ISIS ATARA SUKAHARJO-SURIAH
Bendera kelir hitam dengan lafal tahlil berkibar-kibar di atas
gerbang Masjid Baitul Makmur, sebuah masjid besar di lokasi strategis di
gerbang kawasan Solo Baru, Sukoharjo, tak jauh dari ruko dan mal-mal
mewah.
Bendera itu persis bendera kelompok ekstrimis ISIS: domnisi warna hitam dengan lingkaran putih bertulis “Allah, Rasul, Muhammad” di tengahnya. Bendera serupa juga disandang dan dikibar-kibarkan beberapa jemaah, termasuk anak-anak. Sebagian lain menjadiakan motif pada bendera itu sebagai kaos, kafiyeh, dan topi.
Ketika itu, bakda asar, dua pekan jelang Lebaran. Jamaah laki-laki yang datang kebanyakan berjenggot , mengenakan celana cingkrang dan baju gamis. Sebagian bermotif loreng. Perempuannya bercadar dengan jilbab besar. Anak-anak bermain senapan buatan dari kayu yang dijajakan pedagang kaki lima di depan masjid.
Ada 300-an hadir pada acara bakda asar itu. Kebanyakan dari Solo, namun tak sedikit dari luar kota seperti Semarang hingga Slawi. Mereka berkendara sepeda motor yang diparkir di masjid. Di depan masjid anggota jamaah mengatur kendaraan dan lalu lintas sendiri. Tak tampak aparat berseragam. Persis di seberang masjid kantor Polsek Grogol Sukoharjo.
Acara sore itu bertajuk baiat Khilafah Abu Bakar Al Baghdadiy. Inti acara pernyataan untuk menjadikan sosok yang berkedudukan di Irak dan Suriah itu sebagai imam khilafah Islam.
Acara dimulai dengan penyampaian materi oleh Afif Abdul Majid dari Solo. Ia mengajak jamaah mendukung khilafah islamiyah. “Ini bagian dari ibadah,” ujar dia.
Pengisi tausiyah kedua Amir Mahmud. Doktor UIN Sunan Kalijaga—seperti pengakuannya– dan dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta ini mengklaim sebagai pakar politik Islam. “Peta geopolitik dunia saat ini membutuhkan khilafah islamiyah,” kata dia penuh semangat.
Pembicara ketiga Abu Fida dari Surabaya membahas bahwa berdirinya khilafah saat ini merupakan estafet perjuangan umat Islam. “Ini didukung ulama islam sedunia,” kata dia.
Sekitar jam 5, kurang lebih selama 10 menit, deklarasi khilafah islamiyah dilakukan, berlanjut dengan acara baiat khilafah Abu bakar Albaghdadi yang berkdudukan di Suriah dan Irak. “Kami kirimkan pernyataan dukungan dan baiat secara tertulis,”kata Amir mahmud, inisiator dan koordinator acara usai acara.
Menurut dia, forum ini merupakan bentuk dukungan berdirnya khilafah islamiyah. Pendukungnya komunitas dan jamaah di jawa tengah dengan hadirin sekitar 1000 orang. “Bentuknya dukungan moral,” ujar dia.
Menurut dia, khilafah islmaiyah vakum sejak 1924. “Padahal setiap 1 abad Allah menurunkan mujadid atau pembaharu. Ini berarti kurang 10 tahun. Kami menyiapkan itu. Analisis saya, ini masa-masanya khilafah Islamiyah tegak,” tutur dia.
Amir menyatakan acara ini baru pertama kali di Indonesia. Kalau pun ada acara sejenis di kota lain, sepeti di Jakarta, tidak terkoordinasi, kendati Amir kenal dengan orang-orang penyelenggara. “Namun dukungannya sama,” kata dia.
Ia tidak menampik sudah ada Abu Bakar Baasyir yang dibaiat selaku khilafah. Tapi baiat itu sebatas dalam lingkup jamaah yang bersangkutan. “Sebelumnya dari Amir Jamaah Ansharut Tauhid,” kata dia seraya tertawa.
Hingga acara itu belum diputuskan adanya pengirima relawan ke Suriah. “Tapi tidak menutup kemungkinan itu,” kata dia. Relawan itu, menurut dia, merupakan kader kemanusiaan untuk kesehatan dan sejumlah ahli teknik yang berguna bagi pembangunan Suriah.
Namun, sebagai langkah jangka pendek, dilakukan sosialisasi. Selanjutnya membuka sejumlah cabang dan deklarasi sejenis—yang sudah dipastikan di jawa Timur.
Aiptu Triono, petugas polsek Grogol, mengaku penyelenggara sudah melayangkan pemberitahuan acara itu. “Baru kali ini jamaahnya sebanyak ini, biasanya diskusi dan bedah buku,” kata dia. Jamaah salaf secara rutin menggelar acara di masjid milik Yayasan Masjid Pancasila yang kini dikelola warga secara terbuka itu.
Pihaknya hanya melakukan pengamanan tertutup dengan dua intel. Ia tidak memasalahkan banyaknya bendera ISIS di acara itu. “Bendera JAT juga seperti itu,” kata dia.
JAT adalah Jamaah Ansharut Tauhid, ormas yang didirikan Abu Bakar Baasyir. Ia sebelumnya pemimpin Pondok Pesantren Islam Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Lokasi pondok ini dengan masjid Baitul Makmur itu cuma sepeminuman teh.
Akhir tahun lalu, jihadis Indonesia yang tewas di Suriah, bernama Abu Muhammad al-Indunisiy disebut berasal dari ponpes tersebut. Namanya Riza Fardi. Berdasar kabar sejumlah situs Islam, kabar tewasnya Riza diumumkan di Masjid Baitus Salam, Ponpes Al-Mukmin, selepas shalat Maghrib, Kamis, 28 November 2013. Sejumlah santri diwartakan terlihat terharu dan bangga mendengar senior mereka mati sahid.
Di ponpes itu, menurut pengakuan reaknnya, Riza disebut sosok yang baik, pendiam, dan gemar membaca. Setamat pendidikan setingkat SMA di Al Mukmin, ia mengajar setahun di almamaternya. Pemuda kelahiran Kalimantan Barat itu lalu melanjutkan ke Ma’had Al Iman di Shona’a, Yaman, hingga berjihad ke Suriah. Direktur Al Mukmin Wahyudin bahkan disebut turut mendoakan kesyahidan Riza.
Pengurus dan pengajar Al Mukmin, sekaligus putra Abu Bakar Baasyir, Abdur Rohim enggan memberi informasi. Humas Al Mukmin, Hamim Sofyan, juga mengaku tak tahu kabar tersebut. “Saya tidak kenal dengan nama itu,” kata dia, akhir Juni silam.
Menurut Hamim, kalau pun benar Riza lulusan Al Mukmin bukan kewenangan dirinya untuk menjelaskan. Apalagi Riza disebut sebagai alumni. “Berarti sudah lewat dari sini,” ujarnya. Hamim menjelaskan, awal masuk pondok sudah ada penjelasan tata tertib. Demikian pula selama masa pendidikan. Bahwa, tidak ada kewajiban melakukan jihad ke negeri konflik. “Kalau sudah tamat, itu menjadi kewenangan orang tua,” kata dia.
Al Mukmin juga tidak mungkin membiayai siswa atau lulusannya berjihad di luar negeri. “Kami tak mampu membiayai,” ujar Hamim. Menurut dia, pihaknya fokus pada pendidikan dan dakwah. Apalagi hari-hari ini ponpes sedang bersiap menerima santri baru, pembagian raport, dan acara Ramadhan.
Amir JAT Muhammad Akhwan merespon seruan jihad ke Suriah. Menurut dia, jihad ke Suriah memang merupakan nubuah Rasulullah. Dalam hadis nubuah rasul, disebutkan bahwa kekhalifahan muncul dari Suriah. Namun jihad itu tak selalu merujuk pada perjuangan ISIS. “JAT wait and see karena ada gejala kurang sehat,” kata dia.
