ABAH ANOM
Suryalaya, mendengar nama ini, pikiran pertama kebanyakan orang
adalah pesantren dan narkoba. Iya, tidak salah memang, pesantren yang
terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini memang sering menjadi
referensi untuk mengobati para pecandu narkoba.
Tapi, sejatinya, lebih dari itu. Pesantren ini seperti namanya, menjadi matahari terbit bukan hanya buat warga sekitar, tapi masyarakat luas. Sejak berdiri pada 5 September 1905 di bawah kepemimpinan Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan Abah Sepuh, pesantren ini memang menjadi oase buat masyarakat.
Tak hanya sebagai pusat spriritual masyarakat, urusan sosial kemayarakat dan pemberdaaan ekonomi masyarakat memang menjadi aktivitas keseharian pesantren. Tak heran, kepedulian terhadap lingkungan juga mendarah daging kepada ahli warisnya KH Shohibul Wafa Tajul Arifin atau Abah Anom.
Nama Abah Anom sendiri mahsyur tak hanya di sekitar Tasikmalaya atau Jawa Barat semata, tapi seantero negeri bahkan ke sejumah negara lain. Selama 55 tahun Abah Anom memimpin Pondok Pesantren Suryalaya, selama itu juga ia mengembangkan banyak pemikiran progresif bagi santri-santrinya. Bahkan setelah wafat pada 5 September 2011 pun, ajarannya masih diamlkan para santri dan pengikutnya hingga saat ini.
Abah Anom dilahirkan di Kampung Godebah, Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, 1 Januari 1915. Ia adalah putra kelima Syeikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad dan dari ibu yang bernama Hajjah Juhriyah.
Ia mulai menimba pendidikan formalnya pada tahun 1923 hingga 1928 di sebuah sekolah buatan Belanda, Verfolg School di Ciamis, Jawa Barat. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacam Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya.
Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Ia belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur.
Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, ia melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Mama Ajengan Ahmad Syathibi.Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi.
Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren.
Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai ilmu keislaman saat berumur 18 tahun. Didukung ketertarikan pada dunia pesantren, ayahnya yang sesepuh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) mengajarinya zikir tarekat. Sehingga ia menjadi wakil "talqin" Abah Sepuh pada usia relatif muda. Sejak itulah, ia lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.
Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia 23 tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Selama tujuh bulan di Makkah, ia banyak melakukan perjalanan spiritual, termasuk belajar dari Syaikh Romli yang memiliki majelis diskusi tasawuf (ribath naqsyabandi) yang terletak di Jabbal Qubais.
Dua kitab tasawuf karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani; Sirr Al-Asrar dan Ghunyah Al-Thalibin, pun habis dilahapnya, begitu juga dengan kitab tasawuf lainnya. Perjalanan panjang itu memberinya pengalaman dan pengetahuan dalam berbagai bidang, meliputi tafsir, haids, fiqih, kalam (teologi), dan tasawuf.
Sekembalinya dari tanah suci, Abah Anom mengembangkan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN), hingga menjadi tarekat dengan jumlah pengikut paling banyak di Nusantara. Tarekat ini pun tersebar diberbagai pulau, bukan hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Luar Negeri, seperti di Singapura, Malaysia, Brunei, Amerika, Jepang, Jerman, Australia, Belanda dan negeri lainnya.
Abah Anom sendiri resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di pesantren sejak tahun 1950. Ia menjadi tulang punggung pengembangan pesantren Suryalaya tatkala ayahandanya, Abah Sepuh, wafat pada 1956. Ia menggantikan peran ayahnya untuk mengajar santri dan menjadi rujukan masyarakat.
Pada masa awal kepemimpinannya, Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII karena menjadi salah satu pesantren yang menentang pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo. Pesantren ini mengganggap DI/TII bukanlah hasil kesepakatan umat Islam, dan hanya menggunakan Islam sebagai bendera saja serta akan menyengsarakan umat.
Tak sampai disitu, pada masa pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan Negara.
Dzikir
Dalam mengajarkan ilmu tentang agama Islam kepada para santrinya, Abah Anom selalu mengutamakan pasal berdzikir untuk kebaikan manusia menjadi hidup lebih baik sesuai tuntuan Al Quran dan hadits.
