IBADI SALAH SATU MADZHAB DALAM ISLAM YANG TERTERA DI RISALAH AMMAN
MUSLIM DI OMAN IBADI, SUNNI DAN SYIAH |
Berbicara tentang islam Ibada sama dengan membuka kembali lembaran kitab-kitab telogi lama. Kitab Al Milal wa al-Nihal, karangan Imam As-Syahrestani sekitar 1145 M, membeberkan panjang lebar perihal berbagai sekte dan teologi didunia, termasuk Yahudi, Zoroaster, Kristen dan tentunya Islam.
Islam adalah agama yang memiliki jumlah pemeluk terbesar kedua di dunia setelah Kristen. Dengan total perkiraan pemeluknya sekitar 1,6 Milyar jiwa[1]. Konsekuensi dari jumlah penganut yang banyak adalah terdapat banyak aliran-aliran. Seperti halnya dalam Kekristenan dengan berbagai aliran seperti Mormonisme, Protestan, Katolik, Evangelis, Ortodoks, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Islam sendiri dikenal dengan dua aliran besar yaitu Sunni dan Syiah. Namun sebenarnya aliran dalam Islam tidak hanya terbatas terhadap dua aliran tersebut. Melainkan ada sebuah mahzab yang umurnya sama dengan dua mahzab besar diatas. Mahzab tersebut adalah MADZHAB IBADI.
Al-Ibādhiyyah (Arab الاباضية) adalah firqah dalam Islam. Hal ini berbeda dari denominasi Syiah dan Sunni. Ibadi dominan di negara kesultanan Oman. Ada juga Ibadi di Aljazair dan Libya. Didirikan kurang dari 50 tahun setelah kematian Nabi Muhammad. Sekte ini dikembangkan dari sekte Islam abad ketujuh yg dikenal sebagai Khawarij. Walapun pengikut Ibadi tidak menganggap diri mereka sebagai Khawarij.
Ibadi adalah golongan Muslim yang bersumber pada Al-Quran dan hadits dengan fokus utama menjadi hamba Allah dengan sederhana. Golongan ini tersebar di berbagai golongan umat Islam baik Sunni maupun Syi'ah dengan berbagai mahzabnyaAliran ini merupakan aliran yang dominan di OMAN. Keyakinan kaum Ibadi adalah bahwa setiap Muslim BERSAUDARA dan hanya Allah yang akan menjadi hakim bagi umat manusia.
Kaum Ibadi mementingkan ukhuwah islamiyyah daripada bermusuh-musuhan hanya karena berbeda mahzab atau aliran. Cukuplah keyakinan mereka mengharapkan disebut hamba-hamba Allah yang dipanggil untuk masuk ke dalam surga-Nya.
"Aliran ini salah satu sempalan kelompok Khawarij, YANG TIDAKMENGAKUI KE KHALIFAHAN USMAN BIB AFFAN RA", tulis As-Syahrestani tentang Islam Ibadi. Pemikiran Ibadi sendiri diambil dari pemikiran seorang tokoh YAITU JABIR BIN ZAID. Meski begitu, JABIR MENOLAK MENGHALALKAN DARAH SAYYIDINA USMAN JUGA MUSLIM LAINNYA YANG MEMILIKI PANDANGAN PEMIKIRAN BERBEDA . PEMIKIRAN INI SANGAT BERTOLAK BELAKANG DENGAN KHAWARIJ GARIS KERAS, ( YANG HINGGA BGT TRAGIS SAYYIDINA USMANT BIN AFFAN RA TERBUNUH HINGGA PROSES PEMAKAMANNYA YANG MEMILUKAN). Jabir Bin Zaid sendiri meskipun menolak Usman tetapi MENOLAK UNTUK MELAKUKAN PEMBUNUHAN terhadap Khalifah Usman Bin Affan. Pada masa Dinasti umayyah, kekhalifahan setelah Ali bin Abi Thalib, kelompok pimpinan Jabir ini mendapat dukungan untuk menghadapi Khawarij garis keras.
Meski didirikan oleh Jabir bin Zaid, nama "Ibadi" diambil dari nama muridnya, ABDULLAH BIN IBADH AT-TAMIMI, seorang teolog muslim yang hidup pada masa kekhalifahan ABDUL MALIK BIN MARWAN, khalifah ke-5 dinasti Umayyah. Dia jualah yang mendirikan sekolah teologi Ibadi. Hanya, Abdullah bin Ibadh tidak sehaluan dengan dinasti Umayyah. Kelompok ini akhirnya meninggalkan Bashrah, Irak.