Gejala kurang sehat itu maksudnya merujuk pada adanya silang pendapat pada perjuangan dua kelompok di Suriah. Antara ISIS dan kelompok lain. JAT tidak mau turut campur lebih dahulu. “Sikap kami menunggu polemik diselesaikan dulu,” kata dia.
Pihaknya juga belum menerima informasi akurat sejauh mana perjuangan jihad di Suriah. Tapi kata dia dua kelompok yang berjihad diakui punya tujuan baik. “Kami mendukung dua-duanya karena bertujuan menegakkan khilafah. Tapi masih ada keraguan, belum clear, betul-betul eksis secara formal atau tidak,” tuturnya.
Ia menjelaskan kelompok perjuangan di Suriah tersebut mengklaim telah menjadi daulah. Namun hal itu bisa sekadar klaim karena informasi belum jelas benar. Akhwan menyebut level jejaring para pejihad di Suriah baru sebatas tandim. “Kalau valid benar-benar menguasai (wilayah Suriah), kami bergerak,” katanya.
Apalagi JAT merasa belum mampu memberangkatkan anggotanya ke Suriah. “JAT belum mampu karena biayanya puluhan juta,” katadia. Donasi ormas yang mengklaim beranggota 33 ribu senasional itu juga belum digalang.
Jika pun sudah ada kejelasan informasi kondisi Suriah, JAT bakal menggelar pembahasan dengan majelis syariah JAT. Kesepakatan bakal ditentukan di tingkat tersebut. Toh sebelum 2014 tidak sedikit eskponen Jat yang ke Suriah. Beberapa di antaranya pelajar dari Pakistan. Mereka juga pamit pada anggota JAT. “Tapi itu individu-individu, atas biaya sendiri, bukan atas nama organisasi,” jelas dia.
Sebelum abi-abinya memutuskan mau berangkat jihad atau tidak, di pelataran masjid bakda magrib itu, tiga bocah keburu sibuk bermain senjata, perang-perangan, sambil mengibaskan-ngibaskan bendera kelompok pembantai dan perusak Islam tersebut.
Ketika itu, abi dan uminya hanya melihat dengan santai, tanpa cemas, malah mungkin bahagia, sambil menikmati nasi kotak buka puasa mereka.
Jarak Sukoharjo ke Suriah mungkin tinggal beberapa suap lagi.
Bendera itu persis bendera kelompok ekstrimis ISIS: domnisi warna hitam dengan lingkaran putih bertulis “Allah, Rasul, Muhammad” di tengahnya. Bendera serupa juga disandang dan dikibar-kibarkan beberapa jemaah, termasuk anak-anak. Sebagian lain menjadiakan motif pada bendera itu sebagai kaos, kafiyeh, dan topi.
Ketika itu, bakda asar, dua pekan jelang Lebaran. Jamaah laki-laki yang datang kebanyakan berjenggot , mengenakan celana cingkrang dan baju gamis. Sebagian bermotif loreng. Perempuannya bercadar dengan jilbab besar. Anak-anak bermain senapan buatan dari kayu yang dijajakan pedagang kaki lima di depan masjid.
Ada 300-an hadir pada acara bakda asar itu. Kebanyakan dari Solo, namun tak sedikit dari luar kota seperti Semarang hingga Slawi. Mereka berkendara sepeda motor yang diparkir di masjid. Di depan masjid anggota jamaah mengatur kendaraan dan lalu lintas sendiri. Tak tampak aparat berseragam. Persis di seberang masjid kantor Polsek Grogol Sukoharjo.
Acara sore itu bertajuk baiat Khilafah Abu Bakar Al Baghdadiy. Inti acara pernyataan untuk menjadikan sosok yang berkedudukan di Irak dan Suriah itu sebagai imam khilafah Islam.
Acara dimulai dengan penyampaian materi oleh Afif Abdul Majid dari Solo. Ia mengajak jamaah mendukung khilafah islamiyah. “Ini bagian dari ibadah,” ujar dia.
Pengisi tausiyah kedua Amir Mahmud. Doktor UIN Sunan Kalijaga—seperti pengakuannya– dan dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta ini mengklaim sebagai pakar politik Islam. “Peta geopolitik dunia saat ini membutuhkan khilafah islamiyah,” kata dia penuh semangat.