Berdzikir yang sesuai perintah dalam ajaran Al Quran dan Hadits itu terus digalakkan oleh Abah Anom kepada para santrinya dan masyarakat umum. "Beliau meminta untuk berdzikir itu berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Lagi makan lagi aktivitas apaun harus berzikir," kata salah seorang mantan santri Inabah, Ade RC (43) eperti dikutip Antara.
Dzikir yang disarankan Abah Anom itu yakni dzikir hati dan dzikir diucapkan, dzikir hati yang tidak diketahui oleh siapapun melainkan oleh dirinya sendiri yang berucap dalam hati, sedangkan dzikir ucap diucapkan dengan menyebut "La llahaillallah".
"Dengan dzikir setiap waktu kata Abah Anom untuk terus mengingat Allah, sehingga dengan mengingat Allah, ketika mau berbuat jahat itu akan merasa malu sendiri," kata Ade juga anggota Polisi di Polres Kabupaten Tasikmalaya.
Senada, santri lainnya Wineu Gustianeu (28) warga Kota Cimahi, Jawa Barat mengaku, setiap sepekan sekali selalu datang ke pesantren Suryalaya hanya untuk mengikuti pengajian Uqudul Jumaan yang merupakan berdzikir bersama-sama.
"Almarhum merupakan guru, patut dijadikan soriteladan, beliau selau menyuruh dzikir, sabar dan iklhas dalam menjalani hidup," kata Wineu.
Dalam catatan Asep Salahudin dalam bukunya “Abah Anom, Wali Fenomenal Abad 21 dan Ajarannya”, Abah Anom memberikan petuah;
"Ulah rek miheulaan kana kersaning Allah jeung Rosulna, anu akibatna poho we kanu mere, poho we kanu ngersakeun, geus puguh keur datang musibah mah, cacakan keur datang ni'mat oge eh teu inget. Kanikmatan bae anu digulung teh, teu tembus kanu mere kanikmatanana. Ku naon? Ku teu tuman inget ka Gusti Alloh. Aya watesna resep teh. Sing boga rasa cinta ka anak, cinta ka pamajikan, cinta ka harta benda. Tapi, meakkeun pisan kanu merena. Kumaha eta teh akibatna? Rasa anu bogana takabur, ujub, ria, ahirna ngahir-ahir waktu,"
(Jangan mendahului kehendak Allah dan Rasul-Nya sehingga membuat kita lupa terhadap Sang Pemberi, lupa terhadap Yang Maha Berkehendak. Jangankan saat ditimpa musibah, bahkan ketika mendapat banyak nikmat pun sering kita lupa. Selalu saja kenikmatan yang dipikirkan, tak ingat kepada Yang Memberi.
Mengapa? Lantaran tidak terbiasa mengingat Tuhan. Cinta itu ada batasnya. Hendaknya punya rasa cinta pada anak, istri, dan harta benda. Tetapi, kecintaan itu menghabiskan kecintaan kepada-Nya. Jadi, apa akibatnya? Diri dikuasai sifat takabbur, angkuh, riya dan akhirnya gemar mengakhir-akhirkan waktu).
Ekonomi Rakyat
Di era kepemimpinan Abah Anom, pesantren Suryalaya tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Salah satu jasanya yang paling terkenal adalah pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi sempanjang dua kilometer. Selain membangun sistem irigasi, abah juga mempelopori kerjasama warga dengan Dinas Pertanian Tasikmalaya sehingga produksi pertanian saat itu meningkat dan menunjang program swasembada yang dicanangkan pemerintah. Untuk jasanya itu, Gubernur Jawa Barat kala itu, Mashudi menganugerahi piagam penghargaan atas kepeloporannya meningkatkan swasembada pangan, tahun 1961.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang di antara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.
Abah Anom juga terbukti sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya. Beberapa lembaga tersebut antara lain pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah keagamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah.
Abah Anom juga membuktikan pengabdiannya kepada negara dengan melakukan program peduli lingkungan. Salah satunya adalah kegiatan penghijauan yang beliau canangkan di Hulu Sungai Citanduy. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah erosi. Abah melakukan penanaman bambu dan tanaman keras jenis lain. Atas jasanya, Abah Anom mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Soeharto pada tahun 1980.
