AL-MASIH-AD-DAJJAL JASAD (TUBUH TANPA RUH/JIWA)

Fitnah Fitnah Akhir Zaman Terbesar adalah Fitnah Dajjal, Subjek ‘Dajjal’ mungkin merupakan subjek paling sulit yang pernah ditemui oleh seorang santri atau bahkan ulama, maka pembaca dengan lembut diingatkan untuk berhati-hati dan bersabar setiap kali menemukan bagian apapun dari subjek ini terasa menjadi sulit, dan tidak terburu-buru untuk membuat penilaian atau kesimpulan awal yang berdasarkan keraguan. Ketika pengetahuan dan informasi mengenai subjek ini meluas, akan terasa lebih mudah untuk menghubungkan bagian-bagian dari subjek hingga akhirnya dapat memahaminya secara menyeluruh dan harmonis. Pada saat itu, dan tidak sebelumnya, banyak keraguan akan berubah menjadi kejelasan, Insya Allah.

 Deskripsi Dasar Dajjal Menurut Islam

Umat Kristen mengenalnya sebagai ‘Anti-Kristus’, namun Nabi Muhammad SAW menyebut dia sebagai al-Masīh al-Dajjal, yaitu Dajjal sang Mesias. Sangat penting untuk diingat bahwa Nabi tidak memberikan nama ‘Dajjal’ kepada si Mesias palsu ini, karena ‘Dajjal’ ini bukanlah sebuah nama! Melainkan istilah deskriptif yang menggambarkan dia sebagai ‘pembohong’, atau sebagai orang yang ‘menipu’.

Karena Al-Qur’an telah mengidentifikasi Nabi ‘Isa as, putra Maryam, sebagai Mesias, implikasi dari deskripsi ‘al-Masih al-Dajjal’ yang digunakan oleh Nabi, adalah bahwa Dajjal merupakan seseorang yang akan berusaha untuk meniru Mesias dengan mengklaim, secara palsu, sebagai Mesias. Karena alasan inilah dia disebut sebagai Dajjal sang Mesias Palsu.

Nabi Muhammad Saw menubuatkan bahwa Nabi ‘Isa as sebagai Mesias yang sejati (asli), suatu hari nanti akan kembali ke dunia ini, dan kembalinya Nabi Isa as secara menakjubkan ini akan menjadi tanda utama akhir zaman. Dan, Al-Qur’an mendukung nubuat tentang kembalinya Mesias sejati yang menakjubkan ini. Tapi Nabi kemudian menubuatkan bahwa Dajjal, Mesias palsu, akan muncul dalam wujud nyata di dunia sebelum kembalinya Mesias yang asli, dan akan berusaha untuk meyakinkan orang-orang Yahudi pada khususnya, bahwa dia memang benar seorang Mesias. Karena Dajjal adalah makhluk jahat yang diciptakan oleh Allah SWT (lihat Al Qur’an, Surah al-Falaq, 113: 2), dan dia diprogram oleh Allah Yang Maha Tinggi untuk memenuhi misi penyamaran yang jahat itu, tentunya kita mengantisipasi bahwa dia akan melakukan misinya dengan akurasi yang menakjubkan.

Mengingat fakta ini, sekarang kita dapat mencoba menyampaikan kepada pembaca sebuah profil tentang makhluk luar biasa itu, yaitu Dajjal, Mesias palsu, yang menurut penafsiran kita, digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai Jasad, yaitu tubuh manusia tanpa jiwa. Dia ditempatkan oleh Allah Yang Maha Tinggi untuk duduk di atas takhta Nabi Sulaiman as sehingga, seperti yang dikhawatirkan Nabi Sulaiman, dia akan berusaha untuk memerintah Israel.

Al-Qur’an menegaskan bahwa Mesias, Nabi Isa bin Maryam as, adalah seorang manusia, dan bahwa beliau dan ibunya memakan makanan (Allah SWT, bagaimanapun, tidak memakan makanan dan memang, bebas dari kebutuhan semacam itu):

مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ ۗ انْظُرْ

كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Al Masih, putra Maryam, hanyalah seorang Rasul: seluruh rasul [lain] telah berlalu sebelum dia; dan ibunya adalah seorang yang tidak pernah menyeleweng dari kebenaran; dan keduanya memakan makanan [sebagaimana manusia lainnya]. Perhatikanlah, betapa jelasnya pesan-pesan ini Kami sampaikan kepada mereka: kemudian, perhatikanlah, betapa menyimpangnya pikiran mereka! (Qur’ān, al-Māidah, 5:75)

Oleh karena itu, jelaslah bahwa orang-orang Yahudi menantikan seorang Mesias yang merupakan seorang manusia.

Nabi Muhammad Saw memberikan deskripsi tentang Dajjal, sebagai berikut: “Dia nantinya seorang Yahudi, seorang pemuda, memiliki perawakan yang kekar, dan ada bagian ikal di rambutnya. . . ” (Sahīh Muslim). Pada orang-orang Yahudi Ortodoks, dan, tampaknya, tidak ada orang lain selain mereka, terdapat bagian rambut ikal ini di bagian cambang (kanan dan kiri) karena pada Alkitab mereka ada larangan untuk tidak mencukur “sudut” kepala seseorang:


Jangan memotong rambut di kedua sisi kepalamu (Imamat, 19:27)
 Meskipun dia adalah sebuah Jasad, yaitu tubuh manusia tanpa jiwa, akan tetapi Dajjal harus tampil sebagai seorang manusia, dan sebagai seorang Yahudi, karena misinya adalah untuk meyakinkan Orang Yahudi bahwa dia memang Mesias yang mereka tunggu-tunggu. Kecuali dia seorang Yahudi, mereka tidak akan menerima dia sebagai Mesias. Oleh karena itu ketika Nabi Muhammad Saw memberikan gambaran tentang Dajjal yaitu, sebagai makhluk yang akan muncul sebagai ‘seseorang’, dan ‘orang Yahudi’, pandangan Islam adalah bahwa deskripsi (ciri-ciri) Dajjal di atas harus dipahami secara harfiah. Pandangan dari Islam ini berbeda secara dramatis dari pandangan lain yang terkenal dan terkadang sembrono yang mengidentifikasi Anti-Kristus atau Dajjal, sebagai misalnya, Paus Kristen Katolik Roma di Roma, atau mantan Presiden AS Barak Obama, atau yang menggambarkan Dajjal sebagai suatu ‘sistem’ daripada ‘seseorang’, dll.

Umat Kristen menghadapi beberapa kesulitan dalam mengidentifikasi Anti-Kristus atau Dajjal sebagai pribadi (seseorang), dan sebagai seorang Yahudi, karena beberapa rujukan kitab mereka tentang Anti-Kristus atau Dajjāl yang berasal dari fakta tunggal yang paling penting yang muncul dari eskatologi Islam, yakni, dia adalah seseorang yang akan berusaha untuk meniru Mesias yang sejati. Pertimbangkan hal berikut:

Banyak penyesat telah muncul ke dunia ini, mereka yang tidak mengakui bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging; Orang seperti itu adalah si penipu dan Anti-kristus! (2 Yohanes 1: 7)

Siapakah pendusta itu, tetapi siapa yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Inilah Anti-kristus, yang menyangkal Bapa dan Anak. (1 Yohanes 2:22)

Dengan ini kamu mengenal Roh Alah: setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging berasal dari Alah, dan setiap roh yang tidak mengaku Yesus tidak berasal dari Alah. Inilah semangat Anti-kristus, yang telah kamu dengar akan datang dan sekarang sudah ada di dunia ini. (1 Yohanes 4: 2-3)

Meskipun demikian, penulis mengharapkan pembaca untuk secara serius mempertimbangkan argumen dan bukti yang sekarang ada dalam tulisan ini untuk memahami dan mengenali Anti-Kristus atau Dajjal sebagai seseorang yang diciptakan oleh Allah SWT dan dikirim ke dunia dengan misi jahat yaitu menyamar sebagai Nabi Isa as, Mesias Sejati; sebagai seseorang yang nantinya adalah seorang Yahudi dan yang mengaku sebagai Mesias sejati, dan sebagai seseorang yang harus diketahui, dengan pasti, sebagai Mesias palsu!

