BANSER KONSISTEN MENJAGA NKRI DAN PANCASILA SEBAGAI DASAR BANGSA BUKAN NEGARA AGAMA
SEJAK KELAHIRANNYA, HINGGA KINI KONSISTENSI NU BERSAMA BANSER, JUGA ANSOR DALAM MENJAGA KEUTUHAN NKRI TIADA DIRAGUKAN, YANG BAHKAN MEMBUAT GERAH PARA PENGUSUNG KHALIFAH YANG 'INGIN MENGARABISASI INDONESIA, JUGA KAUM JIDAT GOSONG CELANA CINGKRANG YANG MENCAP HUKUM SERTA PEMERINTAH JUGA PANCASILA ADALAH "THOGUT"
Oleh Teguh Kurniawan
Sebagai
negara dengan mayoritas muslim, Indonesia beruntung memiliki NU. Ormas
yang oleh Muhammad Rizieq Syihab dalam video ceramah di madinah di
sebutnya sebagai kelompok tradisionalis. Berbicara komitmen terhadap
bangsa, NU terbukti ikut berdarah mendirikan bangsa ini.
Berbicara
jumlah massa dan khazanah keilmuan Islam, saya bertaruh anak-anak muda
NU yang belajar di Pondok Pesantren itu jauh lebih mumpuni dibanding
Felix Siauw. Mereka belajar Islam dari sumber babon, ilmu tafsir, bahasa
arab dan gramatikalnya, kitab fiqih lintas madzhab, ilmu hadits hingga sex education adalah makanan mereka sehari hari di Pondok Pesantren.
Kematangan
pengetahuan agama, militansi jamaah, jumlah anggota, dan memiliki garis
komando jelas adalah keunggulan NU yang sulit di tandingi oleh
organisasi Islam manapun. Tetapi NU tidak jumawa, komitmennya selaras
dengan amanah pendiri bangsa ini menjadi negara bangsa bukan negara
agama. Dengan segala kelebihannya, NU adalah benteng akhir pertahanan
bangsa ini. Dan ruh itu yang di jaga NU, digaungkan dalam marsnya Ya lal
wathon :
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal
Wathon/ Hubbul Wathon minal Iman/ Wala Takun minal Hirman/ Inhadlu Alal
Wathon / Indonesia Biladi / Anta ‘Unwanul Fakhoma / Kullu May Ya’tika
Yauma/ Thomihay Yalqo Himama/ Pusaka Hati Wahai Tanah Airku/ Cintaku
dalam Imanku/ Jangan Halangkan Nasibmu/ Bangkitlah Hai Bangsaku/
Indonesia Negriku/ Engkau Panji Martabatku/ Siapa Datang Mengancammu/
Kan Binasa di bawah dulimu
Belakangan ini
situasi tanah air mengharuskan kekuatan NU untuk kembali bangkit. Selama
ini NU lebih banyak diam ketika dalam banyak kesempatan kelompok Islam
'anyaran' seperti HTI terus-menerus menuding kaum selain mereka sebagai
kafir. Dengan seenaknya mereka memvonis negeri ini sebagai negeri
thoghut dan kafir, tidak pakai hukum Allah. Gerakan Islam Nusantara
dihujat, NU sebagai jamaah liberal, penyembah kubur, tukang bid’ah,
bahkan gelombang fitnah dialamatkan pada pucuk pimpinan NU, tetapi NU
masih bersabar.
Namun saat provokasi ini
mengancam integrasi bangsa dan eksistensi Pancasila, maka anak muda NU
saatnya bergerak. Mereka bangkit melawan, musuh mereka adalah kelompok
unyu-unyu pemimpi basah khilafah dan kelompok penebar benih radikalisme.
Banser dan GP Ansor menunjukkan kekuatannya menjadi penjaga NKRI. Di
Makassar mereka bentrok dengan HTI. Di Bogor dan Jakarta mereka menolak
forum internasional khilafah HTI.