Setelah Abdullah bin Ibadh wafat, kelompok ini dipimpin oleh Abul Sha'tha Jabin bin Zayd al-Zahrani al-Azdi. pada masa itu Islam Ibadi berkembang di Oman, khususnya di Nizwa, dan meluas hingga Zanzibar, Tanzania, Libya, Tunisia dan Aljazair. Kini 75% penganut Ibadi ada di OMAN, satu-satunya negara yang MENJAIKAN ALIRAN INI SEBAGAI MADZHAB RESMI DI OMAN.
Meskipun Ibadi didirikan dari pemikiran Jabir Bin Zaid. Namun nama Ibadi sendiri berasal dari pemimpin Aliran ini yang bernama ABDULLAH BIN IBAD. Yang hidup pada masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Umayyah. Pada masa ini, Mahzab Ibadi masih dapat mengamalkan praktek keagamaannya karena Jabir Bin Zaid masih hidup.
Namun setelah Jabir Bin Zaid meninggal, tidak ada tokoh ibadi yang dianggap pro terhadap Dinasti Umayyah[3]. Sehingga aliran ini kemudian mendapatkan diskriminasi. Dan akibatnya aliran ini meninggalkan Basrah menuju Oman, Hadramaut, Yaman, Zanzibar, Afrika Utara dan Khurasan[4].
Dan di era modern, aliran ini akhirnya menjadi Mahzab resmi di Kesultanan Oman. Dan menjadi salah satu aliran Islam yang dianut oleh sebagian masyarakat Zanzibar dan Afrika Utara.
Penganut Ibadi menyebut diri mereka sebagai AHL-AL-ISTIQAMA, atau orang-orang yang tetap berada di jalan lurus. Penamaan ini muncul akibat dari terjadinya perjanjian damai antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyyah.
Dan kemudian kelompok Khawarij menyingkir dari konflik keduanya. Sehingga kelompok Khawarij mengklaim sebagai kelompok satu-satunya yang lurus. Sementara pihak Ali dan Muawiyyah adalah kelompok yang tersesat.
Hal yang membedakan kelompok Ibadi dengan kelompok Khawarij lainya seperti aliran Al-Muhakkimat[5] adalah tentang status keislaman Ali dan Muawiyyah. Meskipun Ibadi menolak keduanya. Namun masih memandang keduanya sebagai muslim. Jelas pendapat ini bertentangan dengan aliran khawarij seperti AL-MUHAKKIMAT yang memvonis keduanya sebagai kafir ( SAYYIDINA ALI KARAMALLAHU WAJHAH JG MUAWWIYAH RA).
Selain itu hal yang membedakan Ibadi dan kelompok khawarij lain adalah tentang perkara dosa besar yang menyebabkan pelakunya dapat keluar dari Islam. KHAWRIJ MEMANDANG BAHWA SEMUA MUSLIM YANG MELAKUKAN DOSA BESAR TANPA PERTOBATAN MAKA SAMA KEDUDUKANNYA DENGAN MENYEKUTUKAN ALLAH, .dan tentu saja barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka dianggap sebagai kafir.( MIRIP SEPERTI DOKTRIN SATU SEKTE DGN 10 PEMBATALAN KEISLAMANNYA )
Berbeda dengan kelompok Khawarij lainya. Ibadi memandang golongan manusia kedalam dua golongan pertama, kuffur ni’ma dan kedua, kuffur syirk[6]. Pandangan pertama kaum Ibadi adalah kuffur ni’ma . yaitu golongan muslim yang tidak mengikuti aliran Ibadi.
Dianggap sebagai meningkari nikmat karena menolak untuk menjadi seorang muslim Ibadi. Meskipun dianggap sebagai kuffr ni’ma , Ibadi melarang pengikutnya untuk memerangi kaum non ibadi tersebut. namun tidak juga menjadikan muslim non ibadi sebagai saudara seiman yang harus di jaga tali persaudaraan nya dengan erat. Melainkan harus ada SANSI SOSIAL dari pengikut Ibadi terhadap muslim non Ibadi berupa PELARANGAN BERTEMAN dengan muslim non ibadi. Hal ini dilakukan agar muslim ibadi tidak terkontaminasi pemikiran muslim non ibadi.