 Kompleksitas Subjek – Dajjal Itu Bermata Satu

Meskipun Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa banyak Dajjal yang akan muncul di dunia ini sebagai penipu (beliau mengatakan bahwa mereka akan berjumlah hampir tiga puluh) sebelum kemunculan al-Masih al-Dajjal sendiri (Sunan Tirmīdhī, Sahīh Muslim, dll.), tetaplah benar bahwa beliau dengan jelas menyampaikan deskripsi dasar dari al-Masih al-Dajjal yaitu sebagai seorang Yahudi, seorang pemuda yang memiliki perawakan kuat dan seseorang yang memiliki rambut ikal di bagian cambang kiri dan kanannya sesuai dengan yang diminta oleh hukum Taurat, dll. Tulisan ini telah mengemukakan bahwa deskripsi di atas harus dipahami secara harfiah. Subjek ini menjadi lebih kompleks ketika kita sekarang berpendapat bahwa bagian lebih lanjut dari deskripsi Anti-Kristus atau Dajjal, yang diberikan oleh Nabi, tidak dapat dipahami secara harfiah namun harus diinterpretasikan agar bisa dipahami. Tentunya, pembaca Kristen atau Yahudi sudah lebih dahulu mengetahui bahwa sejumlah besar informasi dalam agama Islam mengenai Anti-Kristus atau Mesias palsu atau Dajjal, disajikan dalam bahasa yang bersifat alegoris dan simbolis. Seperti hadis berikut ini, yakni Hadis yang paling penting dari semua hadis tentang Dajjal. Nabi Muhammad Saw berkata:

عَنْ عَبدِْ اللَهِّ بنِْ عمُرَ . . . . قاَمَ رَسُولُ اللَهِّ

صَلَىّ اللَهّ علَيَهِْ وَسَلَمَّ فيِ النَاّسِ فأََثنْىَ علَىَ اللَهِّ بمِاَ

هوُ أَهْلهُ ثُمَ ذكَرَ الدَّجَّالَ فقََالَ إنيِّ أُنذِْركُمُوُه وَمَا

مِنْ نبَِيٍّ إلَّا وَقدَْ أَنذَْرَه قوَْمَه لقََدْ أَنذَْرَه نوُحٌ قوَْمَه

وَلَكِنِيّ سَأَقوُلُ لَكمُْ فيِهِ قوَْلًا لمَْ يقَُلهْ نبَِيٌّ لقَِوْمِهِ

تعَْلمَوُنَ أَنَهّ أَعْورَ وَأَنَّ اللَهّ ليَسَْ بأَِعْورَ

Abdullah ibn ‘Umar berkata: . . . Rasulullah Saw kemudian berdiri di hadapan orang-orang, segala puji bagi Allah Swt dengan kata-kata yang layak untuk Dia dan kemudian Nabi menyebutkan Dajjāl dan berkata: Aku memperingatkan kalian tentang dia, dan tidak ada Nabi yang tidak memperingatkan umatnya tentang dia. Nuh memperingatkan umatnya tentang dia. Tapi aku akan menyampaikan kepada kalian sesuatu tentang dia yang belum pernah disampaiakn oleh Nabi sebelumnya kepada kaumnya. Kalian harus tahu bahwa dia [Dajjal] bermata satu, dan Tuhanmu [Allah] tidak bermata satu. (Sahīh Bukhārī)

ياَ عِباَدَ اللَهِّ أَيُّهاَ النَاّسُ فاَثبْتُوُا فإَِنيِّ

سَأَصِفُه لَكمُْ صِفَة لمَْ يصَِفْهَا إيَّاه نبَِيٌّ قبَلْيِ إنَهّ

يبَْدَأُ فيَقَُولُ أَناَ نبَِيٌّ وَلا نبَِيَّ بعَْدِي ثُمَ يثُنَِيّ فيَقَُولُ

أَناَ رَبُكّمُْ . وَلا ترَوَْنَ رَبَكّمُْ حَتَىّ تمَوُتوُا وَِإنَهّ أَعْورَ

وَِإنَّ رَبَكّمُْ ليَسَْ بأَِعْورَ وَِإنَهّ مَكْتوُبٌ بيَنَْ عَينْيَهِْ

كَافرِ يقَْرؤَهُ كلُُّ مؤُْمِنٍ كَاتبٍِ أَوْ غيَْرِ كَات ب

(Nabi memperingatkan) Wahai umatku, teguhlah! Aku menggambarkannya [Dajjal] kepada kalian seperti tidak ada nabi sebelum aku yang pernah menggambarkannya. Dia [Dajjal] akan memulai dengan menyatakan: “Aku adalah seorang Nabi”, tapi tidak akan ada Nabi setelah ku (maka dia itu pendusta). Kemudian dia akan memuji dirinya sendiri dan menyatakan “Akulah Tuhanmu”, tapi kamu tidak akan melihat Tuhanmu sampai kamu meninggal. Dan (selain itu) dia bermata satu, dan Tuhanmu [Allah] tidak bermata satu. Dan di antara matanya tertulis [kata] KAFIR, yang setiap orang mu’min (yang memiliki iman di dalam hatinya) akan dapat membacanya [melihatnya] – apakah dia yang buta huruf atau tidak. (Sunan Ibn Mājah)

Dalam Hadis lain yang tercatat di Sahīh Bukhārī, Nabi menyatakan bahwa Dajjal melihat dengan satu mata – mata kiri, dan bahwa dia sangat buta pada mata kanan:

وَِإنَهّ أَعْورَُ عيَ نِ اليْمنُْىَ

bahwa itu [mata kanan-nya yang buta] terlihat seperti anggur yang menonjol:

أَنَّ عَينْهَ عِنبَةَ طَافيِةَ

Di hadis lain, yang juga tercatat di Sahīh Bukhārī, Nabi kembali menyebutkan mata kanan Dajjal yang buta:

Saat tidur di dekat Ka’bah tadi malam, aku melihat dalam mimpiku seorang pria dengan kulit berwarna kecoklatan, warna kecoklatan terbaik yang pernah terlihat dan rambutnya panjang sampai di antara kedua bahunya. Rambutnya lembut dan air mengalir dari kepalanya dan dia meletakkan kedua tangannya di pundak dua orang sambil mengelilingi Ka’bah. Aku bertanya, siapa itu? Mereka menjawab: Itulah Isa, putera Maryam. Di belakangnya aku melihat seorang pria yang memiliki rambut ikal/ keriting dan buta di mata kanan, mirip Ibn Qatān, yaitu seorang kafir. Dia meletakkan tangannya di pundak seseorang saat melakukan Tawāf di sekitar Ka’bah. Aku bertanya: Siapa itu? Mereka menjawab, al-Masīh al-Dajjal.

Bagaimana bisa seseorang yang memiliki ‘iman’, tapi ‘buta huruf’, untuk dapat membaca apa yang tertulis di antara mata – di dahi Dajjal? Tanggapan kami adalah bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan jika kita memahami tindakan ‘membaca’ tersebut secara harfiah. Begitu kita mengabaikan pemahaman secara harfiah, dan beralih untuk mencari sebuah interpretasi (penafsiran), menjadi jelas bahwa orang beriman yang buta huruf itu memiliki kemampuan untuk membaca karena ia akan membaca dengan ‘mata’ selain yang ada di wajah. Epistemologi Al-Qur’an, seperti kitab suci Ilahi lainnya, mengenali bahwa ‘hati’ dapat melihat. Dengan kata lain, manusia memiliki kapasitas untuk penglihatan internal, yaitu, selain penglihatan eksternal (penglihatan luar). Oleh karena itu, dengan penglihatan internal, orang-orang beriman yang buta huruf dapat membaca apa yang tertulis di dahi Dajjal.
Al-Qur’an dan Penglihatan Internal

Dalam ayat-ayat berikut yang mana Al-Qur’an mengarahkan perhatian pada sebuah takdir yang bisa menunggu orang-orang yang buta, sangat jelas bahwa referensi tentang kebutaan tidak dipahami secara harfiah. Sebaliknya, ayat-ayat Al-Quran ini jelas mengacu pada kebutaan internal:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ …

Allah Yang Maha Tinggi bertanya apakah seseorang yang buta, bisa dianggap setara dengan seseorang yang bisa melihat. Jelas mereka tidak bisa sama—maka, apakah kalian tidak berpikir? (Qur’an, al-An’am, 6:50)

قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا ۚ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ

Sarana pengetahuan kini telah datang kepada kalian dari Pemelihara kalian [melalui Kitab Ilahi ini]. Karena itu, siapa pun yang memilih untuk melihat, dia melakukannya untuk kebaikan dirinya sendiri; dan siapapun yang memilih untuk tetap buta, kerugiannya kembali kepada dirinya sendiri. Dan, [katakanlah kepada yang buta hatinya]: “Aku bukanlah penjaga kalian.” (Qur’an, al-An’am, 6:104)

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

selama kami biarkan hati dan mata mereka berpaling [menjauhi kebenaran], sama sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya pada awal-awalnya: dan [demikianlah] akan Kami biarkan mereka dalam kesombongan mereka yang keterlaluan, tersandung kesana kemari dalam keadaan buta. (Qur’an, al-An’am, 6:110)

فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ

Sungguhpun begitu, mereka mendustakannya [Nabi Nuh]! Dan kemudian, Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera; sedangkan mereka yang mendustakan pesan-pesan Kami, Kami jadikan tenggelam: sungguh, mereka adalah kaum yang buta! (Qur’an, al-‘Araf, 7:64)

وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْكَ ۚ أَفَأَنْتَ تَهْدِي الْعُمْيَ وَلَوْ كَانُوا لَا يُبْصِرُونَ

Dan, di antara mereka ada yang [berpura-pura] memandang kepadamu [Nabi Yunus}: akan tetapi, dapatkah engkau menunjukkan jalan yang benar kepada orang-orang buta sekalipun mereka tidak dapat melihat? (Qur’an, Yunus, 10:43)

مَثَلُ الْفَرِيقَيْنِ كَالْأَعْمَىٰ وَالْأَصَمِّ وَالْبَصِيرِ وَالسَّمِيعِ ۚ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Kedua jenis manusia ini dapatlah diumpamakan dengan orang buta dan tuli serta orang-orang yang dapat melihat dan mendengar. Dapatkah keduanya ini dianggap sama hakikatnya? Maka, tidak maukah kalian mengingat hal ini? (Qur’an, Hud, 11:24)

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

LALU, APAKAH orang yang mengetahui bahwasanya apapun yang telah diturunkan kepadamu dari Pemeliharamu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanya orang-orang yang dianugerahi pengetahuan mendalam [penglihatan internal] yang dapat mengingat ini: (Qur’an, al-R’ad, 13:19)

وَمَنْ كَانَ فِي هَٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا

sebab, siapapun yang buta [hatinya] di [dunia] ini akan menjadi buta [pula] di akhirat, dan lebih tersesat dari jalan [kebenaran]. (Qur’an, al-Isra’, 17:72)

Kita sekarang dapat menyimpulkan bahwa kapasitas Dajjal untuk melihat dengan mata kirinya, dan kebutaan di mata kanannya, seharusnya dikenali sebagai informasi yang Mutashābihah, yaitu, alegoris, dan karenanya tunduk pada Ta’wīl, atau interpretasi. Interpretasi kami atas deskripsi yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah bahwa Dajjal memiliki kemampuan melihat dari luar (penglihatan eksternal), namun dia buta secara internal!

Ada implikasi yang tidak menyenangkan dari interpretasi di atas. Semua orang yang mengikuti Dajjal pada akhirnya akan seperti dia, yaitu buta secara internal; dan karena dia memiliki kata Kāfir atau ‘orang kafir’ yang tertulis di dahinya, implikasi lebih jauh adalah bahwa semua orang yang mengikutinya akan menjadi Kuffār (jamak dari Kāfir) atau ‘orang-orang kafir’, dan dengan demikian terhalang untuk memasuki Jannah atau surga.

Mungkin karena implikasi ini sehingga Al-Qur’an telah memberikan peringatan yang benar-benar tidak menyenangkan bagi mereka yang tetap buta secara internal, bahwa api neraka menanti mereka, karena Dajjal berhasil mengajak mereka menari sesuai dengan setiap irama yang dimainkannya:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ

آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Dan sesungguhnya, bagi neraka, telah Kami tetapkan banyak makhluk ghaib dan manusia yang mempunyai hati, tetapi tidak dapat menangkap kebenaran, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, dan mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak – tidak, mereka bahkan kurang sadar terhadap jalan yang benar: mereka, mereka itulah orang-orang yang [benar-benar] lalai! (Qur’an, al-A’raf, 7:179)

Islam Protestan, yang tampaknya, secara misterius menjadi jiplakan dari Kristen Protestan, mungkin tetap tidak yakin dengan argumen ini, yaitu penafsiran bahwa mata Dajjal yang buta seharusnya ditafsirkan sebagai kebutaan internal, dan oleh karena itu tetap teguh pada pemahaman literal tentang mata kanannya yang ‘buta’. Orang seperti ini tentu saja tidak mengenali Dajjal ketika dia akhirnya muncul di Yerusalem dengan klaim sebagai Mesias, kecuali jika Dia benar-benar [secara harfiah] buta di mata kanan.

Islam Protestan mencerminkan ketidakmampuan misterius semua orang kafir, terlepas dari seberapa bagusnya penglihatan mereka, untuk dapat membaca apa yang bisa dibaca oleh semua orang beriman, yaitu kata Kāfir yang akan tertulis di antara mata Dajjal – di dahinya! Orang seperti itu, yang berpegang teguh pada pemahaman harfiah tentang mata kanan Dajjal yang buta, dan kata Kāfir yang tertulis di dahinya, harus menjelaskan kepada kita mengapa Nabi memilih Mu’min, yaitu orang beriman, dan karenanya menyingkirkan Kafir, yaitu, orang-orang kafir, ketika dia menyatakan bahwa orang beriman akan dapat membaca apa yang tertulis di dahi Dajjāl? Mengapa orang beriman bisa membaca apa dan yang kafir tidak bisa membacanya? Islam Protestan harus memberikan jawaban yang meyakinkan, atau meninggalkan metodologinya yang cacat.

Sebelum mereka mengubah metodologi mereka yang cacat, mereka tidak akan pernah bisa menjelaskan mengapa Tamīm al-Dāri, yang melihat Dajjal, tidak menyebutkan apapun tentang mata kanan Dajjal saat dia melaporkan kejadian atau mimpi yang dialaminya kepada Nabi:

Diriwayatkan bahwa Fatimah binti Qays (ra dengan dia) berkata: . . . (berikut ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh Tamīm al-Dāri) . . . Kemudian kami berangkat, bergegas, sampai kami tiba di vihara itu, tempat kami menemukan pria terbesar yang pernah kami lihat, terikat dengan kuat oleh rantai yang mana tangannya terikat pada leher dan kakinya terikat dari lutut ke pergelangan kaki dengan belenggu besi … (Sahīh al-Bukhārī)

Islam Protestan bahkan memiliki hambatan lebih besar untuk diatasi ketika mereka mencoba untuk memberikan penjelasan yang kredibel bagaimana Nabi Muhammad SAW bisa mencurigai Ibn Sayyād, seorang pemuda Yahudi di Madinah, sebagai seorang Dajjal, sementara dia tidak buta di mata kanannya?

Sementara penjelasan di atas menguras deskripsi fisik Dajjāl, Mesias palsu, yang berasal dari pemahaman literal teks-teks alkitab dalam Islam (Quran dan Hadis), ada lebih banyak informasi mengenai profil unik Dajjāl yang dapat ditemukan melalui proses deduksi dari ayat-ayat Qur’an dan Hadis tersebut; dan selanjutnya kita akan mengarahkan perhatian untuk proses deduksi (menyimpulkan).
Menyimpulkan Profil Dajjal Lebih Lanjut

Catatan sejarah menunjukkan bahwa sejumlah besar orang Yahudi sudah tinggal di Yatsrib (sebuah kota yang terletak di utara Makkah di Arab) sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kita tahu bahwa mereka sudah ada di Yatsrib ketika Nabi tiba di kota itu – bermigrasi dari kota asalnya, Makkah, karena perjanjian Mīthāq atau konstitusional berhasil dinegosiasikan oleh Nabi pada saat kedatangannya di Yathrib, melalui konstitusi itu lahirlah sebuah negara bagian, yang menyebutkan beberapa suku Yahudi menjadi bagian dalam perjanjian tersebut. Muhammad Hamidullah menyebutkan dalam bukunya yang berjudul ‘First Written Constitution in the World’ (Ashraf, Lahore 1994) bahwa “. . . bagian populasi Arab dibagi menjadi dua belas suku Aws dan Khazraj, orang-orang Yahudi dibagi menjadi sepuluh suku Bani Nadir dan Bani Qurayzah”. Oleh karena itu, jelaslah bahwa orang-orang Yahudi, yang merupakan orang-orang non-Arab yang menganggap diri mereka lebih unggul dari orang Arab, merupakan bagian yang cukup besar dari populasi sebuah kota Arab yang terletak di dekat jantung Arab, yaitu, dekat dengan Makkah.

Sangat tepat jika kita mempertanyakan apa penyebab begitu banyak orang Yahudi berada di kota Yatsrib (Madinah). Tidaklah cukup hanya dengan mengklaim, seperti yang dilakukan beberapa orang, bahwa mereka terusir oleh orang-orang Kristen dari Yerusalem dan karenanya mereka melarikan diri ke Yatsrib. Para pengungsi, yang menganggap dirinya, dengan arogan, lebih unggul dari penduduk asli, akan mengantisipasi bahaya serius jika jumlah mereka terus bertambah hingga mendekati setengah dari keseluruhan populasi Yatsrib [Madinah] saat itu. Harus ada alasan kuat yang akan membenarkan pertumbuhan populasi arang asing di salah satu kota Arab tersebut.