Di Jombang,
Tulungagung, Jember, Sidoarjo dan Surabaya sudah menyatakan dengan keras
tidak memberi ruang bagi HTI dan ormas anarkis di Jatim. Di Cilacap,
Banser dan GP Ansor menyerukan HTI untuk kembali ke ajaran Islam yang
sebenarnya. Di Semarang mereka menolak perilaku ormas anarkis. Di
Takalar GP Ansor dan Banser, gagalkan konvoi HTI. Di Bandung, mereka
menolak deklarasi HTI. Di Purbalingga, GP Ansor dan Banser hampir saja
bentrok dengan HTI. Di Rembang sikapnya sama usir kelompok pemimpi
khilafah
Berpuluh tahun NU menjaga persatuan
dan kesatuan Indonesia dalam kerangka agama yang sejuk dan berwibawa. NU
ibarat klan keluarga Samurai Katsumoto dalam film The Last Samurai.
Mereka adalah orang orang yang tidak pernah melupakan cikal bakal
mereka, mereka setia pada tanah kelahiran, adat istiadat, dan juga
leluhur mereka. Jika kemudian NU melalui Ansor dan Banser sudah bergerak
mengangkat Katana-nya, artinya isyarat bangsa sedang terdzolimi. Benih
radikalisme, bibit disintegrasi bangsa, sikap intoleran, ungkapan
kebencian berjamur di mana-mana.
Bukan Banser
jika hanya diam, mereka bergerak serentak menunjukan taringnya. Hal itu
yang kemudian membuat orang yang membenci Pancasila dan memimpikan
negara Islam merengek, lebih tepatnya mengembik. Mereka melancarkan
gelombang Fitnah pada Banser, video dan beragam fitnah dilancarkan
dengan masif.
Banser berjuang sendiri, dengan
kesederhanaannya. Saya membayangkan saat orang seperti Kang Nen
membubarkan konvoi khilafah mungkin dikantungnya hanya ada dua batang
rokok dan uang untuk beberapa liter bensin, tapi untuk Indonesia Kang
Nen melakukan dengan gembira.
Ancaman terhadap
NKRI sudah begitu nyata, kelompok radikalis dan pro khilafah telah
masuk dengan masif hingga sekolah menengah, saat ini Banserlah pilar
yang tersisa ketika gelombang virus radikalisme menyerbu negeri ini.
Menyatukan kelompok pro khilafah ini dengan NU, rasanya tidak mungkin.
Keislaman NU berakar pada tradisi, sedang mereka beragama dengan insting
menaklukan.
Satunya-satunya jalan negara
harus memilih, NU yang telah terbukti komitmennya atau mereka yang ingin
mengganti ideologi negara. Berharap anak-anak muda NU untuk mundur
mengalah, tidak ada cerita Banser mundur perang. Pertempuran 10 November
1945 di Surabaya adalah gambaran keberanian Banser. Pada masa ini HTI
dan ormas yang mempunyai kecenderungan anarkis lahir saja belum.
Namun
membiarkan Banser berjuang sendiri rasanya tidak bijak. Kita harus
hadir berdiri bersama mereka. Kita tidak ingin adegan terakhir dalam
film The Last Samurai terjadi.
Teringat sebuah adegan dalam Film itu saat Nathan Algreen memberikan
Katana dari klan Samurai Katsumoto yang gugur di medan perang.
Pada
saat menerima Katana itu Kaisar baru menyadari bahwa pemerintah telah
mengorbankan hal paling berharga dari bangsanya yaitu akar budayanya
sendiri. Kita tidak ingin menitikkan air mata saat menyaksikan Katana
'Banser' Samurai terakhir penjaga bangsa ini diserahkan.
Saatnya
kita berdiri bersama Banser ikut menjaga bangsa ini melawan radikalisme
dan intoleransi. Membantu sebisa kita jangan biarkan Banser sendiri,
bergandengan tangan nengucapkan kalimat Kaisar dalam film The Last Samurai, "We can be modern country, we are wearing western clothes, we have railway, but we cannot forget WHO WE ARE." Kang Nen, salam hangat secangkir kopi untukmu.
Ini
adalah bagian dari artikel lama saya yang saya potong. Tulisan ini saya
buat hampir setahun lalu berjudul "Banser The Last Samurai" seiring
maraknya gelombang fitnah untuk Banser pasca insiden kaburnya Felix
Siauw yang menolak menandatangani surat pernyataan setia pada Pancasila.
Saya rasa tulisan ini relevan.
Penulis adalah Konsultan Media dan Aktivis Sosial.
Post a Comment