ANTARA PBB, ZIONIST ISRAEL DAN AMERIKA
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) resmi
didirikan tanggal 24 Oktober 1945 dalam sebuah konfrensi di San
Fransisko, Amerika, yang dihadiri wakil-wakil dari 50 negara. PBB
menggantikan Liga Bangsa Bangsa (LBB) yang dideklarasikan tanggal 1
Januari 1942 tapi tidak berumur panjang karena gagal mencegah
terjadinya perang Dunia II. Dalam Piagam PBB disebutkan tujuan
utama didirikan antara lain : Menjaga perdamaian di dunia,
mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa, memupuk kerjasama
internasional, menyelesaikan berbagai masalah ekonomi, sosial dan
budaya, serta mengembangkan penghormatan atas Hak Asasi Manusia dan
kebebasan.
Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut diacungi jempol, namun dengan keberadaan Hak Veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan
yaitu : AS, Rusia, Cina, Inggris dan Prancis, telah mengakibatkan
problem ketidak adilan serius dalam mengatasi berbagai persoalan dunia.
Karena setiap keputusan atau resolusi akan selalu dipengaruhi oleh
kepentingan lima negara tersebut. Sementara Majelis Umum
yang merupakan forum semua anggota PBB tidak mempunyai kekuatan alias
ompong. Uni Soviet sudah menggunakan hak vetonya 122 kali, 102 kali di
antaranya digunakan pada 15 tahun pertama PBB berdiri. AS sejak tahun
1970 sudah 81 kali. Inggris 32 kali, Prancis 18 kali dan Cina 5 kali. Dari 81 kali veto AS nyaris setengahnya berhubungan dengan dukungan AS terhadap Israel sebanyak 39 kali.
Dalam masalah konflik Arab-Israel, kalaupun disetujui sebuah resolusi,
secara kasat mata selalu berpihak kepada kepentingan zionis Israel.
Sudah 69 Resolusi DK PBB dikeluarkan untuk Israel, tapi tak satupun yang
diindahkannya dan tanpa sanksi apapun. Sangat kontras dengan perlakuan
terhadap Afganistan atau Irak, dengan satu atau dua resolusi tidak
digubris, maka langsung kedua Negara itu dijatuhi sanksi, baik ekonomi
bahkan sanksi militer. Ketidak berdayaan PBB sangat jelas ketika AS
secara unilateral tanpa persetujuan PBB, langsung menginvasi dan
meluluh lantakkan negri 1001 malam, Irak. Dengan congkaknya George W
Bush berkata : “When it comes to our security, we really don’t need any body permission” (Jika
sudah menyangkut keamanan kita (AS), maka kita tidak memerlukan izin
siapapun). Ketidak berdayaan PBB juga nampak jelas ketika Israel
menyerbu Gaza dan Libanon. Kalaupun keluar resolusi No. 1701, setelah
lebih dari seribu seratus orang jadi korban, sebagain besar warga sipil,
dan meluluh lantakkan berbagai infrastruktur di sana. Sebuah resolusi
yang seperti biasanya lebih menguntungkan zionis. Resolusi itu tidak
mencantumkan kecaman atas kebiadaban dan kejahatan perang serta
kejahatan kemanusiaan yang dilakukan zionis. Resolusi itupun tidak
mencakup penghentian serangan ke wilayah Palestina. Padahal derita
rakyat Palestina tidak lebih ringan dibanding dengan derita rakyat
Libanon. Wajar jika suara yang menuntut agar dilakukan reformasi PBB
dengan menghapus Hak Veto, bahkan yang menuntut agar PBB dibubarkan,
terdengar semakin nyaring.
PBB yang didominasi AS, dan AS yang
berada dalam cengkraman Zionis, menjadi semakin sulit bisa diharapkan
untuk mencapai tujuan utama lembaga tersebut. Seperti digambarkan oleh
Michel Colin Piper dalam The High Priest of War (2001) : “President Bush seems to be driven by Christian fundamentalism and strong influence of The Jewish lobby”
(Presiden Bush nampak jelas dikendalikan oleh orang-orang Kristen
fundamentalis dan pengaruh kuat lobi Yahudi ). Disekeliling Bush ada
banyak tokoh-tokoh Zionis dan pro Zionis seperti : Richard Perle,
William Kristol, Donald Rumspeld, Condoleeza Rice, Rupert Murdoch, dsb.
Populasi Yahudi yang hanya 3 % dari total penduduk AS, menguasai
hampir 80 % media masa AS, baik TV, radio, majalah maupun surat kabar.
Bahkan mereka bisa mendikte media massa kelas dunia, seperti : The
Times dan The Manchester Guardian (Inggris), Far Eastern Economic
Review, Newsweek, Asiaweek (Asia), The Washington Post, The New York
Post, Time (AS) The Express, Le Cutidia (Prancis). Sehingga media-media
itu tidak bisa melakukan kritik objektif terhadap Zionis. 20 % Milyader AS adalah Yahudi.
