SEDIKIT SOAL WAHABI DAN KOMITE HIJAZ CIKAL BAKAL NU

Muhammad bin Abdul Wahab pernah menguji coba ajaranya kepada penduduk Bashrah. Tetapi karena mereka adalah penganut fanatik ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, maka usahanya bagaikan menabrak batu karang. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab menetap di Dir’iyah dan Pangeran Muhammad ibn Saud (dari Dir’iyah Najed) setuju untuk saling dukung-mendukung dengan Wahhabi.

Keluarga/Klan Saud dan pasukan/lasykar Wahhabi berkembang menjadi dominan di semenanjung Arabia. Pertama menundukkan Najed, lalu memperluas kekuasaan mereka ke pantai Timur dari Kuwait sampai Oman. Orang Saudi juga membawa tanah tinggi ‘Asir di bawah kedaulatan mereka dan pasukan Wahhabi. Mereka mengadakan serangan ke Irak dan Suriah, dan menguasai kota suci Shi’ah, Karbala tahun 1801.

Pada tahun 1802, pasukan Saudi-lasykar Wahhabi merebut kota Hijaz (Jeddah, Makkah, Madinah dan sekitarnya) di bawah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan Daulah Utsmaniyah Turki, yang telah menguasai kota suci sejak tahun 1517. Kemarahan terhadap Saudi-Wahhabi membuat Daulah Utsmaniyah bergerak. Tugas untuk menghancurkan Wahhabi diberikan oleh Daulah Utsmaniyah Turki kepada raja muda kuat Mesir, Muhammad Ali Pasha.

Muhammad Ali Pasha mengirim pasukannya ke Hijaz melalui laut dan merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasha, lalu memimpin pasukan Utsmaniyah ke jantung Najed, merebut kota ke kota. Akhirnya, Ibrahim mencapai ibukota Saudi, Dir’iyah dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu menyerah pada musim dingin tahun 1818.

Ibrahim lalu membawa banyak anggota klan Al Saud dan Ibn Abdil Wahhab ke Mesir dan Ibukota Utsmaniyah, Istanbul Turki. Dan memerintahkan penghancuran Diriyah, yang reruntuhannya kini tidak pernah disentuh kembali. Pemimpin Saudi terakhir, Abdullah bin Saud dieksekusi di Ibukota Utsmaniyah, dan kepalanya dilempar ke air Bosphorus. Sejarah kerajaan Saudi Pertama berakhir, namun, Wahhabi dan klan Al Saud hidup terus dan mendirikan kerajaan Saudi Kedua yang bertahan sampai tahun 1891.

Perselingkuhan agama – ambisi kekuasaan – kepentingan asing dimulai dari wilayah Najed. Ketika lasykar Wahhabi – klan Al Saud yang dipimpin Abdul Aziz Ibnu Sa’ud menyusun kekuatan kembali. Disertai dukungan persenjataan mesin dari sekutu lamanya, Inggris (antek Amerika). Maka awal tahun 1900-an mereka menyerang kembali kota Hijaz yang saat itu dipimpin Raja Syarif Husain.

Ketika itu Hijaz hanya dibantu oleh Daulah Utsmaniyyah Turki yang sudah mulai lemah. Dan akhirnya pada tahun 1924 ketika kekuasaanya sudah mengecil, Raja Syarif Husain mengasingkan diri ke kepulauan Cyprus. Dan kekuasaanya diserahkan pada putranya yang bernama raja Syarif Ali.

Raja Syarif Ali membuat kota-kota pertahanan baru, tapi lasykar Wahhabi-klan Ibnu Sa’ud dengan persenjataan canggih berhasil mengepung semua kota, hingga yang tersisa hanya pertahanan di pelabuhan Jeddah. Pada ahir 1925 ketika lasykar Wahhabi-klan Ibnu Sa’ud berhasil menguasai pelabuhan Jeddah, maka Raja Syarif Ali menyerah pada pemberontak.