Rehabilitasi berbasis Spiritual
Abah Anom juga terkenal sebagai pelopor metode rehabilitasi narkoba berbasis spiritual. Tepatnya pada tahun 1971, Pondok Pesantren Suryalaya yang dipimpin oleh Abah mulai membantu program pemerintah dalam penanggulangan penyalah gunaan narkoba dan kenakalan remaja. Metode ini dikenal dengan istilah Inabah.
Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu (mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan. Maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya.
Abah Anom menggunakan nama inabah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.
Dalam perkembangannya program ini mulai dilembagakan menjadi Pondok Inabah yang mulai dikembangkan sejak tahun 1980. Sejak saat itu lah Inabah tidak bisa dilepaskan dari nama Pondok Pesantren Suryalaya.
Dari sudut pandang tasawuf orang yang sedang mabuk, yang jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah). Metode inabah baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama.
Ade RC, sebagai salah satu anak binaan semasa mudanya mengaku jalan hidupnya tidak benar dan memiliki niat untuk mendalami ilmu agama Islam agar mendapatkan ketenangan jiwa dan tidak merugikan orang sekitarnya. Ia menjadi santri Inabah selama dua tahun merasa mendapatkan kekuatan batin dan lahiriah dengan selalu mengingat kebesaran Allah, karena setiap harinya tidak terlepas dari berzikir.
"Saya dulu merasa 'baong' (susah diatur) makanya masuk Inabah Suryalaya, dan saya mendapatkan sesuatu dalam diri saya menjadi lebih baik, yaitu dengan selalu berzikir," katanya.
Ia menceritakan awal mulanya menjalani kehidupan rehabilitasi di pondok Inabah ketika tengah malam pukul 01.00 atau 02.00 WIB oleh pengurus Inabah diminta untuk mandi.Proses mandi itu selanjutnya sholat malam kemudian berzikir dan shalawatan kemudian melakukan berbagai aktivitas keagamaan lainnya seharian.
Aktivitas mandi malam dan berzikir malam itu, kata Ade terus dilakukan secara berturut-turut hingga menjadi kebiasaan dan ketagihan, karena aktivitas tersebut dinilai baik untuk kesehatan."Awalnya memang terpaksa, tapi kesini menjadi biasa, dan itu ternyata membawa kita merasa lebih segar, kita mendapatkan kekuatan ditambah selalu berzikir," katanya.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, juga diberikan kegiatan tambahan berupa pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina di evaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya.
Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan. Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal.
Lintas Kultur
Dalam catatan Asep Salahudin, Abah Anom sepanjang hidupnya tidak hanya terus menjalin silaturahmi dengan siapa saja tanpa memandang asal-usul dan mazhab yang digunakan. Ia pun berkomunikasi lintas kultur, ideologi dan memandang manusia dengan cinta, dengan kasih sayang. Ketika sudah sepuh, Abah Anom tetap setia mencurahkan mutiara hikmah dan berkah, bahkan ketika beliau harus berdiam di atas kursi roda.
Tidak sedikit yang mau belajar dari Abah Anom termasuk para petinggi negara ini. Mantan Presiden Suharto pada tahun 1995 pernah datang ke pesantren Suryalaya didampingi Mensesneg, Moerdiono. Dalam sebuat tulisan, penulis dan ilmuwan Belanda, Martin Van Bruinessen, mengatakan bahwa Abah Anom memiliki kedudukan khusus di mata Suharto.
Kabarnya, Abah Anom-lah yang “mengislamkan” kembali Suharto yang sebelumnya menganut penghayatan “Kejawen”. Via Abah Anom juga Suharto belajar banyak tentang Islam dan dinamika keagamaan, termasuk “konsultasi” Suharto menjelang kejatuhannya.
Tidak hanya Suharto, mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang dikenal Gus Dur pun pernah “sowan” ke kediaman Abah Anom. Menurut cerita salah seorang pengurus pesantren Suryalaya, K.H. Zainal Abidin Anwar, Gus Dur rela antri menunggu bertemu dengan Abah Anom. Dan selama menunggu, Gus Dur menginap di kediamannya, yang terletak berdekatan dengan pesantren.
