KESAKSIAN SUNNI SYIAH DI RUSIA
Jika kita mau melihat dan mencari khazanah peradaban dan keharmonisan
umat Islam di sudut-sudut penjuru dunia, pasti akan kita temukan
pemandangan menarik. Hal ini disaksian sendiri oleh Edwin Agustian,
sebagaimana laporannya yang dimuat di website prokal.co (pro Kalimantan
Timur).
Dalam laporan perjalanan backpakernnya tersebut ia menuliskan pemandangan yang langka karena muslim Sunni dan muslim Syiah dapat shalat dalam satu masjid bernama “Masjid Yardyam”, Moskow, Rusia (24/6). Mereka saling menghargai dan menghormati perbedaan.
“Pemandangan langka saya temui saat salat Jumat (24/6) di Masjid Yardyam, Moskow, Rusia. Sulit menemukan tandingannya. Apalagi di Indonesia. Yakni, Sunni dan Syiah hidup berdampingan tanpa ada kekerasan.” begitu ungkapan kekagumannya akan keharmonisan umat Islam di Rusia.
Lebih lanjut ia menceritakan, “Siang itu, saat saya tiba, belum banyak jamaah yang datang ke masjid yang diresmikan pada September 1997 tersebut. Ketika masuk, saya tidak langsung duduk di bagian utama masjid. Lebih dulu berbincang dengan jamaah setempat.
Selang lima menit, jamaah mulai banyak berdatangan. Sudah tidak ada tempat untuk salat di dalam masjid. Penuh. Saya beranjak keluar, menuju pintu masjid yang lain. Letaknya di sebelah kanan. Masih satu bangunan. Ternyata di sana masih lapang. Tapi, saya sedikit bingung ketika melihat jamaah menunaikan salat sunah. Gerakannya berbeda dengan seperti yang umum saya lihat dan lakukan di Tanah Air. Ketika takbiratulihram mereka tidak melipat tangan di bagian dada atau perut. Tapi lurus ke bawah. Azan yang dikumandangkan juga berbeda.
Ternyata yang saya datangi itu ruangan jamaah Syiah yang masih satu kawasan. Saya kembali keluar masjid. Bukan apa-apa, saya hanya ingin menghindari kebingungan. Apa jadinya jika dalam satu ruangan hanya saya yang berbeda gerakannya. Pastilah menjadi pusat perhatian.”
Dalam kunjungannya ke masjid yang tidak lepas dari peranan Bayazitov Ryashit Zhabbarovich ini, ia juga melakukan wawancara sederhana dengan Yahmed, salah satu jamaah masjid tersebut. Edwin menuliskan, “Dari obrolan dengan salah satu jamaah, di Masjid Yardyam memang terdapat dua ruangan salat. Satu ruangan dikhususkan untuk yang menganut kepercayaan Syiah. Ruangannya lebih kecil. Tiang masjid dicat biru dan putih.”
Dan menurut Yahmed itu tidak menjadi aturan mutlak dan mengikat, hanya sebuah penanda. “Tapi, sebenarnya sama saja. Tidak ada larangan,” kata Yahmed.
Bayazitov Ryashit Zhabbarovich adalah seorang akademisi Tatar dan ketua perkumpulan muslim Siberia. Dia mengepalai Yayasan Hilal yang sebelumnya bernama Yayasan untuk Toleransi Beragama dan Kebebasan Sipil. Yayasan itu yang menginisiasi berdirinya Masjid Yardyam.
Upaya Bayazitov dalam menciptakan lingkungan masjid yang ramah dan harmonis sebagaimana bisa dilihat di Masjid Yardyam bisa menjadi percontohan bagi mereka yang sering bertikai. Edwin mengatakan “Di sana tidak ada sweeping oleh ormas. Saling menghormati meski berbeda. Syiah dan Sunni masing-masing punya tempat. Meski lafal azan tidak sama, tak ada yang menghardik. Jamaah Syiah juga terlihat nyaman beribadah meski jumlah mereka lebih sedikit.” Sebagaimana kata Yahmed, bahwa “Tidak ada gangguan sama sekali. Sunni juga tak mengekang. “Di sini bebas,”.(far/k15/yus)
sumber : kaltim.prokal.co/
Dalam laporan perjalanan backpakernnya tersebut ia menuliskan pemandangan yang langka karena muslim Sunni dan muslim Syiah dapat shalat dalam satu masjid bernama “Masjid Yardyam”, Moskow, Rusia (24/6). Mereka saling menghargai dan menghormati perbedaan.