Kita ingat bahwa mereka telah menolak klaim Isa as, anak dari Maryam, yang mengklaim bahwa Dia adalah Mesias yang Dijanjikan. Mereka menolak klaim tersebut dengan alasan bahwa ibunya telah mengandungnya tanpa menikah (yang tentu saja benar) dan mereka menyimpulkan, secara keliru bahwa dia dilahirkan dalam dosa. Oleh karena itu mereka tetap teguh menunggu Mesias yang dijanjikan kepada mereka oleh Allah SWT [Tuhan Yang Maha Esa].

Mereka mengetahui informasi yang disampaikan kepada mereka melalui banyak nabi yang diangkat dari tengah-tengah mereka, bahwa orang yang ditunjuk oleh Tuhan [Allah SWT] akan muncul di Yatsrib [Madinah]. Jelas bahwa mereka merasa mungkin dia bisa menjadi Mesias mereka karena mereka bahkan membual kepada orang-oarang Arab di Arabia bahwa dia akan memberdayakan mereka [umat Yahudi] sehingga mereka kemudian merasa lebih unggul atas orang-orang Arab. Fakta ini disebutkan dalam beberapa buku Syarah, yaitu biografi Nabi.

Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Yatsrib dengan klaim mengejutkan bahwa dia adalah seorang Nabi dan Rasul yang ditunjuk oleh Allah SWT, mereka terkejut dan terguncang karena dia tidak sesuai dengan profil mereka tentang Mesias yang dinantikan, atau bahkan seorang Nabi.

Mungkinkah kita menyimpulkan orang seperti apa yang umat Yahudi nantikan, dan masih terus ditunggu-tunggu, siapakah yang akan menjadi Mesias mereka? Jika kita bisa menemukan profil orang tersebut, kita kemudian akan tahu lebih banyak tentang profil Dajjal yang diprogram oleh Allah SWT untuk meniru Mesias. Seperti apa profil nya?

Pertama-tama, orang-orang Yahudi meyakini, dan masih meyakini, bahwa mereka adalah orang-orang pilihan dari Tuhan YME [Allah SWT] dengan mengesampingkan seluruh umat manusia. Al-Qur’an menolak kepercayaan mereka (yang salah) ini. Hal itu dinyatakan dalam ayat-ayat yang menantang mereka untuk mencari kematian jika mereka benar-benar percaya bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah. Inilah salah satu ayat tersebut:

قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Katakanlah: “Wahai, kalian yang menganut agama Yahudi! Jika kalian menyatakan bahwa [hanya] kalian yang dekat dengan Allah, sementara seluruh kaum yang lain tidak, seharusnya kalian merindukan kematian – jika apa yang kalian katakan itu memang benar!” (Qur’an, al-Jumu’ah, 62:6)

Sebagai konsekuensi dari kepercayaan mereka yang salah, bahwa mereka adalah umat pilihan Allah [Tuhan YME], jelas bagi mereka bahwa Mesias harus menjadi anggota orang-orang pilihan, maka dia harus-lah seorang Yahudi. Muhammad Saw bukanlah seorang Yahudi!

Kedua, mereka percaya bahwa kemunculan Mesias akan mewujudkan kembalinya masa keemasan kekuasaan yang mereka nikmati saat Allah SWT memilih Daud, yaitu Nabī Dāud as, sebagai Raja dan penguasa, dan menganugerahkan kepadanya sebuah kerajaan yang perkasa. Kerajaan itu kemudian menjadi pemerintahan yang sangat berkuasa pada masa anaknya, Sulaiman, yaitu Nabī Sulaimān as. Sangat mungkin bagi kita untuk menyimpulkan bahwa orang-orang Yahudi menantikan seorang Mesias yang akan memulihkan Israel Suci sebagai sebuah pemerintahan yang sangat berkuasa, dan yang garis keturunannya dapat dilacak dari Daud, Raja Israel yang ditunjuk oleh Allah SWT. Orang-orang Yahudi juga mengharapkan dia [Mesias] untuk memiliki kekuatan unik [mu’jizat] yang dimiliki Daud dan Sulaiman as. Mesias ini bukan hanya sekedar raja; dia juga harus memiliki kualitas dan status yang unik yang sebanding dengan Daud dan Sulaiman, dan dia juga harus memiliki mu’jizat yang diberikan Tuhan yang sebanding dengan apa yang mereka [Daud dan Sulaiman as] miliki.

Jika kesimpulan di atas benar, maka penting bagi kita untuk mempelajari dengan saksama profil kedua Nabi dan Raja yang merupakan pendiri Israel, karena ini adalah profil yang harus ditiru oleh Dajjal.

Profil Dua Nabi & Raja Yang Agung

Al-Qur’an menegaskan bahwa Daud, yaitu Nabī Dāud as, dipilih oleh Allah SWT sebagai penguasa di bumi yang diberi sebuah kerajaan (atau negara) dimana dia diharuskan untuk memimpin atau memerintah atas dasar kebenaran:

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

Dan kemudian, dengan izin Allah, mereka mengalahkan tentara Jalut. Dan, Daud membunuh Jalut: lalu Allah memberikan kepadanya kekuasaan dan hikmah, serta mengajarkan kepadanya segala pengetahuan yang Dia kehendaki. Dan, andai Allah tidak memberikan kemampuan kepada manusia untuk mempertahankan diri mereka terhadap satu sama lainnya, kerusakan pasti akan meliputi bumi: tetapi Allah tiada terhingga dalam karunia-Nya terhadap alam semesta. (Qur’an, al-Baqarah, 2:251)

Secara universal diakui bahwa ketika Al-Qur’an merujuk pada ayat di atas ke sebuah Mulk yang diberikan kepada Daud, yaitu Nabī Dāud as, itu berarti sebuah kerajaan atau Negara yang akhirnya dikenal sebagai Israel Suci.

Kami menyimpulkan dari hal di atas bahwa Anti-Kristus, atau Dajjal, Mesias palsu, juga harus seorang laki-laki (dan bukan wanita) yang akan memerintah Mulk, yaitu kerajaan atau Negara, yang akan mengklaim sebagai Holy Israel, dan bahwa dia juga harus memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan.

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ

فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

[Dan, Kami berfirman,] “Wahai, Daud! Perhatikanlah, Kami telah menjadikanmu seorang [nabi, dan juga] khalifah [Kami] di muka bumi: maka, putuskanlah di antara manusia dengan adil, dan janganlah mengikuti hawa nafsu yang sia-sia, agar ia tidak menjadikanmu tersesat dari jalan Allah: sungguh, bagi mereka yang tersesat dari jalan Allah, tersedia penderitaan yang dahsyat karena telah melupakan Hari Perhitungan!” (Qur’an, Shad, 38:26)

Sebagai konsekuensi dari pengangkatan Allah kepada Nabī Dāud as, lalu berdirilah di Tanah Suci [Yerusalem] yaitu sebuah Pemerintahan [Negara] Israel sebagai Pemerintahan Khilafah, yaitu sebuah Negara [Pemerintahan] dimana peraturan dan pemerintahan didasarkan pada kebenaran yang diungkapkan secara Ilahi, dan yang mana hukum Allah SWT ditegakkan sebagai hukum tertinggi.

Kita dapat menyimpulkan dari hal di atas bahwa Dajjal juga harus menetapkan apa yang akan diklaimnya sebagai Negara Khilafah, di Tanah Suci [Yerusalem], dan bahwa Negara tersebut harus (terlihat) menerapkan Hukum Ilahi sebagai hukum tertinggi. Israel yang didirikan oleh Dajjal tidak dapat, menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] dan tunduk pada otoritas tertinggi Dewan Keamanan PBB. Negara ini juga tidak bisa menjadi anggota International Monetary Fund [IMF] yaitu organisasi Dana Moneter Internasional [DMI] yang melarang penggunaan emas sebagai uang. Orang-orang Yahudi akan mengharapkan Mesias ini untuk menguasai atau memerintah atas dasar Kebenaran. Karena alasan ini, Dajjal, Mesias palsu, tidak dapat mengharapkan orang-orang Yahudi untuk menerima dia sebagai Mesias sejati jika Israel-nya menggunakan uang palsu dalam bentuk uang kertas, plastik atau uang elektronik. Dengan demikian Israel harus kembali ke sistem moneter koin emas dan perak. Setiap orang Yahudi di dunia tahu bahwa sistem moneter yang sekarang ini adalah palsu, curang dan haram, yaitu dilarang [oleh Allah SWT].