Penolakan Ibadi untuk mengkafirkan golongan muslim non ibadi ini dilandaskan kepada dua hal. Yaitu pertama, kepercayaan aliran Ibadi bahwa selama seseorang menyebut diri mereka sebagai “muslim” dan sholat menghadap Ka’bah (ah-kiblat) maka masih dianggap sebagai muslim. Dan kedua, meskipun muslim non ibadi dianggap kuffar, namun tidak menyekutukan Allah. Melainkan mengingkari nikmat. Sehingga dengan dua alasan diatas membuat aliran Ibadi tidak memandang muslim lainya sebagai kafir. Pandangan kedua kaum Ibadi adalah kuffr syirik. Penyebutan ini merujuk kepada kaum non muslim yang tidak beriman atas Islam, tidak berdoa menghadap kiblat dan tidak mengucap syahadat. Dalam pandanganya terhadap orang-orang kuffr syirik tidak jauh berbeda dengan pandangan Ibadi terhadap orang-orang kuffr ni’ma. Yaitu tidak diperbolehkan menjadi teman dekatnya.
Meskipun kaum Ibadi mengakui keimanan muslim non ibadi. Namun fiqh daripada Ibadi meletakan golongan muslim non ibadi seperti halnya posisi non muslim. Seperti halnya melarang pernikahan dengan muslim non ibadi, melarang memakan daging hasil sembelihan muslim non ibadi, melarang memberikan Salam, melarang berdoa di atas makam muslim non ibadi, melarang menerima kesaksian non ibadi[7]. Ibadi juga tidak mewajibkan sholat Jumat. Karena mereka percaya bahwa kewajiban sholat Jumat hanya berlaku di kota-kota besar. Yang mana telah terjamin nilai-nilai keadilan. Selain itu, tidak adanya Imam dari muslim Ibadi yang memimpin sholat jumat juga menjadi alasan kenapa Ibadi tidak melakukan sholat jumat. Karena mereka menganggap Imam yang menyampaikan khutbah di sholat jumat sebagai muslim yang menjadi kaki tangan Tirani[8]. Dalam tata cara sholat, aliran Ibadi lebih menyerupai Syiah Imam 12 dan Sunni Maliki yang mana tidak melipat tangan di dada. Dan dalam bacaan sholat mereka tidak mengucap “amin” setelah surat al-Fatihah. Juga mereka tidak mengamalkan doa qunut sebagaimana Sunni Hambali dan Hanafi.
Dalam soalan sumber hukum, Ibadi memiliki perbedaan dengan Sunni pada umumnya. Seperti yang diketahui bahwa dalam empat Mahzab Sunni sepakat bahwa ada empat hukum Islam, yaitu al-Quran, Hadits Sunni, Ijmak ulama, Qiyas (analogi)[9]. Sementara aliran Ibadi hanya menggunakan tiga sumber hukum, yaitu al-Quran, Hadits Ibadi dan ijmak ulama. Sementara melarang Qiyas (analogi) karena dianggap bid’ah. Dalam Ijmak Ulama, aliran Ibadi berbeda dengan Sunni. Dalam Sunni, pintu itjihad sudah ditutup. Sementara Ibadi lebih dekat ke syiah. Yaitu pintu Itjihad masih dibuka selebar-lebarnya. Meskipun Ibadi hanya menggunakan tiga sumber hukum. Namun dalam penerapanya aliran Ibadi mengambil sedikit pendapat dari hadits mereka. Dan oleh sebab itulah aliran Ibadi di Oman dan berbagai daerah lainya, tidak menerapkan hukuman rajam[10]. Karena menurut Ibadi, hukum tersebut tidak tercantum dalam al-Quran. Tentu saja hal ini sangat berbeda dengan Sunni dan Syiah, yang mana kedua aliran ini mengakui dan memberlakukan hukum rajam.
Perbedaan ibadhi dgn sunni:
Ibadi masyarakat umumnya dipandang sebagai konservatif. Ibadiyyah menolak praktek Qunut atau permohonan sambil berdiri dalam sholat. Muslim Sunni tradisional berpikir Ibadiyyah adalah kelompok Khawarij meskipun Ibadī menolak ini.
