobil yang ada di sekitarnya. Video itu diambil oleh seseorang yang berada di sebelah rekannya yang mengarahkan moncong senapan otomatis laras panjang ke luar jendela mobil.
Tidak puas dengan menembak dari jarak beberapa meter, mereka turun dari mobil mendekati mobil-mobil yang terhenti akibat muntahan peluru. Di situ mereka menembaki lagi para korban di depan kamera dari jarak dekat hingga dipastikan tewas bersimbah darah. Satu pria pengendara berusaha kabur dari dalam mobil, namun dikejar dan ditembaki hingga terjatuh setelah bagian kakinya diterjang peluru. Dalam kondisi tak berdaya, punggung korban diberondong peluru dari jarak sekitar setengah meter.
Tidak berhenti di situ, mereka juga memburu para pejalan kaki. Terlihat mereka menembak dua warga yang sedang berjalan di atas trotoar. Satu orang langsung tersungkur sementara yang lain masih sempat lari. Korban yang sudah tersungkur kemudian masih ditembaki lagi dari jarak beberapa meter dari dalam mobil penyerang yang berjalan pelan hingga korban tak berkutik.
“Ya Allah, “ tulis al-Miliki, “aku berlepas tangan kepadamu dari ulah mereka, dari kebungkaman orang yang mendukung mereka, memberikan fatwa untuk mereka, dan memotivasi mereka.”
Al-Maliki yang mengaku bermazhab Hanbali itu memuat contoh tayangan-tayangan televisi Saudi yang memberikan motivasi kepada para teroris Wahabi.
Pemikir dan penulis muda lulusan Universitas Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, itu mengaku sudah mengingatkan Departemen Penerangan Arab Saudi supaya menjadikan video itu sebagai tolok ukur untuk menilai para teroris dan televisi-televisi Saudi yang cenderung memotivasi dan menyoraki aksi-aksi mereka. Namun, lanjut al-Maliki, pihak Departemen Penerangan hanya merespon dengan pernyataan “mereka itu hantu”, yakni mereka tidak terlihat dan tidak jelas berada di mana.
“Demi Allah,” ungkap al-Maliki, “ini aneh, bukankah mereka ada setiap hari di chanel-channel televisi? Apakah mereka juga akan dianggap hantu seandainya mereka mengafirkan pemerintah Saudi?”
Al-Maliki lantas mengingatkan bahwa Saudi tidak patut mengaku berperang melawan teroris karena kenyataannya justru puas dan bergembira menyaksikan adegan kejam seperti itu, yang menurutnya terjadi bukan hanya di Irak, melainkan juga Suriah dan Yaman.
Syekh Hasan Farhan al-Maliki adalah ulama, cendikiawan dan penulis produktif yang kontroversial di tengah masyarakat Arab Saudi dan bahkan Timur Tengah secara umum. Pasalnya, walaupun dia mengaku sebagai Wahabi moderat namun banyak mengritik pendapat-pendapat Muhammad bin Abdul Wahab dan Ibnu Taimiyyah serta meyakini bahwa para ekstrimis Wahabi yang gampang sekali menghalalkan darah non-Wahabi sebagai bahaya bagi Islam dan umat Islam.
Sebagian kalangan Wahabi menganggapnya telah berpindah ke mazhab Syiah karena banyak pendapatnya yang lunak dan bahkan sejalan dengan Syiah. Beberapa fotonya yang berdampingan dengan para ulama Syiah juga dijadikan alasan bahwa kolumnis produktif di berbagai media Arab itu telah bermazhab Syiah.
Post a Comment