Baik Nabī Dāud dan Nabī Sulaimān as, menjadi raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Allah SWT sampai pada status yang sangat tinggi dalam ciptaan-Nya, dan yang memerintah pada kerajaan yang sangat kuat:

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا ۖ وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَىٰ كَثِيرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ

DAN, SUNGGUH, Kami telah memberi pengetahuan [yang benar] kepada Daud dan [juga kepada] Sulaiman; dan keduanya biasa mengucapkan: “Segala puji bagi Allah, yang telah mengistimewakan kami melebihi banyak hamba-Nya yang beriman!” (Qur’an, al-Naml, 27:15)

وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ

Dan, Kami memperkukuh kekuasaannya, dan menganugerahinya hikmah dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. (Qur’an, Shad, 38:20)

Sebagai konsekuensi dari hal di atas, orang-orang Yahudi akan mengharapkan seorang Mesias untuk memerintah Negara Suci Israel yang akan sebanding dengan Kerajaan Israel yang berkuasa di bawah pemerintahan Nabī Dāud dan Nabī Sulaimān as. Kita sekarang dapat menyimpulkan dari hal di atas bahwa Dajjal harus berusaha membangun kembali Israel hari ini sebagai kerajaan dan negara penguasa [seluruh dunia] – yaitu Pax Judaica!
Seorang Penipu di Singgasana Sulaiman

The Qur’ān proceeded to reveal a truly astonishing event in religious history, the likes of which one can hardly, if ever, find a parallel. The description of the event has led us to the view that Solomon had a vision from Allah Most High in which he saw that a soulless impostor would one day sit on his throne, and hence seek to establish a bogus State with a claim that he has restored Holy Israel; and it was precisely because of his knowledge of that ominous future event that he immediately made an extra-ordinary prayer to Allah Most High. Here are the two relevant verses of the Qur’ān:

Al-Qur’an kemudian mengungkapkan suatu peristiwa yang benar-benar menakjubkan dalam sejarah keagamaan, hampir tidak ada peristiwa yang seperti ini. Uraian tentang peristiwa tersebut telah membawa kita pada pandangan bahwa Nabi Sulaiman as diberikan suatu penglihatan dari Allah Yang Maha Tinggi di mana dia melihat bahwa seorang penipu [penyamar] yang tak berjiwa pada suatu hari akan duduk di atas singgasana [takhta] nya, dan karenanya berusaha untuk mendirikan Negara [kerajaan] palsu dengan klaim bahwa dia telah memulihkan Israel yang suci; dan justru karena pengetahuannya tentang kejadian di masa depan yang tak menyenangkan itu, dia segera memanjatkan do’a ekstra kepada Allah SWT. Berikut dua ayat Al-Qur’an tentang hal ini:

وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَىٰ كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ

Akan tetapi, [sebelum ini] sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dengan menempatkan sebuah tubuh [yang tak bernyawa] di atas singgasananya; dan kemudian dia berpaling [kepada Kami; dan] (Qur’an, Shad, 38:34)

Dalam ayat berikutnya dari Surah ini, Allah SWT menggambarkan tanggapan Nabī Sulaimān as terhadap Jasad yang dia lihat duduk di atas singgasananya:

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

dia berdoa, “Wahai, Pemeliharaku! Ampunilah dosa-dosaku dan berikanlah kepadaku anugerahkerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku: sesungguhnya, hanya Engkau-lah Yang Maha Pemberi Anugerah!” (Qur’an, Shad, 38:35)

Metodologi yang tepat untuk mempelajari subjek ini, untuk memahami dan mengenali Jasad tersebut, mengharuskan kedua ayat ini dipelajari secara keseluruhan. Memang disesalkan bahwa para ‘ulama Islam gagal menerapkan metodologi yang tepat dalam usaha mereka untuk menjelaskan Jasad tersebut dan, sebagai konsekuensinya, mereka menyampaikan penjelasan yang sangat aneh mengenai subjek ini.

Ketika dua ayat tersebut dipelajari secara keseluruhan, suatu kesimpulan yang masuk akal akan dapat diperoleh yaitu, bahwa tubuh manusia yang tidak memiliki jiwa, dan karenanya digambarkan sebagai Jasad, yang diletakkan di atas singgasana Sulaiman, membuatnya takut sehingga dia langsung mengucapkan doa tersebut karena dia [Nabi Sulaiman] dapat melihat bahwa Jasad tersebut akan berusaha merebut tahtanya – yang merupakan pemerintahannya atas Israel yang Suci, dan Jasad tersebut akan menciptakan sebuah Pemerintahan [Negara] yang tidak suci di Tanah Suci – dengan mengatas namakan Israel yang Suci – yang akan berusaha untuk menyaingi [meniru] dengan Israel Suci nya Nabi Sulaiman as.

Pandangan kami, berdasarkan hal di atas, adalah bahwa Nabī Sulaimān melihat Dajjāl, Mesias palsu, yang duduk di atas singgasana [takhta] nya di Yerusalem, dengan sebuah misi yang akhirnya memerintah sebuah Negara Israel yang akan mengklaim sebagai Israel Suci, dan karenanya Nabi Sulaiman memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk memastikan bahwa upaya semacam itu seharusnya tidak pernah berhasil. Jasad yang duduk di atas singgasana itu adalah Dajjal!

Sekarang, kita dapat mengenali bahwa Dajjal bukanlah malaikat, juga bukan jin, tapi, lebih tepatnya, sebuah Jasad, yaitu tubuh manusia yang tanpa jiwa.

Karena penulis ini berpandangan bahwa Dajjal adalah Jasad yang Allah tempatkan di atas singgasana Sulaiman, maka dia adalah suatu makhluk spesial yang akan muncul sebagai seorang manusia karena dia memiliki tubuh manusia, tapi bukan seorang manusia yang utuh karena dia tidak memiliki jiwa (Nafs). Karena dia tidak memiliki jiwa, dia tidak akan memiliki kehendak bebas (free will), atau kehendak sendiri, dan karenanya dia tidak akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini artinya bahwa dia tidak akan diadili pada Hari Kiamat seperti semua manusia lainnya. Mungkin sulit bagi beberapa pembaca untuk mengerti, apalagi untuk akhirnya menerima, pandangan mengenai Dajjal ini seperti yang diungkapkan di atas. Oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca semacam itu melupakan subjek ini dan tidak membiarkan pandangan ini menjadi beban atau pengganjal.

Kami perlu memberi satu komentar lagi mengenai Jasad, sebelum kita bisa melanjutkan subjek kita.

Jika Dajjal adalah suatu Jasad, yaitu tubuh manusia tanpa jiwa atau roh, maka Dajjal tidak memiliki kecerdasan intrinsik. Dia tidak bisa berfikir untuk dirinya sendiri. Melainkan kecerdasan dan proses berpikirnya diprogram secara eksternal. Dia mirip dengan robot, dan dengan demikian kita bisa lebih memahami Dajjal, dan bahkan mengenali jejaknya, dalam fungsi apa pun melalui kecerdasan buatan (Intelegensi Artifisial) atau dalam bahasa Inggris: Artificial Intelligence (AI). Salah satu jejak Dajjal yang sangat terlihat sekarang di dunia yaitu pada uang, dimana uang riil berupa emas dan perak telah digantikan oleh uang Jasad yakni uang buatan (artificial money).

Al-Qur’an kemudian menggambarkan keberhasilan Jasad tersebut agar sekelompok jin terus bekerja untuknya dan melayani dia selama bertahun-tahun sambil percaya bahwa mereka masih bekerja untuk Nabi Sulaiman as. Penjelasan tentang keberhasilan Dajjal dalam tindakan penipuan bangsa jin itu adalah bahwa, setelah kematian Sulaiman, kelompok Jin itu hanya melihat Jasad yang duduk di atas singgasana dan berpegangan pada tongkat Sulaiman, dan beranggapan bahwa Jasad itu adalah Nabi Sulaiman as. Sekelompok Jinn ini terikat pada Sulaiman atas ketentuan Allah, dan karenanya tidak memiliki kemampuan untuk mengamati apa yang sedang terjadi di dunia ini (lihat Al Qur’an, Saba, 34: 12-14). Mereka tidak menyadari bahwa Sulaimān telah meninggal dan dikuburkan. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang akhir zaman dan, sebagai konsekuensinya, mereka tidak menyadari bahwa mereka bekerja sebagai budak untuk seorang penipu (Dajjal). Dengan demikian Negara Israel yang tidak suci akan terus menerus menerima bantuan dari jin, selama Dajjal terus duduk di atas singgasana Sulaiman sambil berpegangan pada tongkat suci Nabi Sulaiman as.