Dari tahun 1925 inilah Hijaz dengan dua kota suci Makkah dan Madinah dikuasai oleh keluarga Sa’ud dan Wahhabi. Dan ahirnya tepat tanggal 23 September tahun 1932, Hijaz berubah nama menjadi al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa’udiyyah, Kerajaan Arab Sau’di. Nama ini dinisbatkan kepada nama leluhurnya yakni Al Sa’ud, dengan Ibukotanya Riyadh. Dan tahun 1943 muncullah ARAMCO (Arabian-American Company) yang mengeksplorasi minyak Arab Saudi. Dari sejarah itulah, mengapa sampai saat ini Arab Saudi selalu tidak bisa bersuara selain seperti suara Amerika. Sekalipun harus berbeda dengan negara-negara Islam lainnya.

Jatuhnya Hijaz ke tangan pemberontak pada 1925 tidak hanya berakibat perubahan pemeritahan. Tapi juga merombak total praktek-praktek keagamaan di Hijaz dari yang semula berfaham Ahlussunnah wal Jama’ah menjadi berfaham Wahhabi. Seperti larangan bermadzhab, larangan ziarah ke makam-makam pahlwan Islam, larangan merokok, larangan berhaji dengan cara madzhab. Bahkan makam Rasulullah Saw, sahabat dan tempat-tempat bersejarah pun berencana akan digusur karena dianggap sebagai biang/tempatnya kemusyrikan.

Ketika aliran Salafi-Wahhabi berkembang di Dir’iyyah maupun Najed itu belumlah membuat risau umat Islam dunia. Tetapi ketika mereka menguasai pusat Islam yakni dua kota suci di Hijaz, maka hal ini menimbulkan dampak yang luar biasa. Termasuk dalam persebarannya ke seluruh dunia. Melihat perubahan ajaran yang terjadi di Hijaz, maka hampir semua umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia memprotes rencana pemerintahan baru di Hijaz. Yang ingin memberlakukan asas tunggal, yakni madzhab Wahhabi.

komite hijaz - Komite Hijaz Bagian Sejarah NU, Ada Apa Dengan NU ?
Komite Hijaz dan Berdrinya NU

Protes luar biasa pun muncul di Indonesia. Ketika bulan Januari 1926 ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di dua kota suci. Dari pertemuan tersebut lahirlah panita Komite Hijaz. Yang diberi mandat untuk mengahadap raja Ibnu Sa’ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia.

Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926. Ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk. Organisasi ini diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama), kemudian disingkat NU, dengan Rois Akbar Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Susunan delegasi Komite Hijaz NU untuk menghadap raja Ibnu Sa’ud adalah sebagai berikut:
Penasehat : KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Masyhuri Lasem, KH. Kholil Lasem Ketua : KH. Hasan Gipo, Wakil Ketua : H. Shaleh Syamil Sekretaris : Muhammad Shadiq Pembantu : KH. Abdul Halim.

Materi pokok yang hendak disampaikan langsung ke hadapan raja Ibnu Sa’ud adalah:

1) Meminta kepada raja Ibnu Sa’ud untuk memberlakukan kebebasan bermadzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

2) Meminta tetap diramaikannya tempat bersejarah karena tempat tersebut telah diwakafkan untuk masjid.

3) Mohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang Syekh.

4) Mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.

5) Jam’iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap raja Ibnu Sa’ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul NU tersebut.

Daftar Pustaka:
• Al-Milal wa al-Nihal, Syaikh Abdul Karim asy-Syahrastani • Fath al-Bari fi Syarh Shohih al-Bukhari, Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolani • KH. Zainul Arifin, panglima Hizbullah, Seorang Pahlawan, NU Online • Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Drs. Choirul Anam. Bisma Satu Surabaya • Resolusi Jihad dalam Peristiwa 10 November, M. Mas’ud Adnan, Jawa Pos • Telaah Kritis Atas Doktrin Faham Salafi / Wahabi, A. Sihabuddin • Dll. Sejarah Komite Hijaz.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.