TIDAK SEMUA RAJA ARAB PRO ZIONIST DAN TIDAK BELA PALESTINA..RAJA FAISAL SANG REFORMIS KORBAN SELANJUTNYA..



Tanggal 25 Maret 1975 dalam sebuah acara sambutan kepada delegasi dari Kuwait di Riyadh, Raja Faisal dibunuh oleh keponakannya sendiri, Faisal bin Musaid.
Sekitar pukul 10.32 saat Raja bersalaman dengan anggota delegasi, Faisal bin Musaid tiba-tiba mengeluarkan revolver dari jubahnya dan menembak Raja dari jarak dekat.

  Teori yang dipaparkan An-Nahar mengungkapkan bahwa pembunuhan tersebut sudah direncanakan jauh-jauh hari dan sejumlah media Arab menyatakan bahwa pembunuhan itu dilakukan atas perintah dan arahan dari Badan Intelijen Pusat AS, CIA. Di sisi lain, Raja Faisal sangat pro-kemerdekaan Palestina, dan tentu saja sepaket dengan sikap anti terhadap pendudukan ilegal Israel. Israel, sebagaimana diketahui, disokong penuh oleh AS.

Usai PBB mengeluarkan resolusi pemecahan wilayah Palestina untuk pendirian Israel, Faisal kala itu mendesak ayahnya, Raja Abdulaziz, untuk memutus hubungan dengan AS. Namun, ayahnya tak merealisasikan keinginan itu sebab Arab Saudi sedang berhubungan dagang dengan AS. Sebelum Raja Faisal naik tahta, kekuasaan berada di saudara laki-lakinya Raja Saud bin Abdulaziz Al Saud. Saud adalah raja yang penuh skandal, salah satunya skandal keuangan yang merugikan baik negara maupun kerajaan.

Setelah Saud digulingkan karena tak kompeten, Faisal yang menggantikannya mulai 2 November 1964 segera tancap gas untuk membuat kebijakan-kebijakan luar negeri yang pro-Palestina. Ia menyerukan agresi militer melawan Israel untuk membela Al-Quds (Yerussalem) dan menghentikan pemekaran wilayah Israel. Semangat ini disambut baik oleh Mesir dan Suriah. Ketiganya kemudian membentuk koalisi militer melawan Israel yang disokong AS.


  Koalisi ini pada awalnya berada di atas angin. Pasukan ketiga negara mampu menguasai arena pertempuran apalagi setelah sukses memukul mundur pasukan Israel dari Syam. Namun, semuanya berubah saat mereka berencana mamasuki wilayah Israel. AS tiba-tiba mengumumkan ancaman penyerbuan ke Mesir jika serangan itu benar-benar diwujudkan. Mesir takut, dan sang Presiden Gamal Abdul Naser terpaksa menarik pasukannya.

Raja Faisal marah besar. Ia tak memedulikan segala intimidasi dan menyerukan perang ekonomi dengan AS, yakni dengan cara mengembargo ekspor minyak Arab Saudi ke AS. Sikap tegas ini tak ditanggapi dengan semarak oleh negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (N.A.T.O) yang mendukung AS. Mereka khawatir kena embargo juga. Dampak dari embargo itu tak main-main. Sektor industri dan transportasi AS lumpuh dan perekonomiannya kacau hingga memicu krisis berkepanjangan.

Selain diingat sebagai pemberani, Raja Faisal juga dikenal sebagai seorang reformis yang membawa banyak perubahan bagi rakyat Arab Saudi. Ia memodernisasi negaranya dengan banyak kebijakan baru yang tak pernah dikeluarkan raja sebelumnya. Salah satunya adalah menggalakkan program penghapusan budak dengan cara membeli seluruh budak di Arab Saudi memakai uang pribadinya. Sejak saat itu perbudakan dilarang di Arab Saudi.

Raja Faisal juga melakukan penyederhanaan gaya hidup keluarga kerajaan dan melakukan penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil mewah Cadillac milik istana. Dana dari hasil program itu, salah satunya, dialihkan untuk pembangunan sumur-sumur raksasa hingga sedalam 1.200 meter sebagai tambahan sumber air rakyat untuk dialirkan pada lahan-lahan tandus di semenanjung Arab.

Ada banyak lagi kebijakan berbasis reformasi dan modernisasi yang mengubah wajah Arab Saudi dan menjadi pondasi yang diletakkan serta diteruskan hingga Raja Salman yang kini berkuasa. Barangkali kecuali satu hal: sikap berani menentang agresi militer Israel plus negara adidaya di belakangnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.