Suatu ketika, Gus Dur juga pernah bikin heboh dengan membawa L.B Moerdani keliling pesantren dan menghampiri Suryalaya. Peristiwa ini sempat membuat “heboh” umat Islam, karena sikap politik LB Moerdani yang pernah merugikan umat Islam justru dibawa keliling pesantren.
Saat menerima L.B. Moerdani, Abah Anom menunjukkan sikap kenegarawanan sekaligus sikap politiknya yang tidak tersekat perbedaan agama dan etnis. Pangersa (sebutan untuk Abah Anom) tidak ingin larut dalam arus kebencian yang tanpa ujung, tidak ingin tersekap dalam pusara sentimen perbedaan agama yang jika terus dipupuk akan menciptakan disintegrasi dan merusak kebhinekaan yang telah dibangun pendiri bangsa.
Hebatnya, meski dekat dengan kekuasaan, Abah Anom tidak kehilangan legitimasi umat. Abah Anom menjadi rujukan moral dan mata air keteladanan. Tidak mengherankan ketika setiap hari ratusan orang dari berbagai mahzab, bahkan lintas agama berbondong-bondong datang kekediamannya untuk silaturahmi.
Banyak ulama tarekat yang mengagumi beliau. Sayyid Muhammad bin Alaway bin Abbas Al-Maliki ra., ulama Suni terkemuka di Makkah mengungkapan, Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin qs. (Abah Anom) Adalah Sulthon Awliya fi Hadza Zaman. Bahkan Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani, sufi kenamaan dari Cyprus, menyebut Pangersa Abah Anom sebagai Sufi Agung di Timur Jauh.
Penyebutan terhadap Pangersa Abah Anom sebagai Sufi Agung di Timur Jauh bukan tanpa alasan. Sudah ratusan bahkan ribuan orang yang datang untuk ditalqin dan menjadi murid beliau dari seluruh Indonesia dan dari manca negara.
Abah Anom wafat di usia 96 tahun pada Senin siang sekira pukul 11.50 WIB di Tasikmalaya Medical Centre. Selain meninggalkan meninggalkan seorang istri dan 16 orang anak, warisan ilmu, amal dan inabahnya terus mengalir menjadi amal baiknya. (Mg Muhammad Fauzi, Faisal Rachman, berbagai sumber)
Tapi, sejatinya, lebih dari itu. Pesantren ini seperti namanya, menjadi matahari terbit bukan hanya buat warga sekitar, tapi masyarakat luas. Sejak berdiri pada 5 September 1905 di bawah kepemimpinan Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan Abah Sepuh, pesantren ini memang menjadi oase buat masyarakat.
Tak hanya sebagai pusat spriritual masyarakat, urusan sosial kemayarakat dan pemberdaaan ekonomi masyarakat memang menjadi aktivitas keseharian pesantren. Tak heran, kepedulian terhadap lingkungan juga mendarah daging kepada ahli warisnya KH Shohibul Wafa Tajul Arifin atau Abah Anom.
Nama Abah Anom sendiri mahsyur tak hanya di sekitar Tasikmalaya atau Jawa Barat semata, tapi seantero negeri bahkan ke sejumah negara lain. Selama 55 tahun Abah Anom memimpin Pondok Pesantren Suryalaya, selama itu juga ia mengembangkan banyak pemikiran progresif bagi santri-santrinya. Bahkan setelah wafat pada 5 September 2011 pun, ajarannya masih diamlkan para santri dan pengikutnya hingga saat ini.
Abah Anom dilahirkan di Kampung Godebah, Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, 1 Januari 1915. Ia adalah putra kelima Syeikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad dan dari ibu yang bernama Hajjah Juhriyah.
Ia mulai menimba pendidikan formalnya pada tahun 1923 hingga 1928 di sebuah sekolah buatan Belanda, Verfolg School di Ciamis, Jawa Barat. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacam Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya.
Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Ia belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur.
Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, ia melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Mama Ajengan Ahmad Syathibi.Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi.
Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren.
Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai ilmu keislaman saat berumur 18 tahun. Didukung ketertarikan pada dunia pesantren, ayahnya yang sesepuh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) mengajarinya zikir tarekat. Sehingga ia menjadi wakil "talqin" Abah Sepuh pada usia relatif muda. Sejak itulah, ia lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.
Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia 23 tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Selama tujuh bulan di Makkah, ia banyak melakukan perjalanan spiritual, termasuk belajar dari Syaikh Romli yang memiliki majelis diskusi tasawuf (ribath naqsyabandi) yang terletak di Jabbal Qubais.
Dua kitab tasawuf karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani; Sirr Al-Asrar dan Ghunyah Al-Thalibin, pun habis dilahapnya, begitu juga dengan kitab tasawuf lainnya. Perjalanan panjang itu memberinya pengalaman dan pengetahuan dalam berbagai bidang, meliputi tafsir, haids, fiqih, kalam (teologi), dan tasawuf.
Sekembalinya dari tanah suci, Abah Anom mengembangkan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN), hingga menjadi tarekat dengan jumlah pengikut paling banyak di Nusantara. Tarekat ini pun tersebar diberbagai pulau, bukan hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga ke Luar Negeri, seperti di Singapura, Malaysia, Brunei, Amerika, Jepang, Jerman, Australia, Belanda dan negeri lainnya.
Abah Anom sendiri resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di pesantren sejak tahun 1950. Ia menjadi tulang punggung pengembangan pesantren Suryalaya tatkala ayahandanya, Abah Sepuh, wafat pada 1956. Ia menggantikan peran ayahnya untuk mengajar santri dan menjadi rujukan masyarakat.
Pada masa awal kepemimpinannya, Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII karena menjadi salah satu pesantren yang menentang pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo. Pesantren ini mengganggap DI/TII bukanlah hasil kesepakatan umat Islam, dan hanya menggunakan Islam sebagai bendera saja serta akan menyengsarakan umat.
Tak sampai disitu, pada masa pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan Negara.
Dzikir
Dalam mengajarkan ilmu tentang agama Islam kepada para santrinya, Abah Anom selalu mengutamakan pasal berdzikir untuk kebaikan manusia menjadi hidup lebih baik sesuai tuntuan Al Quran dan hadits.
Berdzikir yang sesuai perintah dalam ajaran Al Quran dan Hadits itu terus digalakkan oleh Abah Anom kepada para santrinya dan masyarakat umum. "Beliau meminta untuk berdzikir itu berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Lagi makan lagi aktivitas apaun harus berzikir," kata salah seorang mantan santri Inabah, Ade RC (43) eperti dikutip Antara.
Dzikir yang disarankan Abah Anom itu yakni dzikir hati dan dzikir diucapkan, dzikir hati yang tidak diketahui oleh siapapun melainkan oleh dirinya sendiri yang berucap dalam hati, sedangkan dzikir ucap diucapkan dengan menyebut "La llahaillallah".
"Dengan dzikir setiap waktu kata Abah Anom untuk terus mengingat Allah, sehingga dengan mengingat Allah, ketika mau berbuat jahat itu akan merasa malu sendiri," kata Ade juga anggota Polisi di Polres Kabupaten Tasikmalaya.
Senada, santri lainnya Wineu Gustianeu (28) warga Kota Cimahi, Jawa Barat mengaku, setiap sepekan sekali selalu datang ke pesantren Suryalaya hanya untuk mengikuti pengajian Uqudul Jumaan yang merupakan berdzikir bersama-sama.
"Almarhum merupakan guru, patut dijadikan soriteladan, beliau selau menyuruh dzikir, sabar dan iklhas dalam menjalani hidup," kata Wineu.
Dalam catatan Asep Salahudin dalam bukunya “Abah Anom, Wali Fenomenal Abad 21 dan Ajarannya”, Abah Anom memberikan petuah;
"Ulah rek miheulaan kana kersaning Allah jeung Rosulna, anu akibatna poho we kanu mere, poho we kanu ngersakeun, geus puguh keur datang musibah mah, cacakan keur datang ni'mat oge eh teu inget. Kanikmatan bae anu digulung teh, teu tembus kanu mere kanikmatanana. Ku naon? Ku teu tuman inget ka Gusti Alloh. Aya watesna resep teh. Sing boga rasa cinta ka anak, cinta ka pamajikan, cinta ka harta benda. Tapi, meakkeun pisan kanu merena. Kumaha eta teh akibatna? Rasa anu bogana takabur, ujub, ria, ahirna ngahir-ahir waktu,"
(Jangan mendahului kehendak Allah dan Rasul-Nya sehingga membuat kita lupa terhadap Sang Pemberi, lupa terhadap Yang Maha Berkehendak. Jangankan saat ditimpa musibah, bahkan ketika mendapat banyak nikmat pun sering kita lupa. Selalu saja kenikmatan yang dipikirkan, tak ingat kepada Yang Memberi.