Dabbat al-Ardh (Binatang Buas atau Makhluk Bumi)

Allah Maha Bijaksana menciptakan ‘berbagai ciptaan’ yang secara bertahap akan menyingkirkan kekuasaan Dajjal atas Israel – yang dilambangkan oleh Minsa’ah Sulaiman – sampai Minsa’ah tersebut kehilangan Fitrahnya, dan kemudian terjatuh. Hanya ketika Minsa’ah tersebut jatuh barulah Jasad tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk mengelabui jin yaitu dengan membuat seolah-olah Sulaiman lah yang sedang duduk di atas singgasananya. Pada saat fakta ini diketahui oleh jin, negara Israel buatan Dajjal ini akan kehilangan dukungan dari jin dan akibatnya setiap pendukung Zionis-Yahudi dan Zionis-Kristen terhadap Israel palsu ini akan ketakutan. Inilah ayat Al-Qur’an yang menyampaikan informasi luar biasa ini:

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ ۖ فَلَمَّا خَرَّ

تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

Sungguhpun begitu, [bahkan Sulaiman pun pasti mati; akan tetapi] ketika Kami memutuskan bahwa dia harus mati, tiada sesuatu pun yang menunjukkan kepada mereka bahwa dia telah mati, kecuali rayap [dabbatul ardh] yang menggerogoti (menghabiskan) tongkatnya [minsa’ah] hingga habis. Dan, ketika [tongkat] itu terjatuh ke tanah, makhluk-makhluk gaib [yang tunduk kepadanya] melihat dengan jelas bahwa, andaikan mereka memang memahami kenyataan yang berada di luar jangkauan persepsi mereka, mereka tidak akan terus [bekerja keras] dalam penderitaan [perbudakan] yang hina [oleh JasaD] . (Qur’an, Saba, 34:14)

Jelas bahwa karena memiliki Minsa’ah Sulaiman lah sehingga Jasad, yang duduk di atas singgasana Sulaiman, dapat berhasil membuat kelompok jin terus bekerja untuknya. Minsa’ah Sulaiman pastinya memiliki kekuatan yang dianugerahkan Ilahi (Allah SWT) sehingga memiliki efek seperti itu pada Jin. Kita dapat mengingat kembali bahwa dengan tongkatnya lah (yang juga memiliki keajaiban serupa) Nabi Musa as, memukul Laut Merah, yang kemudian airnya terbelah dua secara ajaib untuk membuat jalur kering dan dapat dilalui orang-orang Israel agar bisa sampai ke tempat yang aman (lihat Al-Qur’an, al-Shura, 26:23). Juga dengan tongkatnya, Musa memukul batu dan dua belas aliran air kemudian mengalir secara ajaib dari batu tersebut – satu aliran mata air untuk masing-masing dari dua belas suku Israel (lihat Al-Qur’an, al-Baqarah, 2: 160). Dengan tongkat yang sama pula, Musa mengalahkan penyihir-penyihir Firaun saat tongkatnya menjadi ular yang secara ajaib mengalahkan semua ilmu sihir mereka (lihat Al Qur’an, al-‘Araf, 7: 107-117). Tapi dengan kemeja Yusuf yang dilemparkan ke wajah ayahnya, Yakub, penglihatannya dipulihkan secara ajaib.

Para ahli tafsir Qur’an secara universal sepakat bahwa kata Minsa’ah di atas berarti ‘tongkat’ atau ‘tongkat untuk berjalan’. Jika kita menerima penjelasan tentang arti kata Minsa’ah ini, maka implikasinya adalah bahwa Jasad tersebut memegang tongkat Sulaiman dan mendapat manfaat dari kekuatan ajaibnya yang mencegah Jin mengetahui bahwa Sulaiman telah meninggal, dan bahwa ada orang lain duduk di atas singgasananya.

Kemudian, Dabbatul Ardh harus lah sesuatu yang secara bertahap membongkar dan akhirnya berhasil meniadakan atau menghancurkan sifat ajaib tongkat Sulaiman. Ayat al-Qur’an di atas menunjukkan analogi rayap (dabbatul ardh) yang menggerogoti basis sebuah tongkat yang berdiri, yang akhirnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Pandangan kami adalah bahwa salah satu cara yang mungkin untuk mengidentifikasi Dabbatul Ardh ini adalah berupa ‘gelombang elektronik’ tak kasat mata yang dipancarkan dari telepon seluler dan internet nirkabel yang mencemari atmosfer. Mungkin gelombang elektronik inilah yang akhirnya menyebabkan tongkat Sulaiman kehilangan sifat ajaibnya, dan hilangnnya sifat itu digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai terjatuh (tumbang) – dan Allah Maha Tahu! Sudah lama lebah mengalami kesulitan dalam menavigasi jalan mereka ke dan dari serbuk sari di bunga, dan akibatnya produksi madu di dunia modern yang misterius ini terus menurun dan mengkhawatirkan.

Namun metodologi yang tepat mengharuskan Al-Qur’an itu sendiri digunakan untuk menjelaskan arti kata Minsa’ah. oleh karena itu, pertama-tama, kita harus mengenali bahwa Al-Qur’an selalu menggunakan kata lain untuk ‘tongkat’, yaitu ‘Asah’. Mengapa kemudian Allah SWT, menyebut ‘tongkat’ Sulaiman menggunakan kata lain, yaitu ‘Minsa’ah’? Hal ini cukup aneh dan misterius berdasarkan prinsip konsistensi tata bahasa dan sastra.

Ketika kita meneruskan penggunaan metodologi yang tepat dalam menelusuri Al-Qur’an untuk contoh lain di mana Minsa’ah terdapat, kita menemukan satu contoh tersendiri dalam Surah al-Taubah sebagai berikut:

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا

لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ ۚ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ

وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Penyisipan [bulan, yaitu waktu] tidak lain adalah satu lagi contoh penolakan [mereka] untuk mengakui kebenaran – yang dengan [cara] itu orang-orang yang berkukuh mengingkari kebenaran menjadi tersesat. Mereka menyatakan [penyisipan] itu diperbolehkan pada tahun yang satu dan dilarang pada tahun [yang lain], dalam rangka menyesuaikan [secara lahiriah] dengan jumlah bukan yang Allah telah sucikan: dan, dengan demikian, mereka menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Tampak baik dalam pandangan mereka kejahatan dari perbuatan-perbuatan mereka sendiri, sebab Allah tidak memberi petunjuk-Nya kepada orang-orang yang menolak mengakui kebenaran. (Qur’an, al-Taubah, 9:37)

Allah SWT telah mencela dalam ayat di atas bahwa praktik orang Arab yang mencampuri (mengganggu) ‘waktu’ [penambahan bulan] dan telah menyatakannya sebagai salah satu contoh penolakan dalam mengakui kebenaran – suatu perbuatan yang menolak kebenaran yang nantinya akan membuat mereka tersesat. Mereka menambahkan satu bulan ekstra setiap tahun agar tahun lunar dapat disinkronkan dengan tahun matahari dan melarangnya di tahun yang lain, agar sesuai dengan jumlah bulan yang telah ditentukan oleh Allah: dan dengan demikian mereka menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Mereka menganggap kejahatan yang mereka lakukan adalah sesuatu hal yang baik, namun Allah tidak berkenan dengan orang-orang yang menolak untuk mengakui kebenaran.

Ayat al-Qur’an di atas telah sangat jelas menggunakan kata tersebut yang berarti ‘waktu’. Dalam hal ini adalah perubahan dalam sistem pengukuran berlalunya waktu di mana Allah Yang Maha Tinggi, telah menetapkan bahwa satu tahun harus terdiri dari dua belas bulan lunar.

Ketika Nabi Muhammad Saw menggunakan kata yang sama, dia juga menggunakannya untuk ‘waktu’ dalam sense ‘waktu-hidup’ atau ‘masa hidup’:

عَنْ أَنسَِ بنِْ مَالكٍِ رَضيَِ اللَهّ عَنهْ قاَلَ

سَمعِْتُ رَسُولَ اللَهِّ صَلَىّ اللَهّ علَيَهِْ وَسَلَمَّ يقَُولُ

مَنْ سرََّه أَنْ يبُسَْطَ لهَ فيِ رِزْقهِِ أَوْ ينُسَْ أ

هَ فيِ أَثرَِهِ فلَيْصَِلْ رَحِمهَ

Siapa pun yang menginginkan agar dia diberi lebih banyak kekayaan [kemakmuran] dan masa [waktu] hidupnya diperpanjang, dia harus menjaga hubungan baik dengan kerabat dan keluarganya. (Bukhari, Muslim)

Oleh karena itu, Al-Qur’an dan juga Nabi Muhammad Saw tidak mendukung makna ‘tongkat’ yang telah diberikan oleh Komentator [penafsir] Al-Qur’an untuk kata ‘Minsa’ah’.

Kita sekarang hanya memiliki satu pilihan, yaitu bahwa ‘Minsa’ah’ mengacu pada kapasitas ajaib hubungan Sulaiman dengan ‘waktu’.

