Hakikat Wahabisme; Sosok Ibnu Taimiyah dan pemikirannya (bagian satu)
Membahas faham Wahhabi tak
bisa lepas dari pemikiran Ibnu Taimiyah. Pendiri faham Salafi yang hidup
pada abad ketujuh hijriyah itu dalam banyak tulisan dan pidatonya
menyebarkan pemikiran-pemikiran yang oleh para ulama dinyatakan
menyimpang dan sesat. Dalam banyak kasus, saat ditanya banyak hal, dia
memberikan jawaban yang tidak Islami. Para ulama di zaman itu meyakini
bahwa Ibnu Taimiyah dan pemikirannya sangat berbahaya bagi umat Islam.
Nasehat dan argumentasi ulama kepadanya tidak membuat pendiri faham
Salafi ini mengubah pandangan. Dia tetap bersikukuh pada pendiriannya
bahwa apa yang dia sampaikan benar dan dia tidak bisa divonis keluar
dari Islam.
Taqiyyuddin al-Subki (wafat
tahun 756 H), ulama yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyah, mengatakan,
“Dengan kedok mengikuti Kitab dan Sunnah Ibnu Taimiyah menciptakan
serangkaian bidah dalam akidah Islam. Dia telah merusak sendi-sendi
Islam. Dia menentang kepercayaan seluruh umat Islam dan menyampaikan
pandangan-pandangan yang meniscayakan jisim bagi Allah. Dengan
pandangan-pandangan itu dia bahkan sudah keluar dari 73 golongan.”
(al-Durrah al-Mudhiiah)
Ibnu Taimiyah mengaku
mengikuti mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. Dia adalah sosok yang berpikiran
beku dan sangat fanatik dengan pendapatnya. Menolak metode pembahasan
akal, logika, dan pendekatan filosofis adalah karakter utama tokoh yang
kerap menolak pembahasan logika dengan cara-cara kasar dan tidak ilmiah
ini.
Paraulama berpendapat bahwa
pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah tentang esensi ketuhanan dan berbagai
topik pembahasan agama lainnya sangat lemah dan kekanak-kanakan. Hal itu
menunjukkan bahwa dia tidak banyak mengerti ajaran agama Islam.
Pendapat para ulama ini cukup beralasan. Sebab, dengan mencampakkan
metode logika dan akal, Ibnu Taimiyah secara praktis terjebak dalam
pemikiran materi dan zhahiri. Sehingga, saat membahas tentang
tauhid dan ketuhanan, pemikiran yang disampaikannya tidak memiliki
landasan yang kokoh. Dia mengenalkan Tuhan sebagai wujud materi yang
jasmani. Meski terperangkap dalam khayalan seperti itu, dia tetap
mengaku diri sebagai Muslim dan mencerca siapa saja yang berseberangan
dengannya bahkan menyebut mereka musyrik.
Karya penulisan Ibnu Taimiyah
sangat banyak dan berjumlah puluhan jilid. Tapi tak ada satupun
pemikirannya yang bermanfaat bagi umat Islam. Bahkan sebaliknya,
pandangan-pandangannya yang bertentangan dengan agama justeru menyulut
gejolak di tengah umat dan melukai perasaan mereka. Beberapa abad
kemudian, pemikirannya yang menyimpang menjadi bibit yang melahirkan
faham Wahhabi yang sangat berbahaya dan keji. Sejak awal kelahirannya
hingga hari ini, kelompok Wahhabi hanya menebar kebencian, perpecahan,
teror dan ratusan kejahatan di dunia Islam. Tak heran jika Islam sudah
memperingatkan akan bahaya bidah dan menyebutnya sebagai dosa besar atau
kabirah. Sebab, bidah dalam agama bisa mengakibatkan bahaya yang sangat
besar. Mengenai bidah, Imam Ali as berkata, “Tidak ada yang menimbulkan
kehancuran pada agama seperti bidah.” Ayat 59 surat Yunus mengecam
orang-orang yang menisbatkan kebohongan kepada Allah Swt dan membuat
bidah.
Distorsi agama terkadang
dilakukan dengan cara menambahkan sesuatu ke dalam agama atau dengan
mengurangi apa yang ada padanya. Jika seseorang menisbatkan penambahan
atau pengurangan itu kepada Allah atau Nabi-Nya berarti dia telah
membuat bidah dalam agama. Sayid Mohsen Amin al-Amili mengenai bidah
mengatakan, “Bidah adalah memasukkan sesuatu yang bukan dari agama ke
dalam agama, seperti memubahkan sesuatu yang haram, mengharamkan yang
mubah, atau mewajibkan yang bukan wajib dan mensunnahkan yang bukan
sunnah.” Artinya, bidah adalah perbuatan mengada-ada lalu menisbatkannya
kepada agama. Orang yang membuat bidah dihukumi keluar dari agama
Islam.
