PRABOWO ANAK KESAYANGAN AMERIKA
Ketika kami bertemu di Jakarta pada 21 Juni dan 2 Juli 2001, Jenderal
Prabowo berbicara panjang lebar tentang kerja-kerjanya bersama dan untuk
Amerika Serikat.
Kepada saya Prabowo berkata, “Saya anak kesayangan Amerika.”
Ia mengatakan bahwa dirinya “berkawan baik” dengan intelijen Amerika,
melapor kepada mereka “mungkin seminggu sekali atau lebih.” Ia juga
mengaku berperan sebagai perantara pesan dari Amerika ke Suharto. Bahkan
ia membantu pasukan Amerika masuk ke Indonesia untuk menggelar latihan
militer Pentagon mempersiapkan “rencana siaga (contigency plan) untuk
memasuki Indonesia”, atau “serangan siaga (the invasion contingency).”
Prabowo bukan saja satu-satunya seorang perwira Indonesia yang paling
mendapat pelatihan intensif dari AS. Sejauh yang saya ketahui, Prabowo
sekaligus binaan (protege) Washington, mungkin binaan yang paling dekat
dengan Washington dalam tubuh TNI/ABRI. Sebagian besar kekuasaan Prabowo
didapatnya dari fakta bahwa ia orang Washington sekaligus orang
Suharto.
Prabowo mengatakan bahwa ia “selalu merasa bersama AS. Kebiasaan ini
saya dapat dari keluarga saya.” Ya. Peran kedekatan keluarga Prabowo
dengan CIA berimbas pada Prabowo kecil. Meski sebelumnya menjabat
menteri di pemerintahan Sukarno, presiden pertama Indonesia, ayahanda
Prabowo terlibat dalam operasi yang dibekingi CIA untuk menggulingkan
Sukarno.
Prabowo mengatakan bahwa ia tumbuh bersama sentimen antikomunis ala
Amerika dan bahwa ia mendukung Amerika untuk kasus-kasus seperti invasi
ke Kamboja dan Afghanistan.
Tanggal 17 Juli 2013, dalam pidatonya di hadapan pejabat pemerintah dan
pemimpin korporasi AS, Hashim Djojohadikusumo, sang milyarder,
mengatakan:
“Prabowo sangat pro-Amerika. Ia duduk di bangku SMA Amerika, sekolah
dasar Amerika. Saya mau mengatakan, seumur hidupnya ia mengenyam
pendidikan di sekolah Amerika. Ia masuk Kopassus, [dilatih] di Fort
Benning, Fort Bragg. Saya juga pro-Amerika. Baru-baru ini saya menanam
modal besar-besaran di California, di bisnis minyak. “
Hashim berjanji, jika Prabowo menjadi Presiden Indonesia: “Ya, Amerika
Serikat akan menjadi mitra yang istimewa dalam pemerintahan Gerindra.”
Dua bulan sebelum pertemuan perdana kami, saya menyaksikan Prabowo
berbicara di hadapan pertemuan investor dan elit militer Amerika dan
Indonesia (Van Zorge conference, 2001). Pidatonya disambut meriah oleh
hadirin.
Prabowo mengaku memegang teguh doktrin dua jenderal Amerika di era
Perang Sipil, William Tecumseh Sherman dan Ulysses S. Grant (yang kelak
menjadi presiden). Dalam perang, kedua jenderal memakai taktik yang
sesekali memakan banyak korban warga sipil.
“Saya lebih tahu sejarah Amerika daripada sejarah Indonesia,” tuturnya.
Prabowo mengatakan bahwa ia “sangat akrab dengan DIA (Defense
Intelligence Agency, Badan Intelijen Pertahanan AS) sejak era George
Benson.”
Selama sekian dekade, Benson keluar-masuk Indonesia untuk kepentingan intelijen AS.
Benson bekerjasama dengan elemen-elemen ABRI dalam operasi penggulingan
Sukarno yang dibekingi AS, menyediakan bantuan intelijen Amerika untuk
serbuan ke Padang, Sumatra Barat, tahun 1958. (Lihat “In memoriam:
George Benson: a true friend of Indonesia”).
Setelah pensiun dari DIA, Benson mewakili Pertamina di Washington dan
menjadi promotor utama masuknya korporasi Amerika ke Indonesia. Tahun
1994, Benson, lingkaran Prabowo, serta para tokoh bisnis, diplomatik,
dan intelijen Amerika turut mendirikan United States-Indonesia Society
(USINDO). Fungsi USINDO adalah melawan gerakan-gerakan akar rumput yang
menuntut pemerintah AS memutus bantuan militernya ke ABRI (saya sangat
terlibat di dalam gerakan tersebut). USINDO juga giat mempertahankan
kepentingan korporat AS di Indonesia, misalnya perusahaan tambang
raksasa Freeport McMoRan.
