PNS ANTI PANCASILA PENGIKUT SEKTE WAHABI MENGANGGAP HUKUM PEMERINTAHAN THOGUT MENJAMUR

PNS digaji negera karena mereka sudah terikat kontrak dengan negara untuk setia dan melayani masyararakat. Maka wajar saja ketika CPNS dilantik menjadi PNS, mereka disumpah untuk setiap kepada Pancasila, Undang-undang Dasar RI tahun 1945, dan NKRI. 

Bahkan sebelumnya, untuk lolos seleksi dan pemberkasan untuk proses penerbitan CPNS, setiap peserta  wajib mengisi Daftar Riwayat Hidup (DRH) ditandatangani di atas materi Rp 6.000,- yang didalamya juga menyatakan setia kepada Pancasila, Undang-undang Dasar RI 1945 dan NKRI. Tidak cukup sampai disitu para CPNS masih diharuskan mengikuti diklat Prajabatan, diklat yang penuh dengan kegiatan penggemblengan untuk setia kepada Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Tapi sebuah fakta mengejutkan diugkap oleh Lembaga survei Alvara Strategi Indonesia. Dilansir dari Liputan.com, lembaga survey itu  menyebut, masih ada sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tak percaya bahwa Pancasila sebagai ideologi tepat bagi Indonesia. Hal ini terungkap dalam penelitiannya yang dilakukan 10 September sampai 5 Oktober 2017 di 6 kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.
“Sebanyak 19,4% menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila dan lebih percaya dengan ideologi Islam, sedangkan sebanyak 80,6% PNS percaya dengan ideologi Pancasila,” ucap CEO Alvara Hasanuddin Ali di Hotel Sari PAN Pacific, Jakarta, Senin (23/10/2017).
Untuk tingkat swasta sebanyak 18,1% yang tidak setuju, sementara setuju sebesar 81,9%. Sedangkan di tingkat pegawai BUMN, 9,1% tidak setuju dan 90,9% setuju Pancasila sebagai ideologi,”
Bukan hanya itu, dia menuturkan masih ada PNS yang juga sepakat dengan model khilafah sebagai bentuk ideal Indonesia ketimbang memilih NKRI.
“Sebanyak 22,2% setuju dengan konsep khilafah dan 77,8% PNS tidak setuju dengan konsep itu dan tetap memilih NKRI. Untuk swasta, 17% yang setuju dan tidak setuju 83%. Di kalangan BUMN, 10,3% setuju dan 89,7% tidak setuju,” tutur Ali.
Meski terlihat sedikit, dia menuturkan potensi radikalisme dan intoleransi terjadi, baik di kalangan PNS, swasta, BUMN, profesional bisa saja terjadi. Karenanya, perlu ada antisipasi khusus.
“Aparatur negara dan kelompok pekerja di BUMN juga mulai terpapar ajaran-ajaran intoleransi. Di kalangan profesional juga masuk melalui kajian-kajian keagamaan yang dilakukan di tempat kerja,” jelas Ali.
Ormas Islam Beri Pencerahan
Karena itu, dia mendorong ormas-ormas moderat seperti Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah harus segera memperkuat kehadirannya di kalangan terdidik dan kelas menengah muslim.
“Pemerintah perlu melakukan deteksi lebih dini terhadap setiap aparatur negara untuk memastikan mereka masih ‘merah putih’ (Indonesia). Kantor-kantor pemerintah dan BUMN perlu menjalin kerja sama yang intensif dengan ormas-ormas moderat, dan juga Kementerian Agama untuk memastikan ustaz dan penceramah yang dihadirkan berasal dari kelompok moderat,” ungkap Ali.
Adapun survei ini mengambil 1.200 responden dengan kalangan PNS, swasta/profesional dan di BUMN, dengan rentan usia 25-40 tahun. Untuk pengampilan sampel menggunakan wawancara tatap muka, dengan margin of error 2,8%.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.