Ibadi berpikir muslim yg berbeda dgn mereka bukanlah kafir syirik (seperti kebanyakan khawarij) tetapi sebagai orang-orang kafir an-ni'ma (menolak kasih karunia Allah). Meskipun saat ini, sikap ini telah berubah banyak.
Mereka percaya bahwa sikap seorang mukmin sejati kepada orang lain adalah disajikan dalam tiga kewajiban agama:
- Walayah: persahabatan dan persatuan dengan pengamal ibadhi dan dengan Imam Ibadi.
- Bara'ah: tidak berhubungan dengan orang-orang kafir dan orang berdosa yg menunjukkan sikap permusuhan terhadap pengikut ibadi juga terhadap orang2 kafir syirik yg telah ditetapkan sebagai ahli neraka
- Wuquf: berhati2 terhadap mereka yang statusnya tidak jelas (kafir ato bukan)
Berbeda dengan Khawarij, Ibadi telah meninggalkan praktek pembunuhan umat Islam yg gak sepaham
Ibadi sepaham dengan Sunni dalam menyetujui dari Abu Bakar dan Umar ibn al-Khattab sebagai dua khalifah yg benar.
Mereka berpikir Utsman bin Affan telah memperkenalkan bid'ah ke dalam Islam dan mereka menyetujui pemberontakan untuk penggulingan kekalifahannya.
Mereka juga menyetujui periode awal dari khalifah Ali
dan seperti Syiah, mereka menyalahkan pemberontakan Aisyah terhadap Ali pada perang jamal
Dan juga menolak pemberontakan Muawiyah terhadap Ali pada perang siffin
Namun, mereka menyalahkan Ali pada periode dimana Ali menyetujui arbitrase pada Pertempuran Siffin terhadap pemberontak Muawiya sebagai tidak Islami
sehingga membuatAli tidak layak untuk kedudukan Imamah
dan mereka mengutuk Ali untuk pembunuhan kaum Khawarij awal an-Nahr dalam Pertempuran Nahrawan.
perbedaan pemahaman dengan muslim yg laennya diantaranya:
- Muslim tidak akan melihat Allah pada hari kiamat. Ini berasal dari Alquran di mana Nabi Ibrahim meminta untuk melihat Allah, "Kamu tidak akan melihatKU"
Hal ini bertentangan dengan kepercayaan umumnya Sunni bahwa Muslim akan melihat Allah dengan mata mereka pada hari kiamat (hanya Allah yg tau begaimana caranya).
Hal ini sesuai dengan keyakinan Syiah. Imam Ali KW "Mata tidak bisa melihat Allah, namun Allah terlihat dgn iman" Nahj al-Balaghah.
- Barang siapa yg masuk neraka mereka akan hidup selamanya. Hal ini bertentangan dengan keyakinan sunni bahwa mereka yang masuk neraka akan hidup di dalamnya untuk jumlah waktu yang tertentu, untuk memurnikan mereka dari dosa2, setelah itu mereka akan masuk surga. Sunni juga percaya bahwa orang-orang kafir akan tetap di neraka selamanya.
- Al Qur'an adalah mahluk. Komunitas Sunni memegang penuh semangat bahwa Qur'an bukan mahluk, sebagaimana dicontohkan oleh penderitaan Imam Ahmad bin Hanbal. Sebagian besar komunitas Syiah juga memegang bahwa Al Qur'an adalah mahluk, salah satu dari banyak kesamaan teologis mereka dengan paham Mu'tazilah.
- untuk perbedaan2 lainnya dgn sunni silahkan merujuk ke mari
Dalam keyakinan mereka, Khalifah kelima yang sah adalah Abdullah bin Wahb al-Rasibi. Semua Khalifah dari Muawiyah dianggap sebagai tiran, kecuali Umar bin Abdul Aziz yg mempunyai pandangan berbeda dgn kekalifahan bani umayah pada umumnya.
Namun, berbagai pemimpin Ibadi kemudian diakui juga sebagai imam mereka, diantaranya Abdullah bin Yahya al-Kindi di arab selatan dan para imam dari dinasti Rustamid di Afrika Utara.
muslim pengikut ibadi juga ditemukan di Jabal Nafusa di Libya, Mzab di Aljazair, Afrika Timur (khususnya Zanzibar) dan Pulau Djerba di Tunisia.
Dinasti awal abad pertengahan Rustamid di Aljazair adalah ibadi, dan pengungsi dari ibukotanya Tahert mengenalkan ibadi pada masyarakat Afrika Utara yang ada saat ini.