Sumitro (ayahanda Prabowo) dan Hashim (adik Prabowo) duduk di dewan
USINDO. USINDO bahkan mendirikan sebuah perkumpulan sebagai penghormatan
untuk Sumitro. Perusahaan-perusahaan yang selama ini menyokong USINDO
termasuk Lippo Group, Freeport McMoRan, Texaco, Mobil, Raytheon, GE,
Hughes Aircraft and Merril Lynch. Melalui istrinya, Titiek, yang tak
lain adalah putri Suharto, Prabowo dikabarkan mulai terjun ke bisnis
bersama Merril Lynch.
Di hadapan USINDO inilah Hashim berpidato di tahun 2013 di Washington. Dalam pidato itu, ia berjanji pemerintahan Prabowo kelak akan memperlakukan AS sebagai “mitra istimewa.” (https://www.youtube.com/watch?v=6bzzfHIcy9k).
Prabowo menceritakan kepada saya bahwa “ia rutin berhubungan lewat
telepon dengan intel Amerika, McFertridge, dan lain-lainnya, mungkin
seminggu sekali atau lebih.”
Yang ia sebut McFertridge ini merujuk kepada Kolonel Charles D. (Don)
McFetridge, orang DIA. McFertridge adalah salah seorang penerus Kol.
George Benson di Indonesia dan menjabat Atase pertahanan Amerika di
Jakarta (1994-98).
McFertridge juga berhubungan langsung dengan Kol. Chairawan, komandan
Grup 4 Kopassus yang saat itu dikepalai Prabowo. Informasi ini didapat
dari sejumlah wawancara saya dengan Chairawan dan para pejabat AS.
DIA bekerjasama dengan Prabowo dan Chairawan, khususnya ketika mereka
terlibat dalam penculikan, penyiksaan dan pembunuhan aktivis-aktivis
Jakarta (1997-98).
Tiga belas orang yang diculik itu masih hilang. Diduga telah meninggal.
Salah seorang kepala tim kampanye Prabowo, Jenderal Kivlan Zen,
mengatakan bahwa ia tahu dimana mayat para korban penculikan itu
dikubur.
Kol. McFertridge, yang pernah mengajar di Seskoad (Sekolah Staf dan
Komando Angkatan Darat), kemudian turut mengurusi keamanan untuk raksasa
migas multinasional, British Petroleum (BP), khususnya pada proyek
ekstraksi gas BP-Tangguh di Papua Barat.
Penuturan Prabowo kepada saya tentang hubungannya antara dirinya dan
intelijen Amerika sesuai dengan keterangan yang saya dapatkan langsung
dari sejumlah pihak.
Saya tulis dalam laporan saya selama krisis 1998: “Seperti yang
digambarkan salah seorang pejabat kedutaan kepada saya, ketika
penculikan para aktivis sedang gencar-gencarnya berlangsung: “Prabowo
anak kesayangan kami; ia orang yang tak mungkin melakukan kesalahan.”
(The Nation [AS], edisi 15 Juni 1998, artikel ini diterbitkan di bulan
Mei).
Pada tanggal 26 Mei 1999, dalam sebuah wawancara di kediamannya di
Jakarta, salah satu arsitek mesin intelijen Indonesia, Laksamana Sudomo,
bekas pangkokamtib-nya Suharto yang juga dilatih AS, menyatakan pada
saya bahwa “Prabowo juga menjalin hubungan intelijen yang erat dengan
AS.” (Untuk latar belakang wawancara ini, lihat posting saya tanggal 7
Desember 2007, “Imposed Hunger in Gaza, The Army in Indonesia. Questions
of Logic and Activism.”).
Namun pekerjaan Prabowo untuk AS jauh melampaui urusan intelijen.
Seperti Prabowo gambarkan pada saya, ia pernah bekerjasama dalam
aksi-aksi militer AS, termasuk membawa pasukan AS ke wilayah Indonesia.
Pernyataan-pernyataan Prabowo sepenuhnya sesuai dengan dokumen-dokumen
internal Pentagon dan Departemen Luar Negeri AS, yang diantaranya
memberikan sandaran atas klaimnya bahwa ia telah memfasilitasi
perencanaan invasi Amerika.
Dokumen-dokumen tersebut juga mengindikasikan sesuatu yang tidak
disebutkan Prabowo pada saya: bahwa Pasukan Khusus AS yang dibawa masuk
oleh Prabowo melakukan setidaknya dua operasi rahasia di Indonesia yang
dideskripsikan Pentagon di hadapan Kongres AS sebagai “[Beberapa]
Aktivitas terpisah …. [dan] dirahasiakan.”
Dokumen-dokumen itu juga memperjelas bahwa, dari kacamata pemerintah AS,
Pentagon memanfaatkan Prabowo untuk melemahkan kaum nasionalis
Indonesia.
Post a Comment