Nestapa Yaman: Perbincangan dengan Perempuan Ansharullah

Perempuan berjilbab hitam itu berpostur kecil dan berkulit sawo matang, seperti orang Indonesia kebanyakan. Matanya bundar dan cerah, memancarkan optimisme. Saya melihatnya di sebuah restoran hotel di Teheran. Dengan bahasa Arab ‘amiyah (yang tak terlalu saya pahami), dia sepertinya bercerita pada teman semejanya bahwa setiap orang Yaman memiliki senjata. Arab Saudi takkan bisa mengalahkan kami, katanya. Saya mendatangi mejanya, sambil berharap dia bisa bahasa Inggris. Ternyata bisa. Saya memperkenalkan diri sebagai penulis dari Indonesia. Benar dugaan saya, dia perempuan Yaman. Namanya Elham.

Saya beruntung, mendapat narasumber primer: Elham adalah anggota Ansharullah. Dia bertugas di divisi perempuan, dengan fokus meningkatkan taraf pendidikan kaum perempuan. Elham berjuang dengan ilmu, bukan dengan senjata. Namun sejak usia 5 tahun dia sudah mahir mengokang bedil, diajari oleh ayahnya sendiri.

“Seperti apa situasi negaramu, sehari-hari?” tanya saya.

“Kamu tidak akan percaya ini. Kami menjalani hari dengan sangat normal. Kami tetap ke sekolah, ke pasar. Kami sama sekali tidak takut pada apapun,” jawab Elham.

“Arab Saudi membombardir Yaman secara masif, kan?”

“Ya, setiap kali ada pesawat muncul di udara, kami semua akan menengok ke atas. Sebagian bahkan segera naik ke loteng, untuk melihat, kawasan mana yang dijatuhi bom. Lalu merekamnya dengan handphone dan mengunggahnya di internet.”

“Kalian bangsa pemberani ya? Saya dengar tadi Anda bilang, semua rumah di Yaman menyimpan senjata? Mengapa?”

“Sejak dulu bangsa kami selalu dijajah bangsa asing. Dan sudah menjadi tradisi kami untuk melawan. Sejak kecil kami sudah diajari memegang senjata. Semua rumah pasti menyimpan senjata; ini adalah simbol kehormatan kami.”

“Banyak yang bilang, konflik di negaramu saat ini adalah Syiah melawan dominasi Sunni?” tanya saya.

“Tidak, tidak. Ini perjuangan semua bangsa Yaman, Sunni,  Syiah Zaidi, Syiah 12 Imam, dan Sufi, melawan Amerika dan Wahabi,” jawabnya tegas.

Serangan Arab Saudi

Arab Saudi (dengan didukung pasukan koalisi) mulai membombardir Yaman pada 26 Maret 2015, dengan alasan membantu Presiden Yaman terguling, Mansour Hadi, untuk meraih kembali kekuasaannya. Hampir delapan bulan berlalu, para pejuang Yaman tak bisa ditundukkan. Namun rakyat sipil yang menjadi korban sangat banyak. Data dari WHO menyebut 5.564 orang tewas (lebih setengahnya adalah rakyat sipil), dan 26. 568 lainnya terluka (angka ini melebihi jumlah warga sipil yang tewas di Suriah dalam periode yang sama).[1]

Arab Saudi mengirim pesawat-pesawat tempur dan secara acak menjatuhkan bom di gedung sekolah, universitas, rumah sakit, berbagai fasilitas infrastruktur di Yaman, dan bahkan pesta perkawinan warga. Arab Saudi juga melakukan blokade laut sehingga bahan bantuan dari luar Yaman tidak bisa masuk. Akibatnya sekitar 12 juta warga Yaman (total populasi: 24 juta) kekurangan makanan, air, dan obat-obatan. [2] Masih belum cukup, Saudi juga melarang warga Yaman untuk menunaikan haji tahun ini. [3]

Human Right Watch mengecam Arab Saudi karena menggunakan bom cluster (jenis bom yang setelah diluncurkan dari pesawat tempur atau bomber, akan pecah menjadi ratusan bom kecil berupa kaleng) yang berakibat banyaknya korban rakyat sipil.[4] Analisis video yang dilakukan Jeff Smith (mantan inspektur IAEA) mendeteksi bahwa koalisi Arab Saudi juga menggunakan bom nuklir mini pada bulan Mei 2015.[5]

Pejabat PBB menyatakan keprihatinannya atas “sikap diam” dunia di hadapan nestapa rakyat Yaman.[6] Sikap diam komunitas internasional atas tragedi kemanusiaan di Yaman sangat mungkin disebabkan oleh pemberitaan media massa mainstream yang tidak berimbang. Khususnya Dunia Islam, sikap diam muncul karena aktor utama konflik ini, Arab Saudi, dipandang sebagai ‘kerajaan suci’ penjaga dua kota suci (Haramain).

Houthi Tidak Sama dengan Ansarullah

“Saya membayangkan, kalian bersembunyi di gua-gua di gunung pasir,” kata saya. Memang itulah kesan yang saya dapat saat membaca media.

