PERINTAH BERTINDAK BIJAK BAHKAN TERHADAP NON MUSLIM SEKALIPUN
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil TERHADAP ORANG ORANG YANG TIDAK MEMERANGIM, KARENA AGAMA dan TIDAK PULA MENGUSIRMU DARI NEGERIMU. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya MELARANG KAMU MENJADIKAN SEBAGAI KAWANMU, ORANG ORANG YANG MEMERANGIMU KARENA AGAMA dan MENGUSIR KAMU DARI NEGERIMU, dan "MEMBANTU" (orang lain) UNTUK MENGUSIRMU. Dan barangsiapa MENJADIKAN MEREKA SEBAGAI KAWAN, maka mereka itulah ORANG ORANG YANG ZALIM. [Q.S. al-Mumtahanah : 8]
B. ASBAB AL-NUZUL SURAH AL-MUMTAHANAH AYAT 8
Adapun sekilas riwayat-riwayat terkait asbab al-nuzul dari surah al-Mumtahanah ayat 8 dan 9, sebagai berikut:
1) Pertama:
أخبرنا أبو صالح منصور بن عبد الوهاب البزار، أخبرنا أبو عمرو محمد بن أحمد الحيرى، أخبرنا أبو يعلى، أخبرنا إبراهيم بن الحجاج، أخبرنا عبد الله بن المبارك، عن مصعب بن ثابت، عن عامر بن عبد الله بن الزبير، عن أبيه قال: قدمت قتيلة بنت عبد العزى على ابنتها أسماء بنت أبي بكر بهوايا وضباب وسمن وأقط، فلم تقبل هداياها ولم تدخلها منزلها، فسألت لها عائشة النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فقال: (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين – الآية). فأدخلتها منزلها وقبلت منها هداياها. رواه الحاكم أبو عبد الله في صحيحه، عن أبى العباس السيارى، عن عبد الله الغزال، عن أبي سفيان، عن ابن المبارك.
Artinya: Dari Amir bin Abdullah bin Zubair memberitahu kami dari ayahnya, ia bercerita: “Qutailah pernah datang menemui putrinya, Asma binti Abu Bakar dengan membawa daging dhabb (biawak) dan minyak samin sebagai hadiah dan ketika itu ia wanita musyrik. Maka Asma pun menolak pemberianya itu dan tidak memasukan ibunya ke dalam rumahnya. Kemudian Aisyah bertanya kepada Nabi Saw mengenai hal tersebut lalu Allah SWT menurunkan ayat ini kemudian beliau menyuruh Asma menerima pemberian ibunya itu dan mempersilakannya masuk ke dalam rumahnya”. [1]
2) Kedua:
وأخرج البخاري عن أسماء بنت أبي بكر قالت : أتتني أمي راغبة فسألت النبي صلى الله عليه و سلم : أأصلها ؟ قال : نعم فأنزل الله فيها : (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين)
Artinya: Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Asma binti Abu Bakar berlata : saya dikunjungi oleh ibu kandungku (Siti Qutailah). Setelah itu Asma bertanya kepada Rasulullah saw: bolehkah saya berbuat baik kepadanya? Rasululah menjawab: ”ya” (boleh) Turunlah ayat ini yang berkenaan dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah. (HR. Bukhari dari Asma binti Abu Bakar).[2]
3) Ketiga:
وأخرج أحمد و البزار و الحاكم وصححه عن عبد الله بن الزبير قال : قدمت قتيلة على ابنته أسماء بنت أبي بكر وكان أبي بكر طلقها في الجاهلية فقدمت على ابنتها بهدايا فأبت أن تقبلها منه أو تدخلها منزلها حتى أرسلت إلى عائشة أن سلي عن هذا رسول الله صلى الله عليه و سلم فأخبرته / فأمرها أن تقبل هداياها وتدخلها منزلها فأنزل الله (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم) الآية.