Mengapa? Lantaran tidak terbiasa mengingat Tuhan. Cinta itu ada batasnya. Hendaknya punya rasa cinta pada anak, istri, dan harta benda. Tetapi, kecintaan itu menghabiskan kecintaan kepada-Nya. Jadi, apa akibatnya? Diri dikuasai sifat takabbur, angkuh, riya dan akhirnya gemar mengakhir-akhirkan waktu).
Ekonomi Rakyat
Di era kepemimpinan Abah Anom, pesantren Suryalaya tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Salah satu jasanya yang paling terkenal adalah pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi sempanjang dua kilometer. Selain membangun sistem irigasi, abah juga mempelopori kerjasama warga dengan Dinas Pertanian Tasikmalaya sehingga produksi pertanian saat itu meningkat dan menunjang program swasembada yang dicanangkan pemerintah. Untuk jasanya itu, Gubernur Jawa Barat kala itu, Mashudi menganugerahi piagam penghargaan atas kepeloporannya meningkatkan swasembada pangan, tahun 1961.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang di antara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.
Abah Anom juga terbukti sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya. Beberapa lembaga tersebut antara lain pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah keagamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah.
Abah Anom juga membuktikan pengabdiannya kepada negara dengan melakukan program peduli lingkungan. Salah satunya adalah kegiatan penghijauan yang beliau canangkan di Hulu Sungai Citanduy. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah erosi. Abah melakukan penanaman bambu dan tanaman keras jenis lain. Atas jasanya, Abah Anom mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Soeharto pada tahun 1980.
Rehabilitasi berbasis Spiritual
Abah Anom juga terkenal sebagai pelopor metode rehabilitasi narkoba berbasis spiritual. Tepatnya pada tahun 1971, Pondok Pesantren Suryalaya yang dipimpin oleh Abah mulai membantu program pemerintah dalam penanggulangan penyalah gunaan narkoba dan kenakalan remaja. Metode ini dikenal dengan istilah Inabah.
Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu (mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan. Maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya.
Abah Anom menggunakan nama inabah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.
Dalam perkembangannya program ini mulai dilembagakan menjadi Pondok Inabah yang mulai dikembangkan sejak tahun 1980. Sejak saat itu lah Inabah tidak bisa dilepaskan dari nama Pondok Pesantren Suryalaya.
Dari sudut pandang tasawuf orang yang sedang mabuk, yang jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah). Metode inabah baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama.
Ade RC, sebagai salah satu anak binaan semasa mudanya mengaku jalan hidupnya tidak benar dan memiliki niat untuk mendalami ilmu agama Islam agar mendapatkan ketenangan jiwa dan tidak merugikan orang sekitarnya. Ia menjadi santri Inabah selama dua tahun merasa mendapatkan kekuatan batin dan lahiriah dengan selalu mengingat kebesaran Allah, karena setiap harinya tidak terlepas dari berzikir.
"Saya dulu merasa 'baong' (susah diatur) makanya masuk Inabah Suryalaya, dan saya mendapatkan sesuatu dalam diri saya menjadi lebih baik, yaitu dengan selalu berzikir," katanya.
Ia menceritakan awal mulanya menjalani kehidupan rehabilitasi di pondok Inabah ketika tengah malam pukul 01.00 atau 02.00 WIB oleh pengurus Inabah diminta untuk mandi.Proses mandi itu selanjutnya sholat malam kemudian berzikir dan shalawatan kemudian melakukan berbagai aktivitas keagamaan lainnya seharian.
Aktivitas mandi malam dan berzikir malam itu, kata Ade terus dilakukan secara berturut-turut hingga menjadi kebiasaan dan ketagihan, karena aktivitas tersebut dinilai baik untuk kesehatan."Awalnya memang terpaksa, tapi kesini menjadi biasa, dan itu ternyata membawa kita merasa lebih segar, kita mendapatkan kekuatan ditambah selalu berzikir," katanya.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, juga diberikan kegiatan tambahan berupa pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina di evaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya.
Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan. Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal.
Lintas Kultur
Dalam catatan Asep Salahudin, Abah Anom sepanjang hidupnya tidak hanya terus menjalin silaturahmi dengan siapa saja tanpa memandang asal-usul dan mazhab yang digunakan. Ia pun berkomunikasi lintas kultur, ideologi dan memandang manusia dengan cinta, dengan kasih sayang. Ketika sudah sepuh, Abah Anom tetap setia mencurahkan mutiara hikmah dan berkah, bahkan ketika beliau harus berdiam di atas kursi roda.
Tidak sedikit yang mau belajar dari Abah Anom termasuk para petinggi negara ini. Mantan Presiden Suharto pada tahun 1995 pernah datang ke pesantren Suryalaya didampingi Mensesneg, Moerdiono. Dalam sebuat tulisan, penulis dan ilmuwan Belanda, Martin Van Bruinessen, mengatakan bahwa Abah Anom memiliki kedudukan khusus di mata Suharto.
Kabarnya, Abah Anom-lah yang “mengislamkan” kembali Suharto yang sebelumnya menganut penghayatan “Kejawen”. Via Abah Anom juga Suharto belajar banyak tentang Islam dan dinamika keagamaan, termasuk “konsultasi” Suharto menjelang kejatuhannya.
Tidak hanya Suharto, mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang dikenal Gus Dur pun pernah “sowan” ke kediaman Abah Anom. Menurut cerita salah seorang pengurus pesantren Suryalaya, K.H. Zainal Abidin Anwar, Gus Dur rela antri menunggu bertemu dengan Abah Anom. Dan selama menunggu, Gus Dur menginap di kediamannya, yang terletak berdekatan dengan pesantren.
Suatu ketika, Gus Dur juga pernah bikin heboh dengan membawa L.B Moerdani keliling pesantren dan menghampiri Suryalaya. Peristiwa ini sempat membuat “heboh” umat Islam, karena sikap politik LB Moerdani yang pernah merugikan umat Islam justru dibawa keliling pesantren.
Saat menerima L.B. Moerdani, Abah Anom menunjukkan sikap kenegarawanan sekaligus sikap politiknya yang tidak tersekat perbedaan agama dan etnis. Pangersa (sebutan untuk Abah Anom) tidak ingin larut dalam arus kebencian yang tanpa ujung, tidak ingin tersekap dalam pusara sentimen perbedaan agama yang jika terus dipupuk akan menciptakan disintegrasi dan merusak kebhinekaan yang telah dibangun pendiri bangsa.
Hebatnya, meski dekat dengan kekuasaan, Abah Anom tidak kehilangan legitimasi umat. Abah Anom menjadi rujukan moral dan mata air keteladanan. Tidak mengherankan ketika setiap hari ratusan orang dari berbagai mahzab, bahkan lintas agama berbondong-bondong datang kekediamannya untuk silaturahmi.
Banyak ulama tarekat yang mengagumi beliau. Sayyid Muhammad bin Alaway bin Abbas Al-Maliki ra., ulama Suni terkemuka di Makkah mengungkapan, Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin qs. (Abah Anom) Adalah Sulthon Awliya fi Hadza Zaman. Bahkan Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani, sufi kenamaan dari Cyprus, menyebut Pangersa Abah Anom sebagai Sufi Agung di Timur Jauh.
Penyebutan terhadap Pangersa Abah Anom sebagai Sufi Agung di Timur Jauh bukan tanpa alasan. Sudah ratusan bahkan ribuan orang yang datang untuk ditalqin dan menjadi murid beliau dari seluruh Indonesia dan dari manca negara.
Abah Anom wafat di usia 96 tahun pada Senin siang sekira pukul 11.50 WIB di Tasikmalaya Medical Centre. Selain meninggalkan meninggalkan seorang istri dan 16 orang anak, warisan ilmu, amal dan inabahnya terus mengalir menjadi amal baiknya. (Mg Muhammad Fauzi, Faisal Rachman, berbagai sumber)
Post a Comment