Melawan Strategi Ormas Radikal di Tahun 2018
Oleh Denny Siregar
DutaIslam.Com - Apa kira-kira strategi yang akan dilakukan oleh
kelompok garis keras dan pendukung khilafah di tahun 2018 ini? Mari kita
analisa sesuai dengan pola-pola yang mereka bangun sebelumnya.
Salah satu senjata andalan dan mesin perang utama mereka adalah Framing
atau POP ( Pembentukan Opini Publik ) melalui media sosial.
Kelompok ini memang solid dan militan, Mereka juga menguasai teknologi
bot atau mesin otomatis untuk menyebarkan hoax, komen melalui akun-akun
palsu mereka yang sangat banyak.
POP ini mereka gunakan untuk dua hal,
1. Mengangkat tokoh yang sealiran dengan mereka.
2. Menghancurkan karakter tokoh yang berseberangan dengan mereka.
2. Menghancurkan karakter tokoh yang berseberangan dengan mereka.
Kita bahas dulu yang pertama, mengangkat tokoh. Salah satu cara yang
mereka lakukan - dan polanya selalu sama - adalah membesarkan berita
meski jauh dari fakta sebenarnya.
Seperti contoh ketika mereka membesarkan aksi dengan kata “jutaan,
puluhan juta”. Ini penting untuk membangun kedigdayaan dan menunjukkan
“besarnya” mereka.
Begitu juga kata “umat Islam dan ulama” yang mereka klaim sebagai milik
mereka. Dan yang paling sering mereka mainkan adalah dikotomi “Mayoritas
dan Minoritas”.
Mereka bermain di judul berita, karena paham bahwa banyak orang
Indonesia hanya membaca judul bukan isi beritanya. Judul harus
bombastis, untuk membiaskan isi berita sebenarnya.
Coba sekali-kali lihat Youtube videonya Zakir Naik. Judulnya saja sudah
bombastis, “AllahuAkbar, Zakir Naik mengIslamkan ribuan orang!!”, meski
isi videonya hanya berupa tanya jawab saja.
Strategi itu mereka gunakan juga untuk mengangkat seorang yang mereka
sebut Ustad atau Ulama, bahkan kalau perlu seorang Panglima, yang
sealiran dengan mereka.
Mereka butuh simbol-simbol dan terus memunculkan simbol baru jika simbol
lama sudah tenggelam. Kemaren Zakir Naik, trus Panglima, sekarang UAS.
Sedangkan simbol lama mereka kabur gak pulang-pulang..
Yang kedua, menghancurkan karakter tokoh. Penghancuran karakter tokoh
yang berseberangan dengan mereka, perlu dilakukan. Tujuannya adalah
pertama, supaya tokoh tersebut terintimidasi dan berhenti bicara, dan
kedua supaya orang tidak percaya dengan kredibilitas tokoh tersebut.
Sama seperti mengangkat tokoh, dalam menghancurkan karakter tokoh,
mereka butuh sebuah momen. Sebagai contoh ketika mereka menghancurkan
nama Banser dan Ansor sebagai “pembubar pengajian”.
Mereka tidak mau melihat fakta bahwa yang dibubarkan adalah pembicara
berpotensi memecah belah. Mereka paham, bahwa orang awam atau “umat buih
di lautan” akan termakan propaganda mereka.
Mereka bukan hanya menghancurkan karakter tokoh, tapi juga membenturkannya dengan tokoh lain.
Contoh paling dekat adalah ketika mereka mencoba menghancurkan karakter
Kapolri dan mencoba membenturkannya dengan Panglima TNI. Inilah senjata
yang masih akan mereka pakai di tahun 2018 ini.
Model judul berita seperti PKI, Pribumi, Cina, Non Muslim, masih akan
mereka pakai di tahun ini. Mereka akan mengadakan gerakan di lapangan
dan membangun beritanya dengan bahasa yang dibesarkan di dunia maya.
“Bagaimana caranya bisa menghadang strategi itu ?” Tanya seorang teman.
Gunakan pola yang sama. Jangan malu untuk memainkan konsep Fight Fire
with Fire. Tidak cukup memadamkan api dengan air saja. Ketika sebuah
kilang minyak terbakar, petugas pemadam harus meledakkannya hanya untuk
memadamkannya.
Munculkan tokoh-tokoh, besarkan di media sosial melalui judul berita,
hancurkan karakter tokoh mereka dan viralkan persatuan dan kesatuan
berbangsa. Tambah, tumbangkan akun-akun tokoh mereka.
Post a Comment