POLITIK SANTUN POLITIK BERETIKA
Walau dalam dunia kepolitikan ada adagium yang menyatakan "tidak ada sahabat yang sejati, dan yang ada hanyalah kepentingan",
namun kalau kita mampu menjalani nya dengan penuh kehormatan dan
tanggungjawab, maka politik adalah sisi kehidupan yang menarik untuk
ditekuni. Dunia politik adalah dunia yang sarat dengan tantangan.
Politik adalah siasat untuk menggapai sebuah tujuan. Lebih jauh dari itu, ternyata politik pun akan mampu membawa sebuah bangsa ke arah yang dicita-citakan nya. Hitam atau putih atau bahkan abu-abu nya suatu bangsa, sejati nya juga akan ditentukan oleh politik. Hal ini penting dicatat, karena politik sendiri, sebetul nya dapat dikategorikan ke dalam dua hal yang utama. Pertama adalah politik sebagai "ilmu" dan ke dua adalah politik sebagai "seni". Memadukan ilmu dan seni inilah yang dalam perkembangan nya kita seringkali dihadapkan pada berbagai kepentingan. Termasuk di dalam nya kepentingan sesaat.
Politik sebagai ilmu tentu saja akan sarat dengan kaedah-kaedah keilmuan dan norma-norma akademis. Politik dipandang sebagai sebuah disiplin yang diharapkan mampu membuahkan kesejahteraan bagi sebuah bangsa. Dalam pemikiran yang lebih umum, politik boleh juga dimaknai sebagai sebuah cara untuk meraih tujuan. Pilihan untuk menentukan cara mana yang paling baik, tentu akan sangat tergantung pada berbagai hal, termasuk di dalam nya pengalaman sejarah dan proses terbentuk nya suatu bangsa.
Sebagai ilmu, politik pasti bersifat dinamis. Ibarat nya sebuah "tarian", politik akan selalu bergerak, seiring dengan irama kehidupan. Apa yang menimpa Uni Sovyet, yang beberapa tahun silam muncul "glasnost" dan "perestroika" nya itu, sebelum nya tentu tidak pernah terbayangkan bakal seperti itu. Kejadian ini makin mempertegas bahwa politik sebagai ilmu, tentu tidak akan lepas kaitan nya dengan aspek perubahan yang terjadi. Yang pasti, politik sebagai ilmu tentu akan berbeda dengan penerjemahan politik sebagai seni.
Politik sebagai seni, juga sangat menarik untuk dicermati lebih jauh. Lewat pandangan yang demikian, politik benar-benar menjadi sebuah alat bantu guna menggapai sebuah tujuan. Politik sebagai seni, kerap kali dijadikan dalih untuk memberi keyakinan kepada publik bahwa apa-apa yang diperjuangkan nya itu, senantiasa dimuarakan pada kesejahteraan rakyat. Ya sebuah cita-cita yang didambakan oleh setiap bangsa di dunia.
Kemasan politik sebagai ilmu dengan politik sebagai seni, pada hakekat nya merupakan syarat awal terjelma nya "politik santun". Kata kunci nya tetap berada pada pelaku-pelaku di lapangan, yang kerap kali mereka disebut sebagai politisi. Mereka inilah yang akan memberi kesan bagaimana "politik santun" dijalankan. Mereka inilah yang bakal memberi suri tauladan tentang penyelenggarakan berpolitik secara santun dan penuh tanggungjwab itu. Bahkan kita juga berharap agar dari kiprah mereka itulah, maka kita akan mendapat pengalaman berharga tentang cara-cara berpolitik secara santun.
Harold Lasswell mengartikan politik sebagai who gets what, when and how. Sedangkan Aristoteles berpandangan bahwa politik merupakan best possible system that could be reached. Pengertian kedua filsuf tersebut memang benar adanya dalam setiap urusan politik, bagaimana setiap pihak yang berusaha mendapatkan kepentingannya dalam berpolitik.
Sayang, hal tersebut sering dilakukan dengan cara-cara kurang arif. Contohnya, praktik-praktik menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara kotor pun telah menjadi populer dalam tahun politik 2014 lalu.
Fenomena kebebasan yang kebablasan terlihat jelas ketika bagaimana dalam konteks pertarungan politik lalu terlihat adanya upaya pembunuhan karakter diantara calon pasangan yang ada. Bahkan hingga muncul istilah “politisasi gosip” karena seperti halnya selebritis para calon banyak digosipkan dalam infotaiment maupun berita TV dengan isu- isu yang simpang siur yang tidak jelas kebenarannya.
Tentunya hal tersebut menimbulkan efek yang negatif khususnya bagi kepercayaan publik terhadap praktik politik di negeri ini.
Untuk menghindari efek negatif tersebut setiap politisi haruslah mengedepankan berpolitik secara santun seperti pesan dari Almarhum Taufik Kiemas yang mengatakan “Kita harus berpolitik secara lebih santun".
