MUNGKINKAH AMERIKA DAN SEKUTUNYA SEDANG MERANCANG PERANG GLOBAL
Finian Cunningham. The Greenville Post.
Ketika perang dingin Usai pada awal 1990, AS berusaha memaksakan tataran internasional yang bersifat Unipolar di bawah hegemoni AS. Namun yang berkembang kemudian adalah tatanan internasional yang bersifat multipolar. Imperiliasme AS nampaknya ingin mengembalikan hegemoni globalnya semasa perang dingin menjadi unipolar kembali.
Washington sepertinya sedang merancang sebuah skenario perang global yang bertujuan untuk mempertahankan hegemoni globalnya di berbagai kawasan dunia. Demikian menurut sebuah artikel yang dilansir oleh sebuah situs berita the Greenville Post http://www.greanvillepost.com/2018/02/19/the-us-is-executing-a-global-war-plan-for-the-benefit-of-us-capitalism/ edisi 18 Februari 2018,
Menurut Finian Cunningham dalam artikelnya untuk the Greenville Post bertajuk The US is Executing a Global War Plan for the Benefit of US Capitalism, perang berskala global yang saat ini sedang dirancang Washington sejatinya mengindikasikan bahwa imperialisme Amerika Serikat berusaha mempertahankan hegemoninya dalam mengatur tatanan internasional demi untuk mempertahankan skema kapitalisme Amerika.
Maka, Rusia dan Cina kemudian mereka tetapkan sebagai musuh utamanya sebagai target utama serangan Amerika. Terkait hal tersebut di atas, maka skenario perang global yang dimaksud tergambar jelas melalui pergolakan yang saat ini sedang berlangsung di Suriah, Korea Utara dan Ukraina, Ketiganya merupakan konflik yang saling bertaut satu sama lain dan bukan merupakan konflik yang terpisah satu sama lain.
Keriga pergolakan yang berlangsung di Suriah, Korea Utara dan Ukraina, merupakan penjabaran dari skenario perang global AS. Yang mana kemudian melibatkan pergerakan pasukan dan posisi strategis kekuatan militer AS di ketiga kawasan yang jadi medan perang proxy antara AS-NATO versus Rusia yang telah ditetapkan sebagai salah satu dari dua musuh utama blok Barat.
Dalam kasus Suriah, tulis Cunningham, AS dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO, telah 7 tahun melancarkan Perang Proxy untuk menggulingkan Presiden Bashar al Assad yang dianggap AS dan NATO sebagai sekutu Rusia.
Serangan pesawat tempur AS di Deir ez-Zor yang memakan yang menewaskan 100 tentara Suriah minggu lalu, bukan kali pertama pasukan AS melanggar wilayah kedaulatan Suriah. Perkembangan terakhir di Deir ez-Zor, menunjukkan bahwa AS telah menyatakan secara terang-terangan operasi militernya di Suriah untuk menggulingkan Assad.
Bahkan menurut Cunningham selanjutnya, kehadiran pasukan AS di Suriah praktis sudah seperti pasukan pendudukan, seraya menantang kehadiran pasukan Rusia yang hadir di Suriah untuk menciptakan keseimbangan kekuatan. Sehingga kemudian berkembang informasi bahwa beberapa korban dari serangan pesawat tempur AS di Deir-ez-Zor, adalah beberapa kontraktor militer Rusia.
Terkait dengan Korea Utara, tulis Cunningham lebih lanjut, Washington nampaknya telah berusaha menyabotase atau menggagalkan upaya-upaya diplomatik Korea Selatan maupun Korea Utara ke arah persetujuan damai.
Di tengah momentum yang mengarah pada perkembangan positif, AS justru menempatkan beberapa persenjataan nuklirnya dari jenis B-52 dan B-2 di kawasan Semenanjung Korea. Begitu pula di Ukraina Timur situasi semakin memanas, dengna kehadiran pasukan AS di wilayah Donbass. Apalagi ketika beberapa penasehat militer Pentagon dan NATO yang berasal dari Inggris dan Kanada, tiba di Donbass untuk menyerang penduduk dari etnik Rusia. Donbass merupakan contact zone yang memisahkan antara pasukan Kiev yang didukung AS dengan wilayah dan pasukan pro Rusia yang berasal dari Donetsk and Lugansk.
Muncul kekhawatiran bahwa jika serangan pasukan Kiev yang didukung AS semakin gencar ke Donbass yang sebagian besar merupakan penduduk berkebangsaan Rusia, ada kemungkinan bakal terjadi pembersihan warga sipil berkebangsaan Rusia yang ada do Donbass dalam jumlah yang cukup besar, Apalagi pemerintahan Kiev saat ini mendukung eksistensi dan keberadaan kelompok-kelompok berhasluan fasisme dan ideologi NAZI.
Jika ini terjadi, maka Rusia akan dipaksa keadaan untuk melancarkan campur tangan militer dengan alasan mempertahankan hak-hak asasi penduduk berkebangsaan Rusia di Donbass. Nampaknya inilah yang ditunggu AS. Begitu Rusia ikut campur, AS dan NATO sebagai persekutuan blok Barat, punya alasan untuk meningkatkan eskalasi keterlibatan militernya di Ukraina dengan dalih untuk menghadapi Agresi militer Rusia.