Ada kemungkinan bahwa Dabbatul Ardh menghancurkan kemampuan ajaib ‘tongkat’ untuk memungkinkan perjalanan bolak-balik melalui dimensi waktu yang berbeda secara bersamaan (simultan). Melalui perjalanan bolak-balik inilah para pemuda yang tertidur di dalam gua dapat tetap berada dalam dua dimensi waktu secara simultan (lihat Qur’an, al-Kahfi, 18: 16-20). Jika Jasad [Dajjal] bisa memanipulasi dimensi waktu yang berbeda, dengan demikian dia dapat memperlihatkan seorang Sulaiman yang masih hidup kepada Jinn, sambil menyembunyikan kematian Sulaiman kepada mereka.

Jika Dajjal, sang Jasad, dapat memanipulasi dimensi waktu yang berbeda dengan memiliki tongkat Sulaiman, dan karenanya dapat mempercepat agendanya untuk akhirnya memerintah dunia dari Yerusalem [Tanah Suci], kita harus menerima bahwa fungsi utama Dabbatul Ard pada akhirnya adalah akan men-sekakmat Dajjal, sang Jasad, dengan merampas tongkat ajaib itu darinya. Mereka melakukannya dengan mengkonsumsi tongkat tersebut dan dengan demikian merampas sifat dan fungsi ajaib dari tongkat itu. Dan Allah Maha Tahu!

Dalam ayat lain, Al-Qur’an lebih jauh menggambarkan Dabbatul Ardh sebagai sesuatu yang akan ‘berbicara’ (atau melukai):

وَإِذَا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنَا لَهُمْ دَابَّةً مِنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُونَ

Adapun [mengenai orang yang tuli dan buta hatinya -]tatkala perkataan [kebenaran] terungkap menentang mereka, Kami akan keluarkan bagi mereka suatu makhluk dari bumi yang akan [berbicara atau melukai] mereka dengan mengatakan bahwa manusia tidak memiliki keimanan yang sejati akan pesan-pesan Kami. (Qur’an, al-Naml, 27:82)

Munculnya binatang buas atau makhluk bumi itu, Dabbatul Ard, oleh karena itu secara langsung terkait dengan kelalaian dunia orang-orang yang membiarkan otaknya tercuci atau terindoktrinasi (brain-washed).

Kata Bahasa Arab yang sama تكلمهم dapat memiliki dua arti berbeda jika tanda bacanya berbeda. Jika ditulis sebagai تكَُلمِّهُمُْ (tukallimuhum) maka itu berarti ‘berbicara kepada mereka’. Tapi jika ditulis sebagai تكََلمِهُمُْ (taklimuhum) itu berarti ‘melukai mereka’. Kedua makna tersebut bisa diterapkan jika kita menafsirkan Dabutul Ard dengan cara yang baru saja kita lakukan. Sahabat terpelajar dari Nabi Muhammad Saw, Ibnu Abbas, memiliki pandangan ini. (Lihat Tafsir al-Qurtubi)

Komunikasi elektronik melalui apa yang disebut ‘Telepon Pintar’ dan perangkat seluler lainnya dengan cepat mengubah ‘orang-orang tidak berfikir’ menghabiskan waktu, jam, hari, minggu, dan akhirnya seumur hidup menggunakan perangkat tersebut. Akhirnya ‘orang-orang tidak berfikir’ ini menjadi sangat kecanduan, sehingga mereka tidak tahan untuk hidup tanpa perangkat tersebut. Mereka tidak sadar bahwa fenomena ini tidak terjadi secara kebetulan. Melainkan rencana Ilahi sedang berlangsung dimana gelombang elektronik yang dipancarkan ke atmosfer, dan ke dalam gendang telinga dan otak manusia, tidak hanya akan menyebabkan sifat ajaib tongkat Sulaiman dikonsumsi secara elektronik, namun juga akan merusak otak manusia sampai pada suatu kerusakan, seperti kanker otak, demensia dan bentuk demensia yang dikenal sebagai Alzheimer akan menjadi suatu penyakit yang biasa diderita. Tentunya masih banyak lagi jenis penyakit baru yang akan muncul. Alzheimer adalah penyakit otak yang menyebabkan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan penalaran yang lambat. Salah satu tanda Alzheimer yang paling umum adalah kehilangan ingatan, terutama melupakan informasi yang baru dipelajari. Ini harus menjadi perhatian utama bahwa anak-anak berusia enam hingga delapan tahun sekarang menjadi korban demensia masa kecil – yaitu Alzheimer.

Pandangan kami adalah bahwa Dā’bbatul Ard dapat diidentifikasi sebagai badai elektronik yang muncul dari bumi ini dan menyapu seluruh umat manusia ke dalam pelukannya yang mematikan dimana kemampuan berfikir manusia itu sendiri, sedang dibongkar. Alih-alih hidup di dunia nyata yang konkret, manusia yang lalai tersapu ke dalam pelukan mematikan apa yang disebut dunia maya. Mereka akhirnya kehilangan kontak dengan realitas spiritual, dan mereka kehilangan kesadaran akan status mereka sendiri sebagai makhluk yang memiliki Ruh yang suci.

Al-Qur’an telah menyampaikan peringatan yang tidak menyenangkan mengenai keadaan seperti ini:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga karena itu Allah menjadikan mereka lupa mengenai [apa yang baik bagi] diri mereka sendiri: [sebab,] mereka, mereka itulah orang-orang yang sungguh telah rusak akhlaknya. (Qur’an, Al-Hasyr, 59:19)

Mereka yang tidak nyaman dengan identifikasi Dabbatul Ard di atas, dapat memilih untuk menunggu Binatang yang digambarkan di tempat lain sebagai berikut:

Kepalanya seperti kepala seekor banteng, matanya seperti mata seekor babi, telinganya seperti telinga gajah, tanduknya seperti tanduk rusa jantan, lehernya seperti leher burung unta, dadanya seperti dada seekor singa, warnanya seperti warna harimau, pahanya seperti paha kucing, ekornya seperti ekor domba jantan, dan kakinya seperti kaki unta.

Fungsi Dā’bbatul Ard ini sangat sesuai untuk Dajjal, yang memiliki tujuan yang sama persis, yaitu untuk menghancurkan setiap saingan Israel yang ada di dunia sekarang—juga, sebagai penjelasan tentang nasib yang terjadi pada negara-negara besar modern Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan lain-lain. Negara-negara yang berkuasa ini dan sekutu terbesar mereka yang mempersembahkan kepada dunia yang dikenal dengan Pax Britannica dan Pax Americana, secara bertahap dibongkar oleh kekuatan tersembunyi yang mirip dengan rayap yang terus-menerus menggigit dan memakan tongkat yang menjaga keseimbangan tubuh tak berjiwa [Jasad/ Dajjal] yang duduk di atas singgasana yang diperuntukkan bagi Negara adi kuasa. Saingan untuk status Israel sebagai negara adi kuasa di dunia pada suatu hari akan jatuh. Ini hanya masalah waktu saja.

Penulis ini berhenti sejenak untuk menyampaikan kepada orang-orang yang memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Muslim, Kristen, Yahudi atau lainnya) dan yang hidup di dalam pelukan dunia yang terhubung secara elektronik buatan Dajjāl, untuk mencari perlindungan dan penyembuhan melalui pembacaan terus menerus (teks Bahasa Arab) dari al-Qur’an yang diberkati. Hal ini sangat penting bagi mereka yang terus-menerus menggunakan [dengan begitu bodohnya] apa yang disebut ‘Smart Phone’ dan perangkat seluler lainnya. Penulis ini berhenti sejenak untuk mengingatkan orang-orang semacam itu tentang deklarasi Allah SWT bahwa Al-Qur’an dapat ‘menyembuhkan’:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

JADI, secara bertahap Kami turunkan melalui Al-Qur’an ini segala yang menyehatkan [jiwa] dan merupakan rahmat bagi orang-orang yang beriman [kepada Kami], sedangkan ia hanya menambah kehancuran bagi orang-orang zalim: sebab, [sering terjadi bahwa] apabila Kami berikan nikmat Kami kepada manusia, dia berpaling dengan sombong [dari mengingat Kami]; dan apabila nasib buruk menimpanya, niscaya dia berputus asa. (Qur’an, al-Isra’, 17:82)
Daud dan Sulaiman (as) – Profil Yang Menakjubkan

Nabi Daud as lebih dari sekedar seorang Raja yang memerintah sebuah kerajaan. Baik dia, dan anaknya Nabi Sulaiman as, unik dalam ciptaan Allah karena Al-Quran mengungkapkan bahwa Allah Yang Maha Tinggi menyebabkan pegunungan dan burung-burung untuk bernyanyi bersama Daud menyanyikan pujian kepada-Nya, dan bahwa Sulaiman diajarkan bahasa burung:

فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ ۚ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَسَخَّرْنَا

مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ ۚ وَكُنَّا فَاعِلِينَ

sebab, [meskipun] telah Kami jadikan Sulaiman memahami persoalan tersebut [lebih mendalam], Kami berikan kepada keduanya hikmah dan ilmu [tentang yang benar dan yang salah]. Dan, Kami jadikan gunung-gunung bergabung dengan Daud dalam bertasbih memuji kemuliaan Kami yang tak terhingga, dan begitu pula burung-burung: sebab, Kami mampu melakukan [segala sesuatu]. (Qur’an, al-Anbiya, 21:79)

وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ ۖ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ

وَأُوتِينَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ

Dan, [dalam pengetahuan mendalam ini,] Sulaiman [benar-benar] adalah ahli waris Daud; dan dia berkata, “Wahai, sekalian manusia! Kami telah diajari percakapan burung, dan telah dianugerahi [dengan berlimpah] segala sesuatu [yang baik]: perhatikanlah, ini benar-benar suatu karunia yang nyata [dari Allah]! (Qur’an, al-Naml, 27:16)

Tidak hanya kedua Raja dan Nabi ini diberkati seperti yang dijelaskan di atas, namun, sebagai tambahan, Sulaiman dapat mengendalikan cuaca:

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ عَاصِفَةً تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الْأَرْضِ

الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا ۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ

Dan, kepada Sulaiman, [Kami tundukkan] angin topan agar ia bertiup cepat menurut perintahnya menuju negeri yang Kami berkahi: sebab, Kami-lah yang memiliki pengetahuan tentang segala sesuatu, (Qur’an, al-Anbiya, 21:81)

Ketika semut berbicara, Nabi Sulaiman dapat memahami apa yang mereka katakan:

حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا

مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

hingga, ketika mereka tiba di suatu lembah [yang penuh dengan] semut, seekor semut berseru, “Wahai, kalian para semut! Masuklah ke dalam sarang-sarang kalian agar Sulaiman dan bala pasukannya tidak menghancurkan kalian tanpa [sedikit pun] mengetahui (keberadaan) [kalian]!” (Qur’an, al-Naml, 27:18)

Al-Qur’an mengungkapkan, bahkan Jin juga terikat kepada Nabi Sulaiman as, karena hukuman besar disebabkan tindakan penyimpangan mereka atas perintah Allah SWT. Mereka bekerja untuk Sulaiman dalam pembuatan berbagai barang tembaga dalam pembangunan mesjid di Tanah Suci [Yerusalem – Israel]. Mereka [kelompok jin] memperoleh logam itu dari air mancur tembaga yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya [Sulaiman as]. Atas dasar ini-lah orang-orang Yahudi mengharapkan Mesias yang mereka tunggu-tunggu akan melakukan hal yang sama:

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ ۖ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ

وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ

DAN, KEPADA Sulaiman, [Kami tundukkan] angin: perjalanan paginya [meliputi jarak] perjalanan sebulan, dan perjalanan sorenya, perjalanan sebulan. Dan, Kami jadikan air mancur dari tembaga cair mengalir atas perintahnya; dan [bahkan] di antara makhluk-makhluk gaib, terdapat sebagian yang telah [dipaksa] bekerja untuknya dengan izin Pemeliharanya – dan siapa pun di antara mereka yang menyimpang dari perintah Kami, Kami akan membiarkannya merasakan penderitaan api yang berkobar – (Qur’an, Saba, 34:12)

يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

mereka membuat untuk Sulaiman apa saja yang dia kehendaki: altar, patung, dan kolam [seluas] palung pengairan yang besar, serta periuk-periuk yang tertambat dengan kukuh. [Dan, Kami Berfirman,] “Bekerjalah, wahai umat Daud, untuk bersyukur [kepada-Ku] – dan [ingatlah bahwa] sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku [sekalipun] yang benar-benar bersyukur!” (Qur’an, Saba, 34:13)

اصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ

[Akan Tetapi,] bersabarlah engkau terhadap apa pun yang mungkin mereka katakan, dan ingatlah hamba Kami Daud, yang telah dianugerahi kekuatan batin [yang demikian banyak]! Sungguh, dia selalu berpaling kepada Kami: (Qur’an, Shad, 38:17)

Mungkin salah satu peristiwa dalam kehidupan Nabī Sulaiman as yang diwahyukan dalam Al-Qur’an memungkinkan kita untuk mengantisipasi jenis bantuan yang dapat diberikan Jin kepada Dajal di Ākhir Zaman. Peristiwa tersebut menyangkut singgasana ajaib Ratu Kaum Saba’, yaitu Ratu Shiba. Nabī Sulaiman as menginginkan singgasana Ratu Shiba untuk dibawa ke istananya sebelum kedatangan Ratu di istananya. Seorang jin menawarkan untuk membawanya dalam sekejap mata. Inilah yang Al-Qur’an katakan tentang bantuan yang diberikan oleh jin dalam hal ini:

قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ

[KETIKA SULAIMAN mengetahui bahwa Ratu Saba’ telah datang], Sulaiman berkata, [kepada dewannya], “Wahai, kalian para bangsawan! Siapakah di antara kalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum dia dan para pengikutnya datang kepadaku dalam penyerahan yang penuh kerelaan kepada Allah?”

قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ

Berkatalah salah seorang makhluk gaib yang pemberani [yang tunduk kepada Sulaiman], “Aku akan membawakannya kepadamu sebelum engkau bangkit dari kursi-dewanmu – sebab, perhatikanlah, aku cukup kuat untuk melakukannya, [dan] layak mendapatkan kepercayaan!”

قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ

مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Dia [salah seorang jin] yang memiliki pengetahuan dari buku itu [mendapatkan cahaya wahyu] menjawab, “[Tidak,] adapun aku – aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip!”

Dan, tatkala Sulaiman melihat singgasana itu benar-benar ada di hadapannya, dia pun berseru, “Ini adalah [sebuah hasil] dari karunia Pemeliharaku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau tidak! Bagaimanapun, siapa saja yang bersyukur [kepada Allah], hanyalah bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri; dan siapa saja yang tidak bersyukur [hendaknya mengetahui bahwa], sungguh, Pemeliharaku Mahacukup, Maha Pemurah dalam memberi!”

قَالَ نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا نَنْظُرْ أَتَهْتَدِي أَمْ تَكُونُ مِنَ الَّذِينَ لَا يَهْتَدُونَ

[Dan,] Sulaiman melanjutkan, ” Ubahlah singgasananya sehingga dia tidak mungkin mengetahui bahwa singgasana itu adalah miliknya: mari kita lihat apakah dia bersedia diberi petunjuk [kepada kebenaran] ataukah tetap menjadi salah seorang dari mereka yang tidak akan diberi petunjuk.”

(Qur’an, al-Naml, 27:38–41)

Bantuan yang diberikan kepada Sulaiman oleh jin yang menurut Al-Quran memiliki ‘pengetahuan tentang buku itu’, mengantisipasi televisi modern, dan penayangan holografik dari objek tiga dimensi di udara tanpa menggunakan layar apa pun, dan sepertinya masih ada hal-hal menakjubkan lainnya.

Sementara Al-Qur’an tidak mengidentifikasi ‘buku’ yang memberikan pengetahuan kepada seorang jin untuk dapat memindahkan sebuah benda secara instan ke lokasi baru yang berjarak ribuan mil, hal itu mengkonfirmasi keberadaan buku semacam itu. Tapi kita harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa kata ‘buku’ mungkin digunakan untuk menggambarkan suatu cabang ilmu pengetahuan. Jika demikian, maka ada kemungkinan bahwa Dajjāl memiliki akses ke cabang ilmu pengetahuan tersebut dan oleh karena itu, ilmu pengetahuan modern dan revolusi teknologi dibantu oleh campur tangan jin. Dan, sangat mungkin, masih ada keajaiban ilmiah dan teknologi yang akan terjadi dalam sejarah yang akan mencoba untuk meniru peristiwa yang dijelaskan di atas.

Kami menyimpulkan dengan mengamati bahwa profil Mesias yang ditunggu orang-orang Yahudi, harus sebanding dengan profil Nabī Dāud dan Nabī Sulaimān as seperti yang dijelaskan di atas. Ada banyak bukti yang secara meyakinkan menunjukkan bahwa Dajjal telah membuat banyak kemajuan dalam membangun profil dirinya sendiri persis seperti yang dijelaskan di atas.

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Nyata serta Yang Batin: dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur’an, al-Hadid, 57:3)

(Sumber: Dajjal, The Qur’an, and Awwal Al-Zaman by Imran N. Hosein)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.