Dalam hal Theologi, aliran ibadi banyak dipengaruhi oleh pemikiran Mutazilah[11], yang berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat di alam akhirat. Pendapat ini berlawanan dengan Sunni yang menyatakan bahwa Allah akan dapat dilihat di setelah kematian. Menyatakan bahwa al-Quran adalah makhluk. Mengatakan bahwa apabila seseorang telah masuk neraka akan selamanya kekal di dalam neraka tersebut. Meskipun pemikiran-pemikiran Ibadi diadopsi dari pemikiran muktazilah. Namun ada satu hal yang membedakan Ibadi dan muktazilah. Yaitu dalam kehendak Allah. Ibadi tidak berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas yang tidak diatur oleh tuhan[12]. Sebaliknya, Ibadi berpendapat bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur semua tindakan manusia pendapat ini selaras dengan pendapat Asyari[13].
Meskipun mengikuti dalam bidang Theologi kaum Ibadi banyak mengikuti Muktazilah. Namun kelompok Ibadi merupakan salah satu aliran Islam moderat. Hal tersebut diakibatkan sikap kontemporer Ibadi dalam menyikapi permusuhan Sunni dan Syiah. Ibadi mengambil sikap bahwa hanya Allah lah yang berhak menghakimi pihak mana yang benar di hari penghakiman. Sehingga di Oman, sebagai sebuah negara Ibadi memiliki lingkungan yang lebih tenang dari konflik sektarian Sunni dan Syiah. Dan lebih menariknya lagi, di negeri ini Sunni dan Syiah sholat dalam satu masjid[14]. Dan meski memiliki fiqh ibadah yang berbeda, tidak membuat saling bermusuhan satu sama lain. Karena kembali lagi kepada pemikiran ibadi tadi bahwa hanya Allah lah yang dapat menghakimi benar atau salah. Dan kemungkinan juga konsep kuffr ni’ma dalam memperlakukan muslim non ibadi sudah tidak berlaku lagi. Diakibatkan konsep baru kaum Ibadi tentang penghakiman.
Meskipun Ibadi berasal dari golongan Khawarij di masa lampau. Namun Ibadi yang sekarang merupakan proses evolusi panjang dari sebuah aliran Islam. Yang dalam perkembanganya terpengaruh dengan paham-paham baru dan juga dinamika-dinamika baru. Yang kemudian menjadikan Ibadi sendiri sebagai aliran Islam yang moderat. Dan jauh dari kemunculan awal mereka yang menganggap aliran mereka paling benar. Sebaliknya, sebagian Sunni dan Syiah yang dahulu dianggap pemikiranya tidak se radikal Ibadi menjadi lebih radikal. Dan sikap yang merasa paling benar ini menyebabkan permusuhan panjang bahkan mengakibatkan perang berkepanjangan. Mungkin sikap Ibadi yang awalnya menolak dari permusuhan keduanya masih cukup relevan dengan kondisi masa kini. Namun dengan syarat yaitu menghilangkan konsep kuffur ni’ma.
Dalam beberapa aspek, Islam Ibadhi berbeda dengan aliran lain. Sumber hukum misalnya. Sementara Islam Sunni berdasarkan Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas, sedangkan Islam Ibadhi hanya menggunakan tiga sumber hukum tanpa memasukkan unsur qiyas.
Dalam teologi, aliran Ibadhi banyak dipengaruhi oleh Muktazilah. Mereka berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat di akhirat, ini berlawanan dengan pemahaman kaum Sunni. Kaum Ibadhi seseorang akan kekal di neraka, muslim sekalipun.
Meskipun banyak mengekor ke Muktazilah. Ibadhi termasuk aliran Islam moderat. Itu terlihat dari cara pandang mereka terhadap permusuhan antara Sunni-Syi'ah. "Menurut Ibadhi, tak ada kelompok yang berhak mengklaim paling benar, karena hanya Allah yang berhak menjadi hakim", tulis Van Jon Hoffman dalam buku The Essentials of Ibadi Islam.
Oman (عمان) atau Kesultanan Oman meerupakan sebuah negara Arab yang terletak di pantai tenggara Semenanjung Arab. Oman memegang posisi strategis yang penting di mulut Teluk Persia, berbatasan dengan Uni Emirat Arab di barat laut, Arab Saudi di barat, dan Yaman di barat daya, serta berbatasan laut dengan Iran dan Pakistan.