Pembicara ketiga Abu Fida dari Surabaya membahas bahwa berdirinya khilafah saat ini merupakan estafet perjuangan umat Islam. “Ini didukung ulama islam sedunia,” kata dia.
Sekitar jam 5, kurang lebih selama 10 menit, deklarasi khilafah islamiyah dilakukan, berlanjut dengan acara baiat khilafah Abu bakar Albaghdadi yang berkdudukan di Suriah dan Irak. “Kami kirimkan pernyataan dukungan dan baiat secara tertulis,”kata Amir mahmud, inisiator dan koordinator acara usai acara.
Menurut dia, forum ini merupakan bentuk dukungan berdirnya khilafah islamiyah. Pendukungnya komunitas dan jamaah di jawa tengah dengan hadirin sekitar 1000 orang. “Bentuknya dukungan moral,” ujar dia.
Menurut dia, khilafah islmaiyah vakum sejak 1924. “Padahal setiap 1 abad Allah menurunkan mujadid atau pembaharu. Ini berarti kurang 10 tahun. Kami menyiapkan itu. Analisis saya, ini masa-masanya khilafah Islamiyah tegak,” tutur dia.
Amir menyatakan acara ini baru pertama kali di Indonesia. Kalau pun ada acara sejenis di kota lain, sepeti di Jakarta, tidak terkoordinasi, kendati Amir kenal dengan orang-orang penyelenggara. “Namun dukungannya sama,” kata dia.
Ia tidak menampik sudah ada Abu Bakar Baasyir yang dibaiat selaku khilafah. Tapi baiat itu sebatas dalam lingkup jamaah yang bersangkutan. “Sebelumnya dari Amir Jamaah Ansharut Tauhid,” kata dia seraya tertawa.
Hingga acara itu belum diputuskan adanya pengirima relawan ke Suriah. “Tapi tidak menutup kemungkinan itu,” kata dia. Relawan itu, menurut dia, merupakan kader kemanusiaan untuk kesehatan dan sejumlah ahli teknik yang berguna bagi pembangunan Suriah.
Namun, sebagai langkah jangka pendek, dilakukan sosialisasi. Selanjutnya membuka sejumlah cabang dan deklarasi sejenis—yang sudah dipastikan di jawa Timur.
Aiptu Triono, petugas polsek Grogol, mengaku penyelenggara sudah melayangkan pemberitahuan acara itu. “Baru kali ini jamaahnya sebanyak ini, biasanya diskusi dan bedah buku,” kata dia. Jamaah salaf secara rutin menggelar acara di masjid milik Yayasan Masjid Pancasila yang kini dikelola warga secara terbuka itu.
Pihaknya hanya melakukan pengamanan tertutup dengan dua intel. Ia tidak memasalahkan banyaknya bendera ISIS di acara itu. “Bendera JAT juga seperti itu,” kata dia.
JAT adalah Jamaah Ansharut Tauhid, ormas yang didirikan Abu Bakar Baasyir. Ia sebelumnya pemimpin Pondok Pesantren Islam Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Lokasi pondok ini dengan masjid Baitul Makmur itu cuma sepeminuman teh.
Akhir tahun lalu, jihadis Indonesia yang tewas di Suriah, bernama Abu Muhammad al-Indunisiy disebut berasal dari ponpes tersebut. Namanya Riza Fardi. Berdasar kabar sejumlah situs Islam, kabar tewasnya Riza diumumkan di Masjid Baitus Salam, Ponpes Al-Mukmin, selepas shalat Maghrib, Kamis, 28 November 2013. Sejumlah santri diwartakan terlihat terharu dan bangga mendengar senior mereka mati sahid.
Di ponpes itu, menurut pengakuan reaknnya, Riza disebut sosok yang baik, pendiam, dan gemar membaca. Setamat pendidikan setingkat SMA di Al Mukmin, ia mengajar setahun di almamaternya. Pemuda kelahiran Kalimantan Barat itu lalu melanjutkan ke Ma’had Al Iman di Shona’a, Yaman, hingga berjihad ke Suriah. Direktur Al Mukmin Wahyudin bahkan disebut turut mendoakan kesyahidan Riza.
