HASIL HOLAQOH NETIZEN NU JAWA BARAT PADA 19 JANUARI 2017

Ini adalah poin-poin hasil halaqoh Netizen NU Jawa Barat pada 19 Januari 2017  :


Pertama, Ada gerakan dan dana super besar untuk membuat Indonesia bersih dari NU dengan target tahun 2025. Seperti sering dibilang oleh para Kiai sepuh, kalau mau menguasai Indonesia, kuasai dulu NU. Kalau mau memecah belah Indonesia, pecah belah dulu NU. Kalau mau menghancurkan Indonesia, hancurkan dulu NU.

Kedua, NU sudah cukup lambat mengantisipasi serbuan media online dan medsos oleh pihak-pihak di atas. Serangan di era media cetak sudah gencar dari tahun 80-an, serangan melalui internet sudah gencar dari tahun 95an, dan serangan di medsos semakin menggila sejak tahun 2010an.

Ketiga, perlu ada peningkatan kajian literasi kitab kuning (ilmu-ilmu agama), kitab putih (ilmu-ilmu humaniora), dan kitab abu-abu (ilmu politik) bagi para warga NU agar tidak mudah dibodohi oleh paham-paham yang "menyerang" kaum Nahdhiyyin. Karena mereka kini menyerang dengan gerakan Neo Cortex (Al Ghozwul Fikr), proxy dan psyco war (perang pemikiran, rekayasa psikologi dan intrik politik) dengan menggunakan sentimen agama, fanatisme Islam dan 'politik kebencian' sebagai alat untuk melemahkan warga NU.

Keempat, serangan-serangan kepada ulama-ulama NU khususnya para ulama pengawal organisasi NU berupa fitnah dan hoax amat gencar, sebagian di antaranya dilakukan oleh kalangan yang "mengaku" Nahdhiyyin juga. Serangan-serangan ini tujuannya menghilangkan kepercayaan umat kepada ulama, dan mengalihkannya kepada ulama-ulama yang "direkomendasikan" oleh para penyerang tersebut.

Kelima, para kader Anshor Banser, elemen organisasi NU dan warga Nahdhiyyin harus ikut serta dalam "perang medsos" tersebut, namun dengan cara bil-hikmah wal mau'idhatil hasanah. Bila pihak lawan rajin menyebar hoax dan fitnah, jangan dilawan dengan hoax dan fitnah. Lawanlah dengan menyebarkan berita yang benar. Perbanyak menyebar postingan yang meluruskan kesalahpahaman, tanpa menghujat dan mencaci. NU itu merangkul, bukan memukul.

Warga NU memang harus mewaspadai gaya baru Wahabi. Nampaknya setelah mereka gagal puluhan tahun untuk me-wahabikan banyak kader NU di kampus-kampus Saudi Arabia, mereka juga gagal memberangus amaliyah NU dengan amunisi ustadz-ustadz Wahabi sekelas Ustadz Firanda hingga Tengku Wisnu melalui media massa, dan menyebar web-web majhul yang penuh propaganda.
Wahabi juga telah mencoba mengemas agar doktrin mereka lebih diterima dengan baju Jawa ala MTA pimpinan Syekh Sukino, namun tetap saja gagal. Nampaknya kini ada kesempatan bagi mereka utk memecah belah warga NU dengan "berselingkuh" dengan FPI.

Mungkin mereka tahu bahwa hanya kaum Aswaja yang suka memuja-muja ahli Bayt hingga 'sundul langit'. Bahkan mereka mungkin juga menganggap warga NU hanyalah kumpulan orang-orang bodoh karena menganggab para Habaib sebagai 'sadat' (jamak dari Sayid) yang dianggap sebagai juru selamat, dimana semua fatwa dan ucapan mereka pasti dianut dan dianggap benar.

Hingga dengan trik-trik politik, kini Wahabi telah berhasil berfusi dengan FPI untuk memecah belah opini warga NU menggunakan atribut baru yang baru mereka ciptakan; yah apalagi kalau bukan GNPF-MUI.

Bahkan lihatlah, nampaknya demi tegaknya kalimah Wahabi dan untuk menyenangkan juragannya di Arab Saudi, kini panglima GNPF yang juga guru besar Tengku Wisnu itu kini telah berkopyah hitam dan memproklamirkan diri sebagai ulama besar dengan gelar Kyai Haji (KH). "Kami NU bukan? Maka dengarkan juga kami". Mungkin itulah yang ingin dia katakan.

Namun mereka lupa bahwa warga NU itu panutannya bukan Kyai, habib maupun ustadz. Panutan warga NU adalah para ulama yang mengajarkan mereka makna kebaikan yang tidak sekedar diukur dengan "qola ta'ala" apalagi simbol "kearaban", tapi kebaikan sosial yang sesuai dengan tradisi lokal mereka di Nusantara dan sejalan dengan ajaran Sunnah serta uswah akhlakul karimah Rasulillah Saw.
Para ulama yang setiap hari membimbing mereka dengan fatwa-fatwa yang menyejukkan di sudut-sudut kampung ataupun pesantren dan uswah keteladanan yang mendamaikan tanpa mengobral dalil dan simbol agama secara vulgar; bukan pula fatwa yang penuh sensasi ataupun orasi yang menggugah emosi seakan akan kita sedang berperang.

Dan para ulama yang lebih mengutamakan ilmu dan moral sebagai pegangan daripada atribut atribut kenabian dan semangat keislaman yang kadang hanya dipenuhi kepentingan dan kemunafikan.
Karena NU adalah Nahdlatul Ulama; yakni organisasi wadah para ulama dalam upaya membangkitkan umat dari carut marut dunia yg penuh permainan melalui kekuatan ilmu dan moral, apapun atribut sosial pada mereka yg masyarakat berikan.

Karena itu selayaknya warga NU memang harus mewaspadai munculnya gerakan massif yang akhir-akhir ini menyerang NU dan kiai ulama NU dengan fitnah hoax dan hate speech.
Gerakan yang ingin menggantikan peran NU di masyarakat dan sebagai pilar Indonesia dengan organisasi baru selain NU, menggantikan peran para Kyai ulama NU yang alim allamah dan mengakar di masyarakat dengan para 'new comers' yang beratribut keulamaan namun hanya hasil audisi media.

Ciri mereka adalah fanatik buta pada 'hitam putih' syariah sehingga anti Pancasila, cinta mati-matian pada atribut dan simbol Islam untuk dibela sehingga mereka anti kebhinekaan, atau mereka yang menjadi pejuang demi tegaknya pemerintahan Islam sehingga antipati pada konsensus "NKRI harga mati".

Dan yang paling akut adalah mereka yang benci NU, amaliyah NU dan Kyai NU karena mereka menganggap NU adalah wadah bagi manusia manusia calon penghuni neraka, dan hanya mereka saja yang berhak masuk sorga. Salam melek keNUan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.