NABI TIDAK MEMERINTAHKAN MENEMPELKAN KAKI KETIKA SHOLAT BERJAMA'AH
Nabi Tidak Memerintahkan Menempel Kaki
Saat Sholat Berjama’ah. Para jema’ah Syeikh Sudaisy saja, Imam Masjidil
Haram, tidak menempelkan kaki mereka. Begitu pula jumhur ulama di
Indonesia. Dari buku pelajaran sholat Drs Moh Rifa’i, Penerbit PT Karya
Toha Putra Semarang posisi kaki Aswaja dgn mazhab Syafi’ie itu jika
sholat itu tegak lurus ke atas. Bukan sejajar bahu. Kalau sejajar bahu
sebagaimana anak2 muda akhir zaman yang mencari2 kaki orang lain untuk
ditempel, niscaya akan ngangkang. Karena posisi bahu itu adalah posisi
paling lebar di tubuh kita.
Rapat itu cukup bahu dgn bahu. Tidak
perlu kaki. Yang menempelkan kaki itu cuma seorang sahabat tak dikenal.
Jumlah jema’ah Nabi ada 1000 orang lebih. Lebih afdhol mengikuti 1000
orang jemaah seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali ketimbang mengikuti
1 orang yang tidak dikenal.
Kaki ditempel
biar setan tak bisa lewat, katanya. Lah setan itu bisa berhembus di
hati manusia. Coba baca An Naas. Justru dgn membuat orang lain jengkel
dgn menempel2kan kaki, si penempel inilah setannya. Sholat itu untuk
menghadap kepada Allah. Harus khusyu cuma untuk Allah. Bukan malah untuk
mencari2 kaki manusia.
Hadits menempel kaki ini perawinya cuma 2
orang di level sahabat, yaitu Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir
radhiyallahuanhuma.
Coba kita lihat dan teliti haditsnya:
1. Hadits Riwayat Anas bin Malik
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ:
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ
فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ
مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»
Dari Anas bin Malik dari Nabi
Muhammad shallaAllah alaih wasallam: ”Tegakkanlah shaf kalian, karena
saya melihat kalian dari belakang pundakku.” Ada SEORANG di antara kami
yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan
telapak kakinya.(HR. Al-Bukhari)
Dari situ Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah
shaf kalian”. Sekali lagi Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf kalian”.
Nabi tidak bilang kita harus menempel telapak kaki.
Anas bin Malik menyatakan bahwa ada SATU
ORANG ( أَحَدُنَا) yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan
telapak kaki dengan telapak kakinya. Orang tsb bukan sahabat Nabi yang
terkenal macam Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dsb. Jika benar, tentu
namanya sudah disebut. Jadi orangnya tidak kita kenal siapa. Cuma satu
orang. Bukan semua sahabat atau pun sebagian. Tapi cuma SATU orang yg
tidak dikenal. AHADUNA. Dan Nabi juga tidak tahu apakah ada yang
menempelkan kaki karena posisi Nabi ada di depan sebagai Imam. Paling
banter Nabi hanya bisa melihat bahu. Nabi tidak ditanya apa menempel
kaki yg dilakukan oleh seorang sahabat itu benar. Jadi menempel kaki itu
bukan perintah Nabi. Bukan pula sunnah semua sahabat. Cuma sunnah
seorang sahabat yang tidak kita kenal namanya.
Tegakkan sholat itu artinya tubuh dan
kaki itu harus tegak. Kalau kaki ngangkang, itu bukan tegak. Rapat itu
cukup bahu dgn bahu. Memangnya setan tidak bisa lewat selangkangan? Di
surat An Naas itu setan berhembus di hati manusia. Minal Jinnati wan
Naas. Setan itu dari Jin dan Manusia. Jadi siapa saja yg mengganggu
orang sholat, sehingga tidak khusyuk mengingat Allah misalnya dgn
memikirkan kaki, bukan Allah, itu adalah setan.
Harusnya sholat itu khusyuk mengingat
Allah. Bukan sibuk mencari2 kaki orang lain untuk ditempel. Yang sibuk
mencari kaki orang, bukan mengingat Allah, ini termasuk Fawailul lil
Musholliin. Orang2 yang sholat tapi celaka karena lalai mengingat Allah
dalam sholatnya.
Kaki ngangkang dan bahu tidak nempel itu
salah. Harusnya bahu yg menempel. Kaki harus tegak lurus. Tidak boleh
seperti huruf X karena ngangkang
Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir
وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ: رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata:
Saya melihat seorang laki-laki diantara kami ada yang menempelkan mata
kakinya dengan mata kaki temannya(HR. Bukhari)
Rojul (الرَّجُلَ) itu kata benda mufrad /
tunggal. Satu orang. Beda dengan Rijal (banyak orang). Harus belajar
dulu Nahwu dan Sharaf sehingga kita paham beda kata benda tunggal
(Mufrad) dengan jamak. Jika tidak ngerti Nahwu, susah. Nah kenapa kita
mengikuti 1 orang yang tidak dikenal ketimbang sebagian besar sahabat
yang justru lebih faqih seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali?
Jadi harus paham hadits ini. Kata2 yang
dipakai adalah AHAD dan ROJUL yang artinya cuma 1 orang. Karena nama tak
disebut, berarti tidak dikenal. Belum tentu satu orang ini lebih cerdas
dari para sahabat utama seperti Abu Bakar dan Ali.
Hadits kedua ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab As-Shshahih, pada bab yang sama dengan hadits di atas.
Catatan
Hadits kedua ini mu’allaq dalam shahih Bukhari, hadits ini lengkapnya adalah:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا
زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ
الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ,
قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ
عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ
لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ”
قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ,
وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata:
Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf
kalian!; tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan
membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir
berkata: Saya melihat laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata
kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Selain diriwayatkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari, hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits,
diantaranya Al-Imam Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, 1/ 178, Al-Imam
Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad-nya, hal. 30/378, Al-Imam
Ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya hal. 2/28, Al-Imam Al-Baihaqi dalam
kitab Sunan-nya hal. 1/123] Catatan
Setelah Nabi memerintahkan menegakkan
shaf, shahabat yang bernama An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhu
melihat seorang laki-laki yang menempelkan mata kaki, dengkul dan
bahunya kepada temannya.
PERHATIKAN: Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.
Perhatikan sekali lagi, Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.
Adakah Nabi memerintahkan kita menempel kaki dengan kaki? Tidak bukan?
Cuma Nu’man bin Basyir berkata: Saya
melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki
temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Sekali lagi Nu’man cuma mengatakan dia
melihat seorang laki2 menempelkan mata kakinya dengan mata kaki
temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Cuma seorang laki2 yang tidak dikenal namanya. Bukan sahabat utama.
Hadits itu tidak seperti Al Qur’an yang
kebenarannya dijamin Allah. Sahih Bukhari yang ditulis tahun 256 H itu
antara Nabi dengan penulis hadits Imam Bukhari, ada 5-7 perawi hadits
lain yang semuanya itu bukan maksum. Bisa salah. Meski banyak hadits
yang mutawattir secara sanad, namun jarang sekali hadits yang mutawattir
secara matan/isi. Jarang ada hadits yang susunan kata dan kalimatnya
sama persis. Jadi memahami hadits itu tidak bisa lewat terjemahan apa
adanya.
Contoh, bisakah anda saat sholat
menempelkan bahu, dengkul, dan mata kaki anda saat sholat dgn orang2 di
kanan dan kiri anda? Bagaimana jika di kanan orangnya tinggi 190 cm
sedang dikiri 150 cm. Bagaimana cara anda menempelkan dengkul ke dengkul
2 orang tsb? Bisa tinggi sebelah badan anda. Sholat jadi tidak benar
jika memahami hadits apa adanya.
Dari Abu Mas’ud al Badri, ia berkata:
Dahulu Rasulullah SAW biasa mengusap bahu-bahu kami, ketika akan memulai
shalat, seraya beliau bersabda: “Luruskan shafmu dan janganlah kamu
berantakan dalam shaf; sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan
saling berselisih”. (Shahih: Muslim no. 432).
“Luruskanlah shaf, rapatkanlah bahu-bahu,
dan tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap tangan-tangan
saudara kalian. Dan jangan biarkan ada celah diantara shaf untuk diisi
setan-setan. Barangsiapa menyambung shaf niscaya Allah akan
menyambungnya, dan barangsiapa memutuskan shaf niscaya Allah akan
memutusnya”(HR. Abu Daud 666 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu
Daud)
Dari 2 hadits di atas jelas bahwa yang
dirapatkan itu adalah bahu. Bukan kaki. Loh nanti setan bisa lewat kaki
kalau ada celah di kaki? Kenapa tidak sekalian saja tutup celah di
betis, paha, pinggang, pinggul, dada, dsb sehingga akhirnya seperti
orang berpelukan? Ini mau sholat apa berpelukan? Jadi rapatnya itu yang
wajar-wajar saja. Cukup bahu dengan bahu.
Lihat hadits sahih di bawah Ibnu Umar
sholat dgn kaki rapat. Meski ini bukan utama. Yang utama adalah lurus.
Tapi bukan renggang mengangkang sebagaimana kaum akhir zaman sekarang.
“Dari Sa’ad bin Ibrahim, ia berkata: ‘aku
melihat Ibnu Umar shalat dengan merapatkan kedua kakinya ketika aku
masih kecil’” (HR. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 3/250 dengan sanad
shahih).