Pengurus dan pengajar Al Mukmin, sekaligus putra Abu Bakar Baasyir, Abdur Rohim enggan memberi informasi. Humas Al Mukmin, Hamim Sofyan, juga mengaku tak tahu kabar tersebut. “Saya tidak kenal dengan nama itu,” kata dia, akhir Juni silam.
Menurut Hamim, kalau pun benar Riza lulusan Al Mukmin bukan kewenangan dirinya untuk menjelaskan. Apalagi Riza disebut sebagai alumni. “Berarti sudah lewat dari sini,” ujarnya. Hamim menjelaskan, awal masuk pondok sudah ada penjelasan tata tertib. Demikian pula selama masa pendidikan. Bahwa, tidak ada kewajiban melakukan jihad ke negeri konflik. “Kalau sudah tamat, itu menjadi kewenangan orang tua,” kata dia.
Al Mukmin juga tidak mungkin membiayai siswa atau lulusannya berjihad di luar negeri. “Kami tak mampu membiayai,” ujar Hamim. Menurut dia, pihaknya fokus pada pendidikan dan dakwah. Apalagi hari-hari ini ponpes sedang bersiap menerima santri baru, pembagian raport, dan acara Ramadhan.
Amir JAT Muhammad Akhwan merespon seruan jihad ke Suriah. Menurut dia, jihad ke Suriah memang merupakan nubuah Rasulullah. Dalam hadis nubuah rasul, disebutkan bahwa kekhalifahan muncul dari Suriah. Namun jihad itu tak selalu merujuk pada perjuangan ISIS. “JAT wait and see karena ada gejala kurang sehat,” kata dia.
Gejala kurang sehat itu maksudnya merujuk pada adanya silang pendapat pada perjuangan dua kelompok di Suriah. Antara ISIS dan kelompok lain. JAT tidak mau turut campur lebih dahulu. “Sikap kami menunggu polemik diselesaikan dulu,” kata dia.
Pihaknya juga belum menerima informasi akurat sejauh mana perjuangan jihad di Suriah. Tapi kata dia dua kelompok yang berjihad diakui punya tujuan baik. “Kami mendukung dua-duanya karena bertujuan menegakkan khilafah. Tapi masih ada keraguan, belum clear, betul-betul eksis secara formal atau tidak,” tuturnya.
Ia menjelaskan kelompok perjuangan di Suriah tersebut mengklaim telah menjadi daulah. Namun hal itu bisa sekadar klaim karena informasi belum jelas benar. Akhwan menyebut level jejaring para pejihad di Suriah baru sebatas tandim. “Kalau valid benar-benar menguasai (wilayah Suriah), kami bergerak,” katanya.
Apalagi JAT merasa belum mampu memberangkatkan anggotanya ke Suriah. “JAT belum mampu karena biayanya puluhan juta,” katadia. Donasi ormas yang mengklaim beranggota 33 ribu senasional itu juga belum digalang.
Jika pun sudah ada kejelasan informasi kondisi Suriah, JAT bakal menggelar pembahasan dengan majelis syariah JAT. Kesepakatan bakal ditentukan di tingkat tersebut. Toh sebelum 2014 tidak sedikit eskponen Jat yang ke Suriah. Beberapa di antaranya pelajar dari Pakistan. Mereka juga pamit pada anggota JAT. “Tapi itu individu-individu, atas biaya sendiri, bukan atas nama organisasi,” jelas dia.
Sebelum abi-abinya memutuskan mau berangkat jihad atau tidak, di pelataran masjid bakda magrib itu, tiga bocah keburu sibuk bermain senjata, perang-perangan, sambil mengibaskan-ngibaskan bendera kelompok pembantai dan perusak Islam tersebut.
Ketika itu, abi dan uminya hanya melihat dengan santai, tanpa cemas, malah mungkin bahagia, sambil menikmati nasi kotak buka puasa mereka.
Jarak Sukoharjo ke Suriah mungkin tinggal beberapa suap lagi.
Post a Comment