Dari akhir abad ke-17, Kesultanan Oman adalah sebuah kerajaan yang kuat, berlomba-lomba dengan Portugal dan Inggris untuk mendapat pengaruh di Teluk Persia dan Samudera Hindia. Puncaknya, pada abad ke-19, Oman menguasai dan mengontrol disepanjang Selat Hormuz yang kini disebut Iran dan Pakistan, dan selatan sejauh Zanzibar (sekarang bagian dari Tanzania).
Di abad ke-20, kesultanan Oman melemah hingga menjadi beradah di bawah pengaruh kuat Britania Raya, meskipun Oman secara resmi tidak pernah menjadi bagian Imperium Britania, tidak juga menjadi protektorat Britania.
Agama resmi Omana dalah Islam. Oman pernah dikuasai oleh dinasti Al Said sejak tahun 1744, dan telah lama menjalin hubungan militer dan politik dengan Britania Raya, dan Amerika Serikat, meskipun Oman memelihara kebijakan luar negeri yang bebas.
Oman adalah sebuah monarki absolut,di mana Sultan Oman menjalankan kewenangan paripurna, meskipun demikian parlemen memiliki beberapa kekuasaan legislatif dan pengawasan.
Sultan Qaboos bin Said al Kata telah menjadi pemimpin turun-temurun dari negara itu sejak 1970. Sultan Qaboos adalah penguasa terlama di Timur Tengah.
Dalam "2010 Failed States Index – Interactive Map and Rankings", Oman adalah salah satu negara yang paling maju dan stabil di Dunia Arab. Padahal, Oman merupakan negara penganut sekter Ibadhiyah. Yaitu sebuah kelompok pecahan daripada Sekte Khawarij.
Oman, Negara Ibadiyah, Pecahan Sekte Khawarij Tapi Damai
Adzan Asar berkumandang, Khamis Ameer, dan anaknya mengajak saya shalat berjemaah. Seperti masayrakat pada umumnya, mereka adalah penganut Islam Ibadi. Dia dengan bangga menyatakan diri sebagai penganut paham yang juga dianut oleh Sulthan Qaaboos bin Said itu. "Karena paham inilah Oman bersatu", katanya.
Ketika shalat, mereka tak meletakkan kedua tangan ke depan dada, tapi membiarkan tangan bergelantung disamping badan, mirip aliran Syi'ah 12 Imam. Perbedaan lain, mereka tak mengucapkan "amin" setelah membaca surah Al-Fatihah. Pada shalat shubuh, tidak ada do'a qunut.
Aliran Islam Ibadi berkembang pesat ditanah kelahiran Khamies Ameer, desa Nizwa. Ibadi lahir sekitar tahun 650 M atau 20 tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw. "Ini paham yang kami anut sejak dulu", kata Khamis saat saya berkunjung kekediamannya.
Hingga sekarang, komunitas Ibadhiyah relatif hidup terpencil dan tidak begitu dikenal. Karena itu, mereka bisa disebut sebagai kelompok yang kurang atau relatif tidak dikenal.
Yang bisa disimpulkan dari sejarah adalah bahwa Ibadhiyah muncul pada peristiwa pembangkangan Khawarij terhadap Sayidina Ali di perang Shiffin. Mereka lalu membentuk kelompok independen lantaran pengaruh pandangan-pandangan Abu Bilal Mardas bin Adyah. Mereka memisahkan diri dari kelompok-kelompok ekstrem Khawarij seperti Azariqah. Abu Bilal adalah poros tengah antara kelompok induk Khawarij dan kelompok-kelompok moderat. Pasca syahidnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Khawarij melakukan beberapa pemberontakan terhadap penguasa, salah satunya di bawah kepemimpinan Abu Bilal Mardas di masa Yazid bin Muawiyah. Di tahun 58 H, setelah dibebaskan dari penjara Ubaidillah bin Ziyad, Abu Bilal beserta tiga puluh pengikutnya keluar dari Bashrah dan menuju Ahvaz, atau lebih tepatnya, Asak. Pengikutnya di sana bertambah menjadi 40 orang. Ubaidillah lalu mengutus Aslam bin Zur`ah bersama dua ribu prajurit untuk menghentikan Abu Bilal dan pengikutnya. Sebelum pertempuran dimulai, Abu Bilal berkata kepada musuhnya, "Kenapa kalian memerangi kami? Kami tidak berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak pernah menghunus pedang di hadapan orang lain." Alhasil, perang tetap terjadi dan 40 orang Khawarij berhasil mengalahkan pasukan Khalifah dan memaksa mereka melarikan diri. Di tahun berikutnya, Ubaidillah mengutus pasukan lain berjumlah 4000 orang untuk menumpas mereka. Pertempuran terjadi di hari Jumat di Darabjard Fars. Mulanya, pasukan Khalifah tidak memperoleh kemajuan. Saat waktu shalat (Jumat) tiba, Abu Bilal mengirim pesan untuk menunda pertempuran demi melaksanakan shalat. Namun, ketika pasukan Khawarij sedang melakukan shalat, pihak musuh menyerbu dan membunuh mereka semua, termasuk Mardas.