Mark Best dan Irk Robb dalam buku “Yahudi Amerika dan Pandangan Baru Kepada Struktur Sosial Amerika”
memaparkan data-data pengaruh Yahudi di dalam berbagai struktur AS: 26 %
wartawan, penganalisis, pekerja dan pejabat di lembaga-lembaga sosial
dan pemerintahan AS dipegang Yahudi. 59 % penulis dan ahli hukum
terbaik di New York adalah Yahudi. 13 % di antaranya berusia di bawah 40
tahun, memegang jabatan penting, 40 % dari mereka hadir dalam kongres
AS. 7 dari 11 anggota Dewan Keamanan Nasional AS adalah Yahudi. 38 %
pegawai pemerintahan AS dipegang Yahudi, sejumlah besar mereka berada di
Departemen Luar Negeri, Pertahanan, Keuangan dan Kehakiman AS.
Sehingga tidak mengherankan sejak perang Arab-Israel 1967, AS menjadi
pendukung penuh negeri zionis itu. Bantuan yang telah diberikan sudah
lebih dari 140 miliar dollar AS. Setiap tahunnya negeri berpenduduk
tujuh juta jiwa itu mendapat lebih dari 3 miliar dollar AS. Jumlah ini
sama dengan seperlima bantuan luar negeri AS. Menyangkut dukungan AS
terhadap agresi Israel ke Libanon George W Bush beralasan bahwa Israel
punya hak untuk mempertahankan diri dari serbuan teroris Hammas dan
Hizbullah sebagai proxy dari Suriah dan Iran. Sebuah argument
picik. Kalau negeri zionis yang kuat punya hak untuk membela diri,
apakah bangsa Palestina tidak punya hak untuk membela diri dari
kebiadaban The Real Terrorist Zionis. Kalau Hizbullah
dianggap sebagai proxy-nya Suriah dan Iran untuk perang melawan Israel,
bukankah Israel juga adalah proxy-nya AS untuk mempertahankan
kepentingan AS di Timur Tengah? Jika Suriah dan Iran dipersalahkan
karena memasok senjata kepada Hizbullah, Bukankah AS juga memasok
senjata yang nyaris tanpa batas kepada Zionis? Jika Hizbullah
dipersalahkan karena menahan dua tentara Zionis, Kenapa tidak dikaitkan
dengan “Retaliasi” (Ganjaran setimpal) atas tindakan
Israel yang menahan sejumlah politisi libanon dan Palestina selama
bertahun-tahun tanpa proses hukum? Mengapa Zionis yang tidak pernah
tunduk pada bahasa diplomasi, yang hanya tahu bahasa senjata selalu
dibiarkan? Mengapa?
Sudah sejak lama alasan strategis dan
moral AS membantu zionis itu dikritik tajam oleh banyak kalangan. Kritik
datang dari dua professor, John Mearsheimer dari Universitas Chicago
dan Stephen Walt dari Harvard University, dalam tulisan mereka yang
diterbitkan London Review of Books, pada Maret 2006.
Keduanya menganggap bahwa alasan strategis mendukung Zionis sudah tidak relevan untuk dipertahankan. Pertama,
Setelah Perang Dingin usai, peran Israel sebagai proxy AS untuk
membendung pengaruh Uni Soviet di dunia Arab praktis berakhir. Setelah
perang dingin berakhir Israel lebih banyak jadi beban AS ketimbang
membantu. Kedua, Sebagai basis militer AS, Israel terbukti tidak efektif, karena AS tetap membutuhkan Negara-negara lain. Ketiga, dukungan AS terhadap Israel bukan mengurangi ” terorisme “,
tapi justru sebaliknya. Setiap Israel melakukan kekejian terhadap
bangsa Arab dan AS mendukungnya, kebencian masyarakat muslim terhadap
Israel dan AS makin menguat dan meluas.
Menurut Mearsheimer dan Walt, alasan
moral yang kerap digembar gemborkan para pendukung zionis di AS juga
tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena : Pertama, Israel
bukan Negara lemah seperti yang sering diteriakkan para pelobi zionis,
bahkan dengan dukungan AS selama ini Israel telah menjadi negara paling
kuat di kawasan itu. Kedua, Pengakuan bahwa Israel adalah Negara demokratis hanyalah bualan. Israel adalah Negara yang sangat sangat rasis. Warga Arab yang berada di Israel diperlakukan sebagai warga Negara “kelas dua “. Ketiga,
Bahwa bangsa Yahudi yang pernah mengalami penindasan di masa silam
tidak bisa dijadikan alasan untuk menolong mereka melakaukan penindasan
terhadap bangsa lain. Keempat, Sangat tidak benar bahwa
Israel sebagai bangsa cinta damai. Bukti-bukti sejarah telah
menunjukkan bahwa Israel adalah bangsa yang sangat biadab dan rasis.
Sayangnya, Penguasa AS sudah kehilangan
akal sehat, kritik-kritik atas arogansinya dan ketidak berdayaannya
menghadapi dominasi zionis, seperti membentur tembok. Tulisan
Mearsheimer dan Walt, atau pernyataan Noam Chosmsky dalam ” 9/11 “ (2001) : “We should not forget that the US itself is a leading terrorist state ” (Kita
tidak boleh lupa bahwa AS sendiri adalah biangnya Negara teroris),
selalu dianggap sebagai “sampah”. Jika Kepada warganya sendiri Penguasa
AS sudah berlagak tuli, mungkinkah masih ada pendengaran dan hati pada
mereka ? Masih mungkinkah dunia Islam berharap terhadap PBB yang ”
impotent ” ini ? Wallahu’alam
Post a Comment