Artinya: Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Siti Qatilah (bekas istri Abu Bakar) yang telah diceraikan pada masa zaman jahiliyyah datang kepada anaknya, Asma binti Abu Bakar dengan membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw. Maka Rasul pun memerintahkan untuk menerima bingkisannya serta menerimanya dengan baik. Allah menurunkan ayat terkait hal ini: (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم). v [3]
C. KONTEKSTUALISASI SURAH AL-MUMTAHANAH AYAT 8
Ayat di atas masih menerangkan tentang hukum bersikap loyal terhadap orang-orang kafir. Ketika Allah mengharamkan hal ini, ternyata orang-orang beriman atau para sahabat ada yang masih memiliki kerabat yang masih kafir. Pada sisi lain, Perintah untuk memusuhi kaum kafir (non muslim) yang di uraikan oleh ayat-ayat sebelumnya secara tersurat menunjukkan kesan bahwa semua non muslim harus dimusuhi. Karena perintah dari iman dan sebagai bentuk taat terhadap panggilan Allah, para sahabat akhirnya memutuskan hubungan kekerabatan dengannya. Kemudian Allah Swt memberikan kabar gembira di dalam surat yang mulia ini bahwa Allah Maha Kuasa untuk menjadikan di antara mereka dan kerabatnya yang kafir rasa saling mencintai.
Allah Swt membebaskan kota mekkah dengan tangan Rasul-Nya, kemudian para pendudukanya masuk Islam semunya kecuali hanya beberapa orang saja yang menolak masuk Islam. Sesungguhnya rasa cinta, sikap loyal dan persaudaraan di antara mereka adalah bukti kebenaran Firman Allah:
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿سورة الممتحنة : ٧﴾
Artinya: “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Mumtahanah : 7)
Firman Allah (لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ) Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu, dengan bermacam-macam tekanan maka kamu dibolehkan berbuat baik kepada mereka, seperti memberi makanan, pakaian, dan kendaraan serta berbuat adil kepada mereka. Ayat ini bersifat umum, mencakup seluruh waktu dan tempat terhadap semua orang kafir asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh Allah, yaitu:[4]
Mereka tidak memerangi kita atas nama Agama,
Mereka tidak mengusir kita dari kampung halaman kita. Misalnya, tidak mengintimidasi kita sehingg menyebabkan kita berhijrah ke kampung lain, dan
Tidak membantu musuh-musuh kita dengan bantuan apapun, baik dengan ikut serta bermusyawarah, menyumbangkan pikiran, apalagi dengan bantuan tenaga dan senjata.
Sementara sebagian ulama bermaksud membatasi ayat tersebut hanya ditunjukan kepada kaum musyrik mekah, tetapi ulama-ulama sejak masa Ibn Jarir al-Thabari telah membantahnya. Thahir Ibn Asyur menulis bahwa pada masa Nabi saw sekian banyak suku-suku Musyrik yang justru bekerjasama dengan Nabi Saw serta menginginkan kemenangan beliau menghadapi suku Quraiys di Mekkah. Berkata al-Hasan dan Abu Salib mereka itu adalah Khuza’ah, Bani Al-Harist ibn Ka’ab dan Muzainah.[5]
Firman Allah, (إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Potongan ayat ini merupakan anjuran untuk kaum Muslimin untuk senantiasa berlaku adil walaupun terhadap orang-orang kafir. Allah Swt berfirman (إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ) Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu, yaitu Allah melarang kamu bersikap loyal terhadap orang-orang yang memerangimu dan mengusirmu dari kampong halamanmu dan ikut berperan dan membantu orang lain dalam mengusirmu. (وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ) barangsiapa yang menjadikan mereka (orang-orang kafir) sebagai kawan, maka mereka itulah termasuk orang-orang yang dzalim terhadap diri mereka sendiri dan menghadang siksa dan murka dari Allah karena telah meletakkan sikap loyal bukan pada tempatnya setelah memahami dan mengetaui hukum-hukumnya.[6]
Jadi, pandangan Islam yang menentukan tentang problematika antara orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menantang mereka adalah akidah semata-mata. Islam menetapkan bahwa bahwa nilai yang diusung setiap oleh mukmin dan harus dibela dengan mati-matian dengan berperang sekalipun adalah perkara akidah semata-mata. Dengan semikian, tidak ada permusuhan dan peperangan selama kebebasan dakwah dan kebebasan berkenyakinan tetap dihormati.[7]
Demikianlah beberapa tuntunan Islam dalam pergaulan dengan orang-orang non-muslim. Ini sekali lagi mununjukkan akan ajaran-ajaran Islam yang universal dalam kehidupan umat manusia. Tuntunan tersebut harus terus dibina dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari yang sarat dengan homogen kepecayaan dan lebih-lebih dalam hubungan internasional. Islam membuka pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja dalam kehidupan sosial untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Namun ironisnya, banyak masyarakat yang masih kurang memahami akan pesan ayat ini sehingga dimana-mana terjadi anarkisme dan fanatisme buta terhadap kepercayaannya masing-masing.
ENDNOTE
[1] Al-Wahidy, Asbab al-Nuzul (Hadramaut: Darr al-Kitab al-Islamiyah, 2010), Cet. I, hal. 262
[2] Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011M/1432 H), hal. 234
[3] Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, hal. 234
[4] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006), cet. I, hal. 401-402
[5] Mustahfa Maraghi, Tafsir Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, JIlid 28, hal. 112
[6] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006), cet. I, hal. 401-402
[7] Sayyid Quthb, Tafsir Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2004), cet. I, hal. 50
REFERENSI PEMBAHASAN
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti, cet. I, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006
Al-Suyuti, Jalaluddin. Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, Beirut: Darr al-Kitab al-Araby, Cet. V, 2011
Al-Wahidy, Asbab al-Nuzul, cet. I, Hadramaut : Darr al-Kitab al-Islamiyah, 2010
Maraghi, Mustahfa. Tafsir Maraghi, Cet. II, JIlid 28, Semarang: Toha Putra, 1992
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, dkk., cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2004
B. ASBAB AL-NUZUL SURAH AL-MUMTAHANAH AYAT 8
Adapun sekilas riwayat-riwayat terkait asbab al-nuzul dari surah al-Mumtahanah ayat 8 dan 9, sebagai berikut:
1) Pertama:
أخبرنا أبو صالح منصور بن عبد الوهاب البزار، أخبرنا أبو عمرو محمد بن أحمد الحيرى، أخبرنا أبو يعلى، أخبرنا إبراهيم بن الحجاج، أخبرنا عبد الله بن المبارك، عن مصعب بن ثابت، عن عامر بن عبد الله بن الزبير، عن أبيه قال: قدمت قتيلة بنت عبد العزى على ابنتها أسماء بنت أبي بكر بهوايا وضباب وسمن وأقط، فلم تقبل هداياها ولم تدخلها منزلها، فسألت لها عائشة النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فقال: (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين – الآية). فأدخلتها منزلها وقبلت منها هداياها. رواه الحاكم أبو عبد الله في صحيحه، عن أبى العباس السيارى، عن عبد الله الغزال، عن أبي سفيان، عن ابن المبارك.
Artinya: Dari Amir bin Abdullah bin Zubair memberitahu kami dari ayahnya, ia bercerita: “Qutailah pernah datang menemui putrinya, Asma binti Abu Bakar dengan membawa daging dhabb (biawak) dan minyak samin sebagai hadiah dan ketika itu ia wanita musyrik. Maka Asma pun menolak pemberianya itu dan tidak memasukan ibunya ke dalam rumahnya. Kemudian Aisyah bertanya kepada Nabi Saw mengenai hal tersebut lalu Allah SWT menurunkan ayat ini kemudian beliau menyuruh Asma menerima pemberian ibunya itu dan mempersilakannya masuk ke dalam rumahnya”. [1]
2) Kedua:
وأخرج البخاري عن أسماء بنت أبي بكر قالت : أتتني أمي راغبة فسألت النبي صلى الله عليه و سلم : أأصلها ؟ قال : نعم فأنزل الله فيها : (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين)
Artinya: Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Asma binti Abu Bakar berlata : saya dikunjungi oleh ibu kandungku (Siti Qutailah). Setelah itu Asma bertanya kepada Rasulullah saw: bolehkah saya berbuat baik kepadanya? Rasululah menjawab: ”ya” (boleh) Turunlah ayat ini yang berkenaan dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah. (HR. Bukhari dari Asma binti Abu Bakar).[2]
3) Ketiga:
وأخرج أحمد و البزار و الحاكم وصححه عن عبد الله بن الزبير قال : قدمت قتيلة على ابنته أسماء بنت أبي بكر وكان أبي بكر طلقها في الجاهلية فقدمت على ابنتها بهدايا فأبت أن تقبلها منه أو تدخلها منزلها حتى أرسلت إلى عائشة أن سلي عن هذا رسول الله صلى الله عليه و سلم فأخبرته / فأمرها أن تقبل هداياها وتدخلها منزلها فأنزل الله (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم) الآية.
Artinya: Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Siti Qatilah (bekas istri Abu Bakar) yang telah diceraikan pada masa zaman jahiliyyah datang kepada anaknya, Asma binti Abu Bakar dengan membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw. Maka Rasul pun memerintahkan untuk menerima bingkisannya serta menerimanya dengan baik. Allah menurunkan ayat terkait hal ini: (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم). v [3]
C. KONTEKSTUALISASI SURAH AL-MUMTAHANAH AYAT 8
Ayat di atas masih menerangkan tentang hukum bersikap loyal terhadap orang-orang kafir. Ketika Allah mengharamkan hal ini, ternyata orang-orang beriman atau para sahabat ada yang masih memiliki kerabat yang masih kafir. Pada sisi lain, Perintah untuk memusuhi kaum kafir (non muslim) yang di uraikan oleh ayat-ayat sebelumnya secara tersurat menunjukkan kesan bahwa semua non muslim harus dimusuhi. Karena perintah dari iman dan sebagai bentuk taat terhadap panggilan Allah, para sahabat akhirnya memutuskan hubungan kekerabatan dengannya. Kemudian Allah Swt memberikan kabar gembira di dalam surat yang mulia ini bahwa Allah Maha Kuasa untuk menjadikan di antara mereka dan kerabatnya yang kafir rasa saling mencintai.
Allah Swt membebaskan kota mekkah dengan tangan Rasul-Nya, kemudian para pendudukanya masuk Islam semunya kecuali hanya beberapa orang saja yang menolak masuk Islam. Sesungguhnya rasa cinta, sikap loyal dan persaudaraan di antara mereka adalah bukti kebenaran Firman Allah:
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿سورة الممتحنة : ٧﴾
Artinya: “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Mumtahanah : 7)
Firman Allah (لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ) Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu, dengan bermacam-macam tekanan maka kamu dibolehkan berbuat baik kepada mereka, seperti memberi makanan, pakaian, dan kendaraan serta berbuat adil kepada mereka. Ayat ini bersifat umum, mencakup seluruh waktu dan tempat terhadap semua orang kafir asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh Allah, yaitu:[4]
Mereka tidak memerangi kita atas nama Agama,
Mereka tidak mengusir kita dari kampung halaman kita. Misalnya, tidak mengintimidasi kita sehingg menyebabkan kita berhijrah ke kampung lain, dan
Tidak membantu musuh-musuh kita dengan bantuan apapun, baik dengan ikut serta bermusyawarah, menyumbangkan pikiran, apalagi dengan bantuan tenaga dan senjata.
Sementara sebagian ulama bermaksud membatasi ayat tersebut hanya ditunjukan kepada kaum musyrik mekah, tetapi ulama-ulama sejak masa Ibn Jarir al-Thabari telah membantahnya. Thahir Ibn Asyur menulis bahwa pada masa Nabi saw sekian banyak suku-suku Musyrik yang justru bekerjasama dengan Nabi Saw serta menginginkan kemenangan beliau menghadapi suku Quraiys di Mekkah. Berkata al-Hasan dan Abu Salib mereka itu adalah Khuza’ah, Bani Al-Harist ibn Ka’ab dan Muzainah.[5]
Firman Allah, (إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ) Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Potongan ayat ini merupakan anjuran untuk kaum Muslimin untuk senantiasa berlaku adil walaupun terhadap orang-orang kafir. Allah Swt berfirman (إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ) Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu, yaitu Allah melarang kamu bersikap loyal terhadap orang-orang yang memerangimu dan mengusirmu dari kampong halamanmu dan ikut berperan dan membantu orang lain dalam mengusirmu. (وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ) barangsiapa yang menjadikan mereka (orang-orang kafir) sebagai kawan, maka mereka itulah termasuk orang-orang yang dzalim terhadap diri mereka sendiri dan menghadang siksa dan murka dari Allah karena telah meletakkan sikap loyal bukan pada tempatnya setelah memahami dan mengetaui hukum-hukumnya.[6]
Jadi, pandangan Islam yang menentukan tentang problematika antara orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menantang mereka adalah akidah semata-mata. Islam menetapkan bahwa bahwa nilai yang diusung setiap oleh mukmin dan harus dibela dengan mati-matian dengan berperang sekalipun adalah perkara akidah semata-mata. Dengan semikian, tidak ada permusuhan dan peperangan selama kebebasan dakwah dan kebebasan berkenyakinan tetap dihormati.[7]
Demikianlah beberapa tuntunan Islam dalam pergaulan dengan orang-orang non-muslim. Ini sekali lagi mununjukkan akan ajaran-ajaran Islam yang universal dalam kehidupan umat manusia. Tuntunan tersebut harus terus dibina dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari yang sarat dengan homogen kepecayaan dan lebih-lebih dalam hubungan internasional. Islam membuka pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja dalam kehidupan sosial untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Namun ironisnya, banyak masyarakat yang masih kurang memahami akan pesan ayat ini sehingga dimana-mana terjadi anarkisme dan fanatisme buta terhadap kepercayaannya masing-masing.
ENDNOTE
[1] Al-Wahidy, Asbab al-Nuzul (Hadramaut: Darr al-Kitab al-Islamiyah, 2010), Cet. I, hal. 262
[2] Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (Beirut : Darr al-Kitab al-Araby, 2011M/1432 H), hal. 234
[3] Jalaluddin al-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, hal. 234
[4] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006), cet. I, hal. 401-402
[5] Mustahfa Maraghi, Tafsir Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1992), Cet. II, JIlid 28, hal. 112
[6] Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006), cet. I, hal. 401-402
[7] Sayyid Quthb, Tafsir Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2004), cet. I, hal. 50
REFERENSI PEMBAHASAN
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tafsir al-Quran al-Aisar terj. Azhari Hatim dan Mukti, cet. I, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006
Al-Suyuti, Jalaluddin. Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, Beirut: Darr al-Kitab al-Araby, Cet. V, 2011
Al-Wahidy, Asbab al-Nuzul, cet. I, Hadramaut : Darr al-Kitab al-Islamiyah, 2010
Maraghi, Mustahfa. Tafsir Maraghi, Cet. II, JIlid 28, Semarang: Toha Putra, 1992
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi’ Zhilalil Quran terj. As’ad Yasin, dkk., cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2004
Post a Comment