Setelah kematian Abu Bilal, Khawarij berkumpul di Bashrah untuk berjihad. Mereka lalu menuju Ahvaz bersama Nafi` bin Arzaq. Namun, kelompok yang tidak setuju melakukan pemberontakan, bersikukuh tinggal di Bashrah di bawah kepemimpinan Abdullah bin Ibadh. Abdullah bin Ibadh berasal dari kabilah Bani Tamim, atau menurut Thabari, dari Bani Shirm. Dia adalah seorang yang berwawasan dan moderat. Semenjak awal, dia tidak menyetujui sikap ekstrem sebagian Khawarij. Ia memisahkan diri dari mereka dan memilih jalan tengah.
Tidak ada data akurat terkait tanggal kelahiran dan kematian Abdullah bin Ibadh. Dia adalah peletak fondasi akidah dan fikih mazhab Ibadhiyah. Ia senantiasa diagung-agungkan oleh para pengikutnya. Dalam referensi-referensi Ibadhiyah, ia disebut sebagai pembesar kaum, junjungan Muslimin, dan pemuka ahli tahqiq. Yang bisa dipastikan dari peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kehidupan Abdullah adalah, setelah terbunuhnya Abu Bilal, Ubaidillah bin Ziyad mengirim pasukan ke Mekah untuk menumpas habis Khawarij. Kaum Khawarij berjuang mempertahankan Mekkah dan berhasil mengalahkan pasukan Syam. Abdullah bin Ibadh juga turut berperan dalam pertempuran ini.
Di abad-abad terdahulu, pengikut Ibadhiyah hidup dalam wilayah yang amat luas. Beberapa kelompok dari mereka masih bertahan hingga sekarang. Mereka menetap di Oman, Tanzania (Zanjibar), dan Afrika Utara. Di masa kita sekarang, Ibadhiyah adalah mazhab yang dianut mayoritas rakyat dan suku Oman. Kecenderungan masyarakat Oman kepada mazhab Ibadhiyah bermula semenjak awal terbentuknya mazhab ini. Pada permulaan gerakan dan perang Khawarij melawan dinasti Bani Umayah, sebagian pemuka kelompok Ibadhiyah datang ke Oman. Mereka menyebarkan ajaran Ibadhiyah dan memperoleh banyak pengikut. Ketika Jabir bin Zaid diasingkan oleh Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi dari Bashrah ke Oman, penduduk Oman menyambut dakwah Ibadhiyah. Sebab, Jabir berasal dari suku Azd yang merupakan suku mayoritas di Oman. Selain itu, pandangan moderat pemimpin Ibadhiyah, yaitu Jabir bin Zaid, juga turut mempengaruhi sambutan rakyat Oman.
Terputusnya silsilah dinasti Bani Umayah di tahun 132 H/750 M dan kekacauan di pemerintah pusat, memberi peluang kepada pengikut Ibadhiyah di Oman untuk mewujudkan mimpi membentuk pemerintahan. Mereka lalu mengangkat Jalandi bin Mas`ud bin Jaifar bin Jalandi Azdi sebagai imam bagi pengikut Ibadhiyah di Oman.
Kelompok-kelompok Ibadhiyah
Ibadhiyah juga tak lepas dari penyempalan dan perpecahan. Ada beberapa kelompok dengan beragam kecenderungan yang menyempal dari mereka. Penyempalan ini disebabkan perbedaan kultur, politik, dan sosial di antara mereka. Berikut ini beberapa kelompok cabang dari Ibadhiyah:
* Wahbiyah: Kelompok ini salah satu dari kelompok-kelompok utama Ibadhiyah. Sebagian besar pengikut Ibadhiyah berafiliasi kepada kelompok ini.