Socrates yang merupakan bapak filsof politik sangat mendasarkan pemikiran politiknya pada nilai- nilai kesantunan “politik tak ubahnya kesantunan”. Di samping itu Socrates juga menjelaskan bahwa politik adalah the art of the possible. Pemikiran politiknya merujuk pada konsep pembagian kekuasaan yang ideal, mengutamakan kepentingan umum, kesejahteraan rakyat, dan kedamaian negara.
Berpolitik santun Ala Socrates adalah selalu mendasarkan motif dengan keutamaan moral, tutur kata bijak serta kesantunan kebijakan. Intinya, berpolitik secara santun berarti selalu berorientasi hanya pada kemaslahatan rakyat dan kemajuan negara.
Begitu pula ketika merujuk pada pemikiran Plato, yang mana Plato mendasakan pada prinsip “membangun masyarakat adalah hal yang utama” dan “ politik adalah jalan menuju perfect society”.
Berpolitik secara santun haruslah didasari oleh prinsip-prisip yang jelas agar tidak menimbulkan bias kesantunan politik. Membangun prinsip berpolitk secara santun dapat diawali dengan menanamkan obyektivitas, rendah hati, dan open mind.
Kemudian, setiap politisi harus menanamkan rasa rendah hati, artinya tidak merasa kemudian setiap pendapatnya adalah yang paling benar. Boleh berbeda pendapat namun tetap satu pandangan tentang bangsa. Sikap rendah hati dapat menghindarkan politisi dari sifat sombong dan angkuh.
Prinsip yang terakhir adalah open mind, memiliki pengertian mampu berpikir terbuka sehingga mau menerima pendapat, saran, ataupun kritikan dari berbagai pihak termasuk dari lawan politik sekalipun.
Pada akhirnya, dengan membangun prinsip-prinsip tersebut semoga dapat menjadi rujukan dalam berpolitik secara santun bagi setiap politisi.
Mengedepankan politik secara santun sejatinya memiliki pengertian saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan setiap kebenaran yang dipercaya. Tentunya, kebenaran tersebut seharulah bukan menyoal tentang jabatan atau kedudukan, tetapi sebuah kemaslahatan bersama, entah siapa saja yang menjadi pemenang dalam pertarungan politik.
Hendaknya setiap pihak harus mampu berjiwa besar menerima setiap hasil akhir proses politik. Menjaga profesionalitas, tidak mengedepankan emosi, bertindak atas kesadaran penuh serta pertimbangan yang matang harus menjadi nilai yang dibawa oleh setiap politisi. Mengingat tiga fungsi vital yang dimilikinya sebagai legal drafting, policy maker, dan legislator.
Politik adalah siasat untuk menggapai sebuah tujuan. Lebih jauh dari itu, ternyata politik pun akan mampu membawa sebuah bangsa ke arah yang dicita-citakan nya. Hitam atau putih atau bahkan abu-abu nya suatu bangsa, sejati nya juga akan ditentukan oleh politik. Hal ini penting dicatat, karena politik sendiri, sebetul nya dapat dikategorikan ke dalam dua hal yang utama. Pertama adalah politik sebagai "ilmu" dan ke dua adalah politik sebagai "seni". Memadukan ilmu dan seni inilah yang dalam perkembangan nya kita seringkali dihadapkan pada berbagai kepentingan. Termasuk di dalam nya kepentingan sesaat.
Politik sebagai ilmu tentu saja akan sarat dengan kaedah-kaedah keilmuan dan norma-norma akademis. Politik dipandang sebagai sebuah disiplin yang diharapkan mampu membuahkan kesejahteraan bagi sebuah bangsa. Dalam pemikiran yang lebih umum, politik boleh juga dimaknai sebagai sebuah cara untuk meraih tujuan. Pilihan untuk menentukan cara mana yang paling baik, tentu akan sangat tergantung pada berbagai hal, termasuk di dalam nya pengalaman sejarah dan proses terbentuk nya suatu bangsa.
Sebagai ilmu, politik pasti bersifat dinamis. Ibarat nya sebuah "tarian", politik akan selalu bergerak, seiring dengan irama kehidupan. Apa yang menimpa Uni Sovyet, yang beberapa tahun silam muncul "glasnost" dan "perestroika" nya itu, sebelum nya tentu tidak pernah terbayangkan bakal seperti itu. Kejadian ini makin mempertegas bahwa politik sebagai ilmu, tentu tidak akan lepas kaitan nya dengan aspek perubahan yang terjadi. Yang pasti, politik sebagai ilmu tentu akan berbeda dengan penerjemahan politik sebagai seni.
Politik sebagai seni, juga sangat menarik untuk dicermati lebih jauh. Lewat pandangan yang demikian, politik benar-benar menjadi sebuah alat bantu guna menggapai sebuah tujuan. Politik sebagai seni, kerap kali dijadikan dