Membuka Kembali File Lama Percakapan Ekslusif antara Ganis Harsono dan Brigjen Zabur


Buat rubrik politik

Dalam memoar karya Ganis Harsono bertajuk Cakrawala Politik Era Sukarno, terungkap sebuah  percakapan ekslusif antara Ganis Harsono, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri merangkap Wakil Menteri Luar RI era Presiden Sukarno, dan Brigjen Sabur yang kala itu merupakan ajudan militer senior Presiden Sukarno  dan  Komandan Resimen Cakrabirawa pada April 1965, ketika. Keduanya kala itu sama-sama duduk dalam kepanitiaan 10 tahun KAA Bandung, mungkin bisa memberi perspektif baru dalam memaknai perkembangan global saat ini.
Percakapan Ekslusif Ganis Harsono dan Brigjen Sabur pada April 1965, pada waktu itu masih termasuk katageri rahasia negara, meskipun percakapan keduanya bersifat santai dan informal, karena keduanya sama sama putra kelahiran Jombang, Jawa Timur.
Namun materi yang dibicarakan selain tergolong berat, juga bersifat rahasia karena menyangkut arah kebijakan presiden Sukarno yang saat itu sedang menyiapkan Konferensi Negara Negara yang baru merdeka atau yang sekarang kita sebut Negara-Negara Berkembang. Sebagai kontra skema menghadapi situasi dan dinamika Perang Dingin yang memperhadapkan kutub Amerika Serikat dan Blok Eropa Barat versus Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina (RRC).
Sukarnoi dan beberapa orang kepercayaannya seperti Ruslan Abdulgani, Ali Sastroamijoyo dan Sunario, menggagas suatu kekuatan ketiga sebagai alternatif di antara kedua kutub tersebut. Dengan meritintis terselenggaranya Konferensi Asia Afrika pada April 1955 di Bandung, yang kemudian enam tahun kemudian diperluas lingkupnya dengan diselenggarakannya Konferensi Negara Negara Nonblok di Beigrad, Yugoslavia, pada 1961.
Percakapan ekslusif Ganis Harsono-Brigjen Zabur, dilatari oleh persiapan Bung Karno menggagas Konferensi Negara-Negara yang baru bangkit (Conference of the New Emerging Forces-Conefo) yang rencananya akan berlangsung pada Agustus 1966.
Percakapan Ganis dan Zabur pada April 1964 kiranya menggambarkan alasan dan gagasan yang mendasari mengapa Conefo itu digagas oleh Bung Karno.
Simak selengkapnya.
Ganis Harsono (GH): Menurut dugaan anda, apakah akan terjadi sesuatu Bur?
Brigjen Sabur (BS): Tidak Ganis, keadaan kita kuasai sepenuhnya. Bapak sudah dapat menguasai sepenuhnya ke-10 partai politik dan semua organisasi massanya yang berjumlah seratus itu. Semuanya menyokong kebijksanaan politik Bapak, sehingga dengan demikian beliau dapat memperlihatkan kepada semua tamunya, bahwa Jakarta memang pantas untuk menjadi pusat yang keempat dari dunia.
GH: Coba, bagaimana jelasnya, anda berbicara samar-samar.
BS: Ganis, menurut saya anda tidak bisa dapat fakta yang nyata dalam keadaan politik internasional seperti sekarang ini. Tapi pada hari itu Bapak punya pikiran yang blak-blakan dengan mengatakan bahwa dalam waktu 10 tahun lebih sedikit, dunia akan terbagi dalam tiga kelompok ekonomi, kecuali kalau kita berbuat sesuatu.
GH: Ah, menurut saya cuma ada dua kelompok. Dunia Bebas dan Dunia Komunis.
BS: Itu pikiran streotip dari seorang diplomat, cara berpikir seperti itu sudah ketinggalan zaman kalau bukan kuno. Begini saja! Akan ada kelompok ekonomi Amerika Serikat, Seluruh Amerika akan jatuh ke dalam daerah pengaruhnya. Kemudian kelompok ekonomi Uni Soviet, Eropa, dan Afrika akan berada di bawah pengaruhnya. Yang ketiga, kelompok ekonomi Cina. Asia dan Australia akan berada di bawah pengaruhnya.
GH: Ah, apa bisa saya percaya itu?
BS: Ganis, terserah anda. Saya hanya menceritakan apa yang saya dengar.
GH: Jadi menurut teori itu Bur, Indonesia akan jatuh ke dalam pengaruh kelompok Cina?
BS: Mungkin demikian, tapi Indonesia tidak akan. Bapak sudah punya jawaban untuk itu. Kata Bapak, Indonesia dengan penduduknya yang lebih dari seratus juta jiwa (data pada 1965), bersama-sama dengan negara-negara yang baru bangkit akan membangun kelompok sendiri.
GH: Kok sesederhana itu, Pak Jenderal?
BS: Betul, justru karena sederhana itulah, Bapak akan terus mengusahakannya. Perhatikan omongan saya ini.
Sayangnya, CONEFO sebagai konferensi negara negara yang baru bangkit yang sedianya akan diselenggarakan pada Agustus 1966 itu , akhirnya batal gara-gara Bung Karno jatuh dari tampuk kekuasaan menyusul terjadinya G-30 S 1965. Kalau konferensi CONEFO itu jadi berlangsung, mungkin Indonesia akan mempelopori lahirnya Perserikatan Bangsa Bangsa tandingan.
Terkait relevansi perkembangan global belakangan ini, menyusul tampilnya Donald J Trump sebagai presiden AS, konflik yang semakin memanas antara AS versus Cina, maupun indikasi merapatnya Australia, Jepang dan Arab Saudi kepada Indonesia, maka percakapan Ganis Harsono-Brigjen Zabur, kiranya penting untuk kita reungkan kembali, khususnya terkait munculnya tiga kutub ekonomi di dunia  yang diramalkan Sukarno pada 1965. Yang nampaknya sekarang semakin mendekati kebenarannya.
Gagasan Sukarno untuk memunculkan kutub keempat di luar orbit pengaruh ketiga kutub ekonomi global tersebut, agaknya tetap menginspirasi kita hingga kini, untuk tetap jadi bahan pemikiran untuk penyusunan kebijakan strategis bidang luar negeri berbasis geopolitik.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.