* Ibrahimiyah: Kelompok ini dinisbatkan kepada seorang penduduk Madinah bernama Ibrahim. Kemunculan kelompok ini bermula dari fatwa Ibrahim terkait dibolehkannya menjual hamba sahaya wanita Muslim kepada orang kafir (selain Ibadhiyah). Ia juga melakukan hal serupa terhadap budak wanitanya. Salah satu pengikutnya yang bernama Maimun memprotes dan berpendapat bahwa ini tidak boleh dilakukan. Ibrahim lalu berargumen dengan ayat 275 surah al-Baqarah bahwa Allah menghalalkan segala bentuk jual-beli. Namun, argumen ini tidak memuaskan Maimun dan ia pun memisahkan diri dari Ibrahim.
* Maimuniyah: Kelompok ini muncul setelah Maimun memisahkan diri dari kelompok Ibrahim.
* Hafshiyah: Mereka adalah pengikut Hafsh bin Abi Miqdam. Fakhrurrazi mengatakan bahwa kunyah (julukan)nya adalah Abu Ja`far. Hafshiyah berpendapat bahwa fondasi iman hanya berupa pengenalan terhadap Allah semata.
* Haritsiyah: Mereka adalah pengikut Harits Abadhi yang menganut pandangan Mu`tazilah dalam masalah takdir.
* Yazidiyah: Para pengikut Yazid bin Anis yang berpendapat bahwa Islam akan dihapus di akhir zaman dan ada nabi yang akan datang dari kaum Ajam (non-Arab). (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)
Sumber :
http://guides.library.illinois.edu/c.php?g=348315&p=2347041
http://www.muslimedianews.com/2015/11/oman-negara-ibadi-pecahan-sekte.html#ixzz569VL2wnH
[1] Pew Research Center. The Future of the Global Muslim Population, [Online] Available from : http://www.pewforum.org/2011/01/27/the-future-of-the-global-muslim-population/ [ Acessed 21 October 2015] [ Uploaded 27 January 2011]
[2] Ayatullah Hasan Ansari. What is the history of Ibadiyya and Where do the Ibadies Live, [Online] Available from: http://www.erfan.ir/english/67190.html [Acessed 20 Oktober 2015] [Uploaded 18 March 2014]
[3] Anonymous. The Ibadiyya/Ibadi Movement, [Online] Available from : http://www.islamawareness.net/Deviant/Ibadis/ibadiyya.html [Acessed 20 October 2015]
[4] Ahmed Souaiaiai. History of Ibadiyyah, [Online] Available from : http://ibadism.ahmedsouaiaia.com/ [Acessed 20 October 2015]
[5] Anonymous. Khawarij dan sifat-sifatnya, [Online] Available from : http://www.dakwatuna.com/2008/10/27/1295/khawarij-dan-sifat-sifatnya/#axzz3pC61HngD [ Acessed 21 october 2015] [27 october 2008]
[6] Valerie J. Hoffman. Ibadi Islam : An Introduction, [Online] Available from : http://islam.uga.edu/ibadis.html [ Acessed 21 October ]
[7] Ibid
[8] Anonymous, The Sunnah : Practice and Law [sharia]. [Online] Available from : http://islam.uga.edu/shariah.html [Acessed 21 October 2015]
[9] Anonymous, Ahlul Sunnah Wal Jamaah. [Online] Available from : http://www.alkhoirot.net/2012/06/ahlussunnah-wal-jamaah.html [Acessed 21 october 2015]
[10] Anonymous. The Ibadiyya/Ibadi Movement, [Online] Available from : http://www.islamawareness.net/Deviant/Ibadis/ibadiyya.html [Acessed 21 October 2015]
[11] Adil Salahi, Pioneer of Islamic Scholarship. [Book] P 147
[12] Ibid 147
[13] Valerie J. Hoffman. Ibadi Islam : An Introduction, [Online] Available from : http://islam.uga.edu/ibadis.html [ Acessed 21 October ]
[14] Youtube, Religion Tolerance in Oman, [Video] Available from : https://www.youtube.com/watch?v=d5y85yWB6Kc [ Acessed 21 October 2015]
Post a Comment