SEMANGAT DAN ALASAN PAK KARNO REBUT IRIAN BARAT

Soekarno adalah orang yang memiliki cita-cita merebut Irian Barat (kini Papua) dari tangan Belanda. Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, tidak memberi penyelesaian soal Irian Barat.

Indonesia ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Sementara Belanda ingin Papua menjadi negara sendiri. Tentu saja dengan pemerintahan boneka yang akan menguntungkan Belanda. Kedua belah pihak sepakat masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Nyatanya setelah 10 tahun tidak ada penyelesaian soal Irian Barat. Maka Soekarno pun geram. Presiden pertama Republik Indonesia ini memang bermimpi mempersatukan Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, semenanjung Malaya, hingga Sabah dan Serawak.

Di alun-alun Yogyakarta tanggal 19 Desember 1961, Soekarno berteriak lantang menyerukan Trikora atau Tri Komando Rakyat. Bukan tanpa sebab seruan itu disampaikan di Yogya dan mengambil tanggal 19 Desember. Tanggal 19 Desember 1948, atau tepat 13 tahun sebelumnya, Belanda menggelar agresi militer Belanda II dan menyerang Kota Yogya. Pemerintahan Republik langsung jatuh. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan para pemimpin republik ditangkap tentara Belanda.

Soekarno pun bertekad membalas dendam. Dengan mengumumkan Trikora, dia menyatakan konfrontasi dengan Belanda.

Isi Trikora adalah:

1. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua.
2. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Soekarno menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Mandala. Panglima perang yang membawahi pasukan darat, laut dan udara. Lagi-lagi bukan tanpa alasan. Soeharto adalah komandan serangan umum 11 Maret yang tahun 1949, mempecundangi tentara Belanda di Yogyakarta.

Maka operasi Trikora pun digelar. Indonesia yang saat itu dekat dengan Uni Soviet mendapat kemudahan membeli persenjataan milik Blok Timur. Indonesia memborong kapal perang, kapal selam, pesawat tempur, pesawat pengebom, artileri, tank dan panser. Berkat kedekatan dengan Presiden Kennedy, Soekarno juga berhasil membeli pesawat angkut C-130 Hercules dari AS.

Semua persenjataan itu membuat Indonesia menjadi negara dengan kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, bahkan Asia. Bukan hanya Belanda yang ketar-ketir. Australia pun khawatir. Mereka takut Soekarno akan menjadi imperialis baru dan merebut Australia. Dengan kekuatan militer RI saat itu, hal ini sangat mungkin terjadi.

Pertempuran yang terkenal di laut adalah pertempuran Laut Aru dimana Komodor Yos Sudarso gugur. Sementara pasukan TNI terus diterjunkan lewat udara. Operasi penerjunan terbesar adalah operasi Naga yang dipimpin Kapten Benny Moerdani dengan melibatkan pasukan RPKAD dan Banteng Raiders.

Perang di belantara Papua berlangsung sekitar dua tahun. PBB akhirnya memerintahkan kedua belah pihak menghentikan tembak menembak. PBB memaksa Belanda dan Indonesia berunding di New York tanggal 15 Agustus 1962. Diputuskan pasukan PBB akan berada di Papua selama masa peralihan sebelum penentuan pendapat rakyat (Perpera) yang akan digelar tahun 1969.

Akhirnya rakyat Papua memilih ikut Republik Indonesia saat Perpera. Walau pihak internasional menuding militer Indonesia banyak berperan untuk kemenangan ini. AS yang tak mau Papua jatuh ke tangan komunis Uni Soviet langsung mendukung hasil Perpera. Papua pun resmi menjadi provinsi Indonesia yang ke-26


“JAS MERAH… Jangan Sekali2 Melupakan Sejarah,” demikian ungkapan yang dikatakan oleh Presiden RI pertama, Soekarno. Ungkapan ini perlu diingat ketika mendengar kasus2 seperti “Papa Minta Saham” di Freeport.
Logika berpikir pimpinan wakil rakyat dalam dugaan kasus Papa Minta Saham itu adalah: tanah air kita kaya, maka kita serahkan saja pada perusahaan asing, yang penting kita pribadi kecipratan bagian untuk memperkaya diri.



Kita tentu ingat bahwa Papua bergabung ke pangkuan Ibu Pertiwi -- sesuai semboyan “Dari Sabang Sampai Merauke” -- melalui pertumpahan darah para patriot bangsa yang tergabung dalam Operasi Trikora.

1. Perjuangan dengan Darah

Seperti diketahui, seusai perjanjian Konperensi Meja Bundar (KMB) di den Haag 1949, Indonesia berupaya menempuh berbagai jalur diplomatik agar Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat sesuai perjanjian. Mulai dari perundingan bilateral dengan Belanda, tekanan melalui Konperensi Asia Afrika yang mengutuk “penjajahan adalah kejahatan”, hingga dimasukkannya sengketa Irian Barat pada Sidang Umum PBB 1961.


