PANDUAN PRAKTIS MENGHADAPI PROPAGANDA KAUM WAHABI & SALAFI
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa sebagian kalangan
yang berpaham Wahabi & Salafi memiliki mulut usil karena sering
mempermasalahkan kebiasaan masyarakat Islam di mana saja, menyangkut:
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., ziarah kubur, qunut shubuh,
tahlilan, ratiban, menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah
meninggal, do’a berjama’ah, zikir keras berjama’ah, bersalaman sesudah
shalat, tawassul, dan lain sebagainya. Hal itu mereka lakukan dalam
rangka menyebarkan pengaruh dan paham di masyarakat yang mereka sering
anggap “tersesat” atau “musyrik” dengan sebab melakukan
kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Dalam hal ini, mereka bersikap seperti
seorang da’i yang ingin mengembalikan masyarakat yang tersesat kepada
jalan agama yang benar (menurut mereka), walaupun anehnya, yang sering
mereka dakwahi adalah orang-orang awam yang tidak mengerti. Padahal,
mereka seharusnya memprioritaskan kalangan orang alim yang lebih patut
“dikasihani” dan didakwahi karena sudah terjerumus sangat jauh dalam
“keyakinan sesat”. Ternyata, itu tidak berani mereka lakukan, tentunya
karena mempengaruhi orang awam jauh lebih mudah daripada orang alim.
Berarti dakwah mereka tidak bisa disebut “mengembalikan orang sesat
kepada jalan yang benar”, tetapi lebih tepat disebut “merekrut pengikut
dengan memanfaatkan keawaman dan ketidakmengertian orang.”
Ya, Serigala hanya menyerang kambing gembala yang
terpisah dari rombongan! Ia tidak akan mendekati kambing-kambing yang
sedang diawasi oleh penggembalanya, apalagi menyerang penggembala yang
sedang memegang senapan. Karena itu, bila keusilan ini terjadi, maka
lakukanlah langkah-langkah berikut ini secara berurutan:
1. Hindari Pembahasan Agama Dengan Orang Wahabi & Salafi
Langkah ini ditujukan untuk menghindari perdebatan
yang dapat memancing emosi yang bisa berakibat percekcokan dan rusaknya
silaturrahmi. Sebab, tidak jarang mereka yang usil ini masih memiliki
hubungan keluarga, nasab, atau kekerabatan dengan anda. Menjaga hubungan
baik jauh lebih utama dari pada mendengarkan penjelasan atau dakwah
yang berpotensi merusak hubungan baik itu.
Misalnya, ketika ia mulai berkata, “Dalam beragama, kita harus sesuai dengan al-Qur’an dan hadis-hadis yang shahih”, atau “Tahlilan dan Maulid tidak diperintahkan di dalam agama dan tidak ada dasar atau dalilnya”, atau “Semua amalan di dalam agama harus ada dasar/dalilnya dari al-Qur’an atau hadis”, atau “Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah-tambah”, atau “Kalau ada waktu, saya harap anda hadir di pengajian rutin di tempat saya”, dan lain sebagainya.
Maka jawablah dengan kalimat penghindaran atau pengalihan topik pembicaraan seperti:
“Maaf, saya tidak begitu tahu soal dalil atau dasar. Saya Cuma
mengikuti apa yang diajarkan oleh para orang tua, para guru, dan para
ulama. Dan saya yakin mereka punya alasan atau dalil yang kuat.”
“Maaf, saya sedang tidak ingin membahas masalah agama. Jadi kita bahas masalah lain saja.”
“Sudahlah, tentang pengamalan agama, masing-masing kita punya alasan. Lebih baik kita bicarakan peluang bisnis apa yang bisa kita garap.”
“Sayang sekali, saya tidak bisa menyempatkan diri untuk hadir di pengajian anda. Lagipula, pengajian kan bukan di tempat anda saja.”
“Maaf, saya sudah punya jadwal pengajian sendiri.”
“Maaf, saya harus pergi karena ada urusan.” (ini apabila dia terus memaksa anda untuk membahas agama).
2.Pinjamkan Buku-Buku yang Ditulis Ulama yang Membahas Persoalan Tersebut
Biasanya, sikap seseorang membenci suatu perkara
adalah akibat dari ketidaktahuannya tentang alasan-alasan yang ada di
balik perkara tersebut. Jadi, bila mereka tidak berhenti mengajak anda
untuk membahas masalah Maulid, tahlilan, atau yang lainnya, maka
pinjamkanlah kepadanya buku-buku yang anda punya yang membahas tentang
hal-hal tersebut secara detail (tentunya anda harus punya, dan pernah
membacanya). Suruhlah ia membacanya dengan pikiran terbuka, bukan dengan
pandangan sinis. Dengan begitu anda telah memberinya jawaban tanpa
harus berdebat dengannya. (Di antara buku yang sangat gamblang membahas
hal-hal tersebut yang harus anda miliki adalah “I’tiqad Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah”dan “40 Masalah Agama” yang ditulis oleh KH. Siradjuddin Abbas, juga buku “Kupas Tuntas Ibadah-ibadah Diperselisihkan” yang ditulis oleh Syekh Ali Jum’ah seorang Mufti di Mesir). Dan ingat, jangan baca buku-buku Wahabi & Salafi tanpa didampingi oleh orang alim.
3. Ajak Orang Wahabi & Salafi Itu Kepada Guru, Ustadz, Kiyai, atau Habib
Bila keusilan itu berlanjut di berbagai kesempatan
atau pertemuan di kemudian hari, dan orang usil itu terus-menerus
berupaya mempengaruhi atau membuka peluang perdebatan tentang urusan
agama, maka ajaklah dia untuk membahasnya bersama guru atau ustadz anda,
atau orang alim yang anda kenal. Dan jangan biarkan dia yang membawa
anda kepada gurunya, sebab dengan begitu anda dikhawatirkan terkena
pengaruh buruknya.
Misalnya, dalam kesempatan-kesempatan lain orang usil ini mengajak anda untuk kembali membahas urusan agama, maka katakanlah:
“Untuk lebih jelas, mari kita bahas masalah ini bersama guru/ustadz saya.”
“Sebaiknya kita bahas masalah itu di rumah atau di majlis pengajian guru saya.”
“Ustadz saya lebih mengerti tentang itu, kalau anda mau, saya antar anda untuk menemuinya.”
Dalil sikap ini adalah firman Allah dalam surat An-Nahl : 43:
“… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
4. Tunjukkan Penolakan yang Tegas
Bila ternyata, langkah 1-3 tidak berhasil, maka tunjukkan penolakan yang tegas kepada orang usil itu dengan mengatakan:
“Kalau anda ingin hubungan kita tetap baik, tolong berhenti membahas agama dengan saya.”
“Saya tidak suka anda membahas keyakinan saya. Cukuplah sampai di sini, jangan anda lanjutkan.”
“Saya berhak melakukan apa yang saya yakini, tolong jangan permasalahkan lagi.”
“Bila anda tidak berhenti membahas, berarti anda sudah tidak menghargai saya. Dan saya tidak perlu mendengarkan anda lagi.”
5. Ancaman Perlawanan Secara Kasar
Bila langkah tersebut juga belum berhasil, maka tunjukkan ancaman
perlawanan terlebih dahulu, mengingat orang usil ini sudah sampai pada
tingkat memaksakan kehendak, dan itu melanggar undang-undang agama
sekaligus undang-undang negara. Maka nyatakan perlawanan anda dengan
agak keras, dengan mengatakan:
“Diam, atau anda akan saya laporkan kepada yang berwajib!”
“Cukup, atau anda akan saya tindak tegas!”
“Kesabaran saya sudah habis, lebih baik anda pergi sebelum emosi saya tidak terkendali!”
“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman,
orang-orang muda usia, pendek akal, mereka berkata-kata dengan
sebaik-baik perkataan manusia (al-Qur’an. atau hadis, atau perkataan
baik yang bertolak belakang pengertiannya) yang tidak melampaui
kerongkongan mereka (tidak masuk ke dalam hati mereka). Mereka keluar
dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Maka, di mana
saja kamu menjumpai mereka, perangilah, karena di dalam memerangi mereka
terdapat pahala di hari Kiamat bagi yang melakukannya.” (HR. Bukhari)
Ulama menafsirkan, “orang-orang muda usia yang pendek akal”
itu adalah kaum Khawarij, yaitu golongan orang-orang yang sakit hati
kepada Ali bin Abi Thalib Ra. dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Ra. beserta
para pendukung keduanya. Ciri mereka kemudian dikenal dengan sikap
bermudah-mudah menganggap sesat orang lain. Dan seorang ulama besar
bernama Syekh Ibnu Abidin menyatakan, bahwa Khawarij di zaman kita ini adalah golongan Wahabi (lihat al-Maqaalaat as-Sunniyyah, hal. 51).
Penulis berharap, semoga langkah terakhir ini tidak
perlu terlaksana, apalagi implementasinya, dan semoga mereka mengerti
dengan langkah yang pertama saja sehingga tidak melanjutkan keusilan
mereka terhadap orang-orang yang gemar Maulid, qunut shubuh, ziarah ke
makam wali, atau tahlilan.
Post a Comment