“Pemandangan langka saya temui saat salat Jumat (24/6) di Masjid Yardyam, Moskow, Rusia. Sulit menemukan tandingannya. Apalagi di Indonesia. Yakni, Sunni dan Syiah hidup berdampingan tanpa ada kekerasan.” begitu ungkapan kekagumannya akan keharmonisan umat Islam di Rusia.
Lebih lanjut ia menceritakan, “Siang itu, saat saya tiba, belum banyak jamaah yang datang ke masjid yang diresmikan pada September 1997 tersebut. Ketika masuk, saya tidak langsung duduk di bagian utama masjid. Lebih dulu berbincang dengan jamaah setempat.
Selang lima menit, jamaah mulai banyak berdatangan. Sudah tidak ada tempat untuk salat di dalam masjid. Penuh. Saya beranjak keluar, menuju pintu masjid yang lain. Letaknya di sebelah kanan. Masih satu bangunan. Ternyata di sana masih lapang. Tapi, saya sedikit bingung ketika melihat jamaah menunaikan salat sunah. Gerakannya berbeda dengan seperti yang umum saya lihat dan lakukan di Tanah Air. Ketika takbiratulihram mereka tidak melipat tangan di bagian dada atau perut. Tapi lurus ke bawah. Azan yang dikumandangkan juga berbeda.
Ternyata yang saya datangi itu ruangan jamaah Syiah yang masih satu kawasan. Saya kembali keluar masjid. Bukan apa-apa, saya hanya ingin menghindari kebingungan. Apa jadinya jika dalam satu ruangan hanya saya yang berbeda gerakannya. Pastilah menjadi pusat perhatian.”
Dalam kunjungannya ke masjid yang tidak lepas dari peranan Bayazitov Ryashit Zhabbarovich ini, ia juga melakukan wawancara sederhana dengan Yahmed, salah satu jamaah masjid tersebut. Edwin menuliskan, “Dari obrolan dengan salah satu jamaah, di Masjid Yardyam memang terdapat dua ruangan salat. Satu ruangan dikhususkan untuk yang menganut kepercayaan Syiah. Ruangannya lebih kecil. Tiang masjid dicat biru dan putih.”
Dan menurut Yahmed itu tidak menjadi aturan mutlak dan mengikat, hanya sebuah penanda. “Tapi, sebenarnya sama saja. Tidak ada larangan,” kata Yahmed.
Bayazitov Ryashit Zhabbarovich adalah seorang akademisi Tatar dan ketua perkumpulan muslim Siberia. Dia mengepalai Yayasan Hilal yang sebelumnya bernama Yayasan untuk Toleransi Beragama dan Kebebasan Sipil. Yayasan itu yang menginisiasi berdirinya Masjid Yardyam.
Upaya Bayazitov dalam menciptakan lingkungan masjid yang ramah dan harmonis sebagaimana bisa dilihat di Masjid Yardyam bisa menjadi percontohan bagi mereka yang sering bertikai. Edwin mengatakan “Di sana tidak ada sweeping oleh ormas. Saling menghormati meski berbeda. Syiah dan Sunni masing-masing punya tempat. Meski lafal azan tidak sama, tak ada yang menghardik. Jamaah Syiah juga terlihat nyaman beribadah meski jumlah mereka lebih sedikit.” Sebagaimana kata Yahmed, bahwa “Tidak ada gangguan sama sekali. Sunni juga tak mengekang. “Di sini bebas,”.(far/k15/yus)
sumber : kaltim.prokal.co/
Post a Comment