“Kamu tahu, Sayyid Badroddin mendapatkan beasiswa S3 di Sorbonne University. Kemudian, pecah perang Iran-Irak. Dia tinggalkan studinya dan datang ke Iran untuk ikut perang membela Iran. Tapi Imam Khomeini melarangnya angkat senjata, Imam menyuruhnya mempelajari perjuangan Iran. Dia kemudian kembali ke Yaman, mendirikan Syabab Mu’min. Anggota gerakan ini terdiri dari berbagai profesi, mulai guru, dokter, insinyur, dll,” jawab Elham.

“Jadi, ini gerakan berbasis intelektual ya, bukan kebangkitan suku tertentu?”

“Betul sekali.”

Mudah bagi saya untuk percaya pada kata-kata Elham itu karena dia sendiri terlihat sangat cerdas. Suaminya, yang juga ada di restoran itu, terlihat tampan, mengenakan kemeja dan jas rapi, tak beda dengan eksekutif muda yang bekerja di bank internasional.

“Di media selalu disebut, gerakan Houthi adalah gerakan Ansarullah,” kejar saya.

“Bukan demikian, Ansarullah adalah gerakan bersenjata dari seluruh bangsa Yaman, dari berbagai latar belakang, untuk melawan rezim yang bekerja sama dengan AS, Israel, dan Wahabi. Di antara anggotanya memang dari etnis Houthi, dan pemimpinnya pun saat ini Sayyid Abdul Malik, dari etnis Houthi,” jelas Elham.

Saya melakukan re-check pada media-media online. Hampir semua, terutama media Barat, menyamakan Houthi dan Ansarullah. Namun ada blog milik perempuan inteletual Yaman, Atiaf Alwazir yang memberi pernyataan senada dengan Elham. Menurutnya, bahkan ada di antara pemimpin gerakan Ansarullah yang merupakan Imam bermazhab Syafii. Juga, tidak semua penganut mazhab Syiah Zaidi adalah suku Houthi.

Senada dengan tulisan saya sebelumnya Ada Apa dengan Yaman, Alwazir juga menyebut bahwa analisis pro-Arab Saudi melupakan faktor penting: mengapa rakyat Yaman bangkit pada tahun 2011 seiring dengan fenomena Arab Spring? Bukankah presiden mereka saat itu Presiden Ali Abdullah Saleh adalah penganut Syiah Zaidi? Tak lain, karena kondisi perekonomian yang sangat buruk, bukan karena mazhab. Setelah Ali Abdullah Saleh terguling, ia justru melarikan diri ke Arab Saudi dan mendapat perlindungan dari rezim Bani Saud (wow, Arab Saudi melindungi Syiah Zaidi?).

Menurut Alwazir, perjuangan Ansarullah meraih momentum setelah pada 29 Juli 2014, secara mendadak presiden pengganti, Mansour Hadi, menaikkan harga BBM 60-90% sehingga memunculkan amarah rakyat. Di samping itu banyak janji reformasi yang tidak dipenuhi Hadi. Situasi ini menambah keanggotaan Ansarullah secara signifikan, dari berbagai kalangan (minus Wahabi).

Alwazir menulis, “Meskipun isu sektarian dieksploitasi oleh berbagai kelompok, seperti Al Qaida yang memanfaatkan kebangkitan etnis Houthi untuk merekrut anggota baru dengan [jargon] ‘membela Sunni, penting untuk diingat bahwa rakyat Yaman yang memerangi Al Qaida tidak semuanya Syiah, dan tidak semuanya suku Houthi.”

Siapa Hussein Badruddin Al Houthi?

Sayyid Hussein Badruddin at-Tabatabai al-Houthi adalah seorang guru. Pada tahun 1993, ia mendirikan partai politik (Al Haq Party) dan ikut pemilu. Ia menjadi anggota parlemen hingga tahun 1997, lalu keluar dari partai dan mendirikan gerakan Pemuda Mukmin (Syabab Al Mu’min) yang aktivitasnya berpusat di pendidikan publik, terutama pendidikan Quran, menerbitkan buku-buku, dan mengadakan majlis-majlis pengajian. Slogan mereka disebut ‘sarkha’ (Elham menuliskannya untuk saya, di buku catatan saya: Allahu Akbar, Almaut li Amrika, Almaut li Israil, La’nat alal yahuud, Annashru lil Islam).

Mereka menyebarkan semangat perlawanan terhadap penjajahan ekonomi yang dilakukan Barat yang bekerjasama dengan rezim penguasa. Aktivitas edukasi agama-politik ini dihadapi dengan senjata oleh pemerintah. Mereka menyerang rakyat sipil dan aktivis Syabab Al Mu’min pun melawan. Ribuan orang tewas dalam konflik tersebut.

Pidato legendaris Hussein Badruddin al-Houthi pada tahun 2002, antara lain berbunyi,

    “Mengapa Amerika datang ke Yaman? Dengan alasan demokrasi dan melawan terorisme? Apakah mereka datang untuk mengamati situasi di Yaman untuk kemudian memutuskan proyek apa yang dibutuhkan bagi pembangunan Yaman? Atau mereka datang untuk membajak lahan dan menabur benih, atau untuk bersarang? Apa mereka datang untuk bekerja bersama kita, atau untuk sesuatu yang lain? Amerika adalah setan terbesar dan berada di balik semua setan di dunia ini. Pihak yang mengendalikan Amerika adalah kaum Yahudi dan mereka disebutkan dalam Quran sebagai orang yang tidak mendapatkan petunjuk.”

Sejak tahun 2000, tiba-tiba saja Al Qaeda “buka cabang” di Yaman dan dijadikan alasan bagi AS memperkuat pangkalan militernya di Pulau Socotra. Dengan memiliterisasi Selat Mandab, AS akan punya kartu truf di hadapan Uni Eropa dan China yang suplai energinya sangat bergantung pada selat strategis itu. [baca: Yaman Perang Baru Obama-3]

Hussein Badruddin al-Houthi hingga kini masih menjadi tokoh populer di Yaman, meskipun dia telah tewas dibunuh rezim pada tahun 2004. Foto-fotonya ditempel di dinding-dinding kota. Menurut Mohammed Al-Shalafi, jurnalis yang banyak meliput gerakan al-Houthi mengatakan, “Dia –al-Houthi—meyakini bahwa satu-satunya cara untuk memajukan negeri muslim seperti Yaman adalah kembali kepada ajaran Al Quran.”

Namun, al-Houthi bukan jenis orang yang memaksakan tafsirnya sendiri. Menurut Al-Shalafi, al-Houthi selama mengajar/memberi ceramah selalu berkata, “Sepanjang yang saya pahami.”

Al-Shalafi juga menilai al-Houthi tidak bermaksud membunuh semua orang Amerika dan Yahudi; yang menjadi tujuannya adalah melawan globalisasi dan Amerikanisasi. Selain itu al-Houthi sangat mengapresiasi jasa perempuan.

“Al-Houthi selalu mengatakan bahwa perempuan lebih penting daripada pemerintah. Karena, perempuanlah yang melayani masyarakat, merekalah yang menjaga komunitas,” kata Al-Shalafi. [7]
Dimana Kamu Elham?



“Menurutmu, apa bangsa Yaman akan meraih kemenangan?” tanya saya pada Elham.

“Ya. Pasti. Kami memiliki alasan hakiki untuk berjuang, yaitu kemerdekaan tanah air kami. Sedang Arab Saudi? Mereka tidak punya alasan hakiki itu. Mereka harus bayar pasukan asing. Mereka berperang untuk AS dan Israel, bukan untuk rakyat.”

Elham benar. Arab Saudi memang harus menggaji orang asing sebagai tentara, serta meminta suplai pasukan dari berbagai negara, bahkan Israel. Berita dari Yemen Post (20 Okt) menyebut, Sudan telah mengirim 6000 pasukan ke Yaman untuk membantu Arab Saudi. Pasukan dari Maroko dan Mesir juga akan segera menyusul.[8] Pada September 2015, Qatar telah mengirim 1000 pasukan [9], begitu pula UAE [10]. Bahkan pengumuman diluncurkannya operasi militer terhadap Yaman dilakukan di Washington, oleh Dubes Arab Saudi untuk AS. AS pun menyatakan mendukung serangan itu dan memberikan bantuan berupa intelligence sharing, targeting assistance, and advisory and logistical support for strikes [11]

Saya kemudian pamit karena harus ke tempat lain. Elham berkata, “Thank you for your consern to our people. Please pray for us.”

Saya hanya tersenyum, kehilangan kata-kata. Di Indonesia, saya coba menghubunginya kembali lewat email, untuk melengkapi tulisan ini. Namun tak pernah ada balasan. Saya berdoa dalam diam, semoga ketiadaan respon dari Elham bukan karena bom yang dijatuhkan secara acak oleh pesawat-pesawat Arab Saudi telah menimpa rumah, atau gedung tempatnya beraktivitas.[]






Referensi:
[1] http://www.ibtimes.com/yemen-crisis-death-toll-rises-saudi-arabias-allies-intensify-ground-operation-2150040
[2] http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/saudi-blockade-starves-yemen-of-vital-supplies-as-bombing-raids-continue-10509460.html
[3] http://news.yahoo.com/sanaa-demo-protests-saudi-banning-yemenis-hajj-194827234.html
[4] http://www.aljazeera.com/news/2015/08/cluster-bombs-yemen-150827155039946.html
[5] https://dinasulaeman.wordpress.com/2015/11/11/agenda-perang-nuklir-as-nato/
[6] https://www.rt.com/news/315492-yemen-civilian-casualties-un/
[7] http://www.yementimes.com/en/1686/report/2495/Who-was-Hussein-Al-Houthi.htm
[8] http://www.yemenpost.net/Detail123456789.aspx?ID=3&SubID=8241&MainCat=3
[9] http://www.aljazeera.com/news/2015/11/qatar-announces-casualty-yemen-conflict-151111210453079.html
[10] http://www.khaleejtimes.com/nation/government/fresh-uae-troops-join-yemen-war
[11] http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2015/03/saudi-ambassador-announces-military-operation-yemen-150325234138956.html

By dinasulaeman in Yaman on November 13, 2015.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.