Wahabi membantah hadits di atas dengan hadits dhoif di bawah:
“Ibnu Mas’ud melihat seorang lelaki yang
shalat dengan merapatkan kedua kakinya. Beliau lalu berkata: ‘Itu
menyelisihi sunnah, andai ia melakukan al murawahah (menopang dengan
salah satu kakinya) itu lebih aku sukai’” (HR. An Nasa-i 969, namun
sanadnya dhaif)
Kira2 antara hadits shahih dengan hadits dhoif kuat mana? Jadi argumen Wahabi jelas keliru.
Kalau kaki ngangkang dan nempel, tapi
bahu malah renggang, nah itu keliru. Maksudnya itu kan agar sebanyak
mungkin orang bisa sholat. Itulah makna dari merapatkan shaf. Banyak
orang bisa sholat. Kalau kaki ngangkang lebar2 misalnya 1 meter, malah
makan tempat dan tidak rapat.
Sepertinya gerakan menempel ini karena
pengaruh buku “Sifat Sholat Nabi” karya Syeikh Nashirudin Al-Albani yang
lahir tahun 1914 Masehi. Albani ini hingga umur 20 tahun jadi tukang
servis jam. Setelah itu membaca berbagai kitab hadits di perpustakaan
tanpa berguru, kemudian dinobatkan jadi Ahli Hadits. Makanya pemahaman
haditsnya menyalahi para Imam Mazhab. Dianggap sebelum Albani bikin
“Sifat Sholat Nabi”, orang2 Islam termasuk Imam Syafi’ie sholatnya tidak
seperti Nabi. Padahal justru Imam Mazhab yang merupakan generasi
Tabi’in (anak sahabat Nabi) atau Tabi’it Tabi’in (cucu sahabat Nabi)
itulah yang sholatnya mirip Nabi karena para sahabat sholat langsung dgn
Nabi sementara Tabi’in sholat langsung dgn sahabat dan Tabi’it Tabi’in
langsung dgn Tabi’in.
Albani yang lahir di abad 20 ini jelas
bukan ulama Salaf. Aneh jika dia bikin kitab “Sifat Sholat Nabi” yang
akhirnya malah menyelisihi pendapat Jumhur Ulama. Menurut Albani, sholat
wanita dgn pria itu sama. Tidak ada bedanya.
Oleh karena itulah para Ulama seperti
Imam Malik yang lahir tahun 96 H yang berguru dengan 900 ulama dari
tabi’in (anak sahabat Nabi) dan tabi’it Tabi’in (cucu sahabat Nabi)
berkesimpulan menegakkan shaf itu artinya cukup rapat bahu dgn bahu dan
posisi tumit rata sehingga shafnya lurus. Itu saja.
Zaman dulu, juga saat di Mekkah dan di
Madinah hingga terakhir tahun 2011 saya belum pernah ketemu orang yang
menempel2 kaki ke saya saat sholat.
Cuma baru2 ini saja ada sekelompok anak2
muda yang mencari2 kaki orang2 di sampingnya untuk ditempel. Kita sudah
tarik, masih ditempel lagi. Kita tarik lagi, ditempel lagi. Bukannya
sholat mengingat Allah akhirnya main tempel2an kaki.
Kebayang tidak jika di kanan kita ada
yang Aids atau kudisan dan sebelah kiri kita hepatitis atau penyakit
kulit/menular lainnya? Dengan 1000 jema’ah yang tempel2an kaki, penyakit
menular bisa mewabah dengan hebat di negeri2 Islam. Kalau bahu dgn bahu
masih dipisah dengan 2 lembar kain. Kalau kaki, langsung kulit dgn
kulit menempel.
Kalau cuma seorang sahabat melakukan,
sementara Nabi sebenarnya tidak melihatnya karena posisi Nabi sbg Imam
di depan, sebetulnya itu di bawah Taqrir. Bukan perintah Nabi. Ini sama
halnya ada sahabat yang makan dlabb (sejenis biawak padang pasir), namun
Nabi tidak mau dan cuma melihatnya, itu bukan artinya Nabi mewajibkan
kita memakan dlabb. Cuma kaum akhir zaman ini pemahamannya cingkrang.
Jadi kalau memahami hadits itu harus hati2. Harus ikut Ulama. Jangan main tafsir sendiri. Jangan sampai seperti hadits ini:
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang
muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang
seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran,
tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama,
secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan
mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi
Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum
yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya
perkataan manusia, membaca Al Qur’an tidak sampai kecuali pada
kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana
anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan merasa sudah pegang Al Qur’an dan
Hadits lalu merasa lebih ahli dari ulama. Tidak boleh begitu. Allah
sudah bilang Allah meninggikan ulama dibanding orang awam. Ulama itu
beda dgn orang2 awam. Cuma ulama yang paham Al Qur’an dan juga hadits:
Firman Allah:
“…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]
” ….Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya
orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28)
„Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu” (Al ‘Ankabut:43)
Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an.
“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (Al Ankabut:49)
Post a Comment