Allah Swt yang Maha Penyayang
telah menurunkan syariat Islam sebagai aturan hidup umat manusia. Dia
Maha Mengetahui apa yang diperlukan manusia dalam kehidupan dan untuk
kebaikannya. Aturan yang diturunkannya berupa syariat ini mesti meliputi
semua hal yang dibutuhkan manusia. Hal itu disinggung oleh al-Quran
diantaranya ayat 40 surat Yusuf,”Keputusan itu hanyalah milik Allah.
Dia telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah kecuali kepadaNya.
Inilah agama yang kokoh.“
Firman Ilahi, Sunnah Nabi Saw
dan sirah Ahlul Bait as adalah pelita terang yang memberi petunjuk
kepada manusia akan jalan kebenaran. Imam Ali berkata, “Allah Swt telah
mengutus para nabi supaya manusia melaksanakan janji mereka kepada-Nya,
tidak melupakan anugerah nikmat-Nya, dan mengeluarkan pemikiran yang
tersembunyi?” Janji ini adalah fitrah dan naluri jiwa. Dengan kata lain,
para nabi diutus untuk mengajak manusia kepada tauhid dan penyembahan
Tuhan Yang Esa.
Tauhid memang sering
dipaparkan Ibnu Taimiyah dalam pandangan-pandangannya. Namun tauhid yang
dia maksudkan justeru sarat dengan hal-hal menyimpang tentang Allah,
ziarah kubur, tawassul, syafaat, tabarruk dan masalah-masalah lainnya.
Pandangan yang menyimpang itu dipaparkannya dengan menyebutnya sebagai
akidah Islam yang murni. Dengan mencermati berbagai kepercayaan dan
pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab kita akan
menyimpulkan bahwa kedua tokoh pemikiran menyimpang itu ingin menjauhkan
umat Islam dari para wali dan kekasih Allah, khususnya Nabi Muhammad
Saw dan Ahlul Baitnya. Hal itu tak lain adalah program utama yang ingin
dilaksanakan musuh-musuh Islam sejak kemunculan agama ini atau
setidaknya semenjak Nabi Saw meninggal dunia.
Padahal, dalam banyak
kesempatan Rasulullah Saw mewanti-wanti umatnya untuk berpegangan pada
dua pusaka beliau yaitu Kitabullah dan Ahlul Bait. Kedua pusaka itulah
yang menjamin keselamatan umat. Bidah yang dibuat oleh kaum Salafi
mengingatkan kita kepada ayat 70 surat al-Baqarah yang menyebutkan, “Celakalah
orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka lalu mengatakan
kepada orang-orang bahwa ini turun dari sisi Allah.“
Salah satu hal yang menarik
adalah bahwa pemikiran Ibnu Taimiyah yang menyimpang bahkan tak diikuti
oleh para pendukungnya sendiri. Misalnya, setelah kematian Ibnu
Taimiyah, mereka melakukan hal-hal yang mereka anggap syirik terhadap
diri pemimpin Salafi ini. Ibnu Katsir, ulama mazhab Syafii mengenai apa
yang dilakukan para pengikut Salafi terhadap jenazah Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Sebelum jenazah Ibnu Taimiyah dimandikan, sekelompok orang
duduk di sisi jasad itu sambil membaca al-Quran. Mereka menciumnya dan
bertabarruk dengannya lalu pergi. Kemudian datang kelompok perempuan dan
melakukan hal yang sama? Orang-orang melepaskan serban dan pakaian
mereka lalu melemparkannya ke atas keranda Ibnu Taimiyah untuk
bertabarruk. Sebagian orang mengambil air bekas memandikan jenazah itu
lalu meminumnya. Sebagian membagi-bagikan air bidara bekas memandikan
jenazah di antara mereka.” (al-Bidayah wa al-Nihayah)
Orang-orang Wahhabi yang telah
membuat banyak bidah dalam agama telah menutup akal. Mereka menolak
kemajuan sains yang sebenarnya merupakan kemajuan umat manusia.
Alasannya adalah hasil teknologi dan sains hanya menjauhkan manusia dari
Allah dan ibadah. Padahal, Islam tidak menolak kemajuan zaman selama
tidak bertentangan dengan agama.
Banyak ulama yang menyamakan
Wahhabi di zaman ini dengan kaum Khawarij di zaman permulaan Islam.
Khawarij pertama kali menunjukkan eksistensinya di masa khilafah Imam
Ali as. Mereka menentang Ali dan merasa lebih mukmin dari beliau. Sama
dengan Wahhabi, kelompok ini menutup akal dan pemikiran nalar.
Akibatnya, mereka salah dalam memahami Islam, al-Quran dan Sunnah.
Mereka juga rajin menyematkan label kafir kepada kelompok Muslim yang
lain dan merasa berhak atas darah dan harta mereka. Sementara, Islam
yang sesungguhnya adalah ajaran yang mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi
Saw. Dalam salah satu hadisnya, Rasul Saw bersabda, “Ketahuilah bahwa
sebaik-baik sesuatu adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah bidah (yang
tidak berasaskan Kitab dan Sunnah), dan setiap bidah adalah kesesatan.”
Post a Comment