Untuk laporan lebih lengkapnya anda bisa baca dan simak lebih lanjut di http://www.greanvillepost.com/2018/02/19/the-us-is-executing-a-global-war-plan-for-the-benefit-of-us-capitalism/
Ketika perang dingin Usai pada awal 1990, AS berusaha memaksakan tataran internasional yang bersifat Unipolar di bawah hegemoni AS. Namun yang berkembang kemudian adalah tatanan internasional yang bersifat multipolar. Imperiliasme AS nampaknya ingin mengembalikan hegemoni globalnya semasa perang dingin menjadi unipolar kembali.
Washington sepertinya sedang merancang sebuah skenario perang global yang bertujuan untuk mempertahankan hegemoni globalnya di berbagai kawasan dunia. Demikian menurut sebuah artikel yang dilansir oleh sebuah situs berita the Greenville Post http://www.greanvillepost.com/2018/02/19/the-us-is-executing-a-global-war-plan-for-the-benefit-of-us-capitalism/ edisi 18 Februari 2018,
Menurut Finian Cunningham dalam artikelnya untuk the Greenville Post bertajuk The US is Executing a Global War Plan for the Benefit of US Capitalism, perang berskala global yang saat ini sedang dirancang Washington sejatinya mengindikasikan bahwa imperialisme Amerika Serikat berusaha mempertahankan hegemoninya dalam mengatur tatanan internasional demi untuk mempertahankan skema kapitalisme Amerika.
Maka, Rusia dan Cina kemudian mereka tetapkan sebagai musuh utamanya sebagai target utama serangan Amerika. Terkait hal tersebut di atas, maka skenario perang global yang dimaksud tergambar jelas melalui pergolakan yang saat ini sedang berlangsung di Suriah, Korea Utara dan Ukraina, Ketiganya merupakan konflik yang saling bertaut satu sama lain dan bukan merupakan konflik yang terpisah satu sama lain.
Keriga pergolakan yang berlangsung di Suriah, Korea Utara dan Ukraina, merupakan penjabaran dari skenario perang global AS. Yang mana kemudian melibatkan pergerakan pasukan dan posisi strategis kekuatan militer AS di ketiga kawasan yang jadi medan perang proxy antara AS-NATO versus Rusia yang telah ditetapkan sebagai salah satu dari dua musuh utama blok Barat.
Dalam kasus Suriah, tulis Cunningham, AS dan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO, telah 7 tahun melancarkan Perang Proxy untuk menggulingkan Presiden Bashar al Assad yang dianggap AS dan NATO sebagai sekutu Rusia.
Serangan pesawat tempur AS di Deir ez-Zor yang memakan yang menewaskan 100 tentara Suriah minggu lalu, bukan kali pertama pasukan AS melanggar wilayah kedaulatan Suriah. Perkembangan terakhir di Deir ez-Zor, menunjukkan bahwa AS telah menyatakan secara terang-terangan operasi militernya di Suriah untuk menggulingkan Assad.
Bahkan menurut Cunningham selanjutnya, kehadiran pasukan AS di Suriah praktis sudah seperti pasukan pendudukan, seraya menantang kehadiran pasukan Rusia yang hadir di Suriah untuk menciptakan keseimbangan kekuatan. Sehingga kemudian berkembang informasi bahwa beberapa korban dari serangan pesawat tempur AS di Deir-ez-Zor, adalah beberapa kontraktor militer Rusia.
Terkait dengan Korea Utara, tulis Cunningham lebih lanjut, Washington nampaknya telah berusaha menyabotase atau menggagalkan upaya-upaya diplomatik Korea Selatan maupun Korea Utara ke arah persetujuan damai.
Di tengah momentum yang mengarah pada perkembangan positif, AS justru menempatkan beberapa persenjataan nuklirnya dari jenis B-52 dan B-2 di kawasan Semenanjung Korea. Begitu pula di Ukraina Timur situasi semakin memanas, dengna kehadiran pasukan AS di wilayah Donbass. Apalagi ketika beberapa penasehat militer Pentagon dan NATO yang berasal dari Inggris dan Kanada, tiba di Donbass untuk menyerang penduduk dari etnik Rusia. Donbass merupakan contact zone yang memisahkan antara pasukan Kiev yang didukung AS dengan wilayah dan pasukan pro Rusia yang berasal dari Donetsk and Lugansk.
Muncul kekhawatiran bahwa jika serangan pasukan Kiev yang didukung AS semakin gencar ke Donbass yang sebagian besar merupakan penduduk berkebangsaan Rusia, ada kemungkinan bakal terjadi pembersihan warga sipil berkebangsaan Rusia yang ada do Donbass dalam jumlah yang cukup besar, Apalagi pemerintahan Kiev saat ini mendukung eksistensi dan keberadaan kelompok-kelompok berhasluan fasisme dan ideologi NAZI.
Jika ini terjadi, maka Rusia akan dipaksa keadaan untuk melancarkan campur tangan militer dengan alasan mempertahankan hak-hak asasi penduduk berkebangsaan Rusia di Donbass. Nampaknya inilah yang ditunggu AS. Begitu Rusia ikut campur, AS dan NATO sebagai persekutuan blok Barat, punya alasan untuk meningkatkan eskalasi keterlibatan militernya di Ukraina dengan dalih untuk menghadapi Agresi militer Rusia.
Untuk laporan lebih lengkapnya anda bisa baca dan simak lebih lanjut di http://www.greanvillepost.com/2018/02/19/the-us-is-executing-a-global-war-plan-for-the-benefit-of-us-capitalism/
Post a Comment