Dalam situasi Perang Dingin, berbeda dengan para presiden AS sebelumnya, Presiden John F. Kennedy mendukung penyerahan Irian Barat pada Indonesia. Kedekatan JFK dengan Soekarno adalah berkat Dubes AS saat itu, Howard Jones, yang juga sangat dekat dengan Soekarno. Jones meminta JFK agar membuka hubungan yang lebih positif dengan Indonesia. Ia berpikir Soekarno dan JFK memiliki pemikiran2 besar dan karakter yang mirip sehingga keduanya bisa bekerjasama dengan baik.


Namun Belanda tetap tak mau menyerahkan Irian Barat. Bahkan, tanpa sepengetahuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaannya. Selain itu, Belanda juga menambah kekuatan militernya di Irian Barat dengan mendatangkan kapal induk Karel Doorman.

["Kapal induk Belanda di Irian Barat"]

Tantangan Belanda itu dijawab oleh Bung Karno dengan mendengungkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Bertepatan dengan ulang tahun Agresi Belanda II ke-13 tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan Trikora:
1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.


Untuk program Pembebasan Irian Barat, Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer dari Uni Soviet, antara lain 41 Helikopter MI-4, 9 Helikopter MI-6, 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat MiG-17, 10 pesawat MiG-19, 20 pesawat supersonik MiG-21, puluhan korvet, kapal penjelajah Sverdlov dll.
Ketika itu, kita dapat berbangga hati dengan mengatakan bahwa Angkatan Udara RI adalah yang terbaik di Asia dan jadi salah satu yang terkuat di dunia.


Selanjutnya adalah apa yang kita ketahui dari sejarah. Indonesia memenangkan perang, dan Belanda menyerahkan Irian Barat lewat perjanjian di markas PBB New York tanggal 15 Agustus 1962.


2. Apa yang Dilakukan Bung Karno??

Yang sangat menarik untuk disimak -- dan tak pernah diungkap dalam pelajaran2 sejarah -- adalah apa yang dilakukan Bung Karno SETELAH Irian Barat masuk dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Ia tahu persis kekayaan alam Papua. Namun ia tak mau menjamahnya. Apalagi menyerahkannya pada asing untuk mengeruk habis kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Tak mau didikte oleh asing, Bung Karno mengatakan, “Go To Hell With Your Aids!!” Ia juga mendengungkan istilah BERDIKARI, Berdiri di Atas Kaki Sendiri. Dalam konteks ini, strategi pembangunan Papua yang dia jalankan sungguh luar biasa.


3. Logika Berpikir Soekarno

Bung Karno berpikir, apa yang harus dilakukan untuk membangun Papua? Masyarakat di sana tertinggal pendidikannya. Bagaimana bisa membangun jika rakyat Papua kurang pendidikan?
Ooo… berarti harus bikin sekolah untuk mendidik rakyat. Tetapi, bagaimana mau bikin sekolah, jika gurunya saja tidak ada??
Ooo… berarti harus bikin sekolah untuk mendidik guru.
Itulah program pertama Bung Karno untuk pembangunan di Papua. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Membangun karakter bangsa. Agar dapat BERDIKARI, mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat.


4. Dirikan IKIP dan Kirim Putera Terbaik

Tanggal 1 Mei 1963 Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Begitu Irian Barat kembali ke pangkuan, program pertamanya adalah mendidik guru. Tak tanggung2, Bung Karno mengutus salah satu putera terbaik bangsa di bidang pendidikan saat itu, yakni Dekan FKIP Universitas Indonesia, Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja.
[caption caption="Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja"]

Bung Karno tahu persis kualitas Soegarda, karena 2 tahun sebelumnya ia pernah memberi penghargaan berupa Satyalencana Karya Tingkat II. Begitu Irian Barat resmi masuk Indonesia, tahun 1963 Soegarda ditugaskan oleh Presiden untuk menjadi Rektor pertama Universitas Cenderawasih di Jayapura. Dan fakultas yang pertama didirikan di sana adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


Sayangnya, logika pembangunan manusia ala Soekarno tidak diteruskan oleh Orde Baru di Papua. Begitu berkuasa, alih2 mencerdaskan rakyat Papua, tahun 1967 Pemerintah Orde Baru memberi konsesi pada Freeport untuk 30 tahun. Seharusnya selesai tahun 1997. Belum habis masa berlakunya, tahun 1991 diperpanjang lagi 30 tahun hingga 2021.
Lebih menyedihkan lagi, beredar rekaman “papa minta saham”: dugaan “jual tanah air” lewat perpanjangan konsesi untuk memperkaya diri.


Semoga kita dapat memetik pelajaran dari "pemimpin yang autentik". Setelah berhasil merebut Irian Barat dengan keringat dan darah, bukannya mengeruk kekayaan sumber daya alamnya, malah bikin sekolah pendidikan guru agar banyak pendidik guna mencerdaskan bangsa. Sehingga, mampu BERDIKARI dalam mengelola kekayaan alam untuk sebesar2nya kemakmuran rakyat Papua.
[caption caption="Give him humility, O Lord, so that he may always remember the simplicity of greatness (A Father's Prayer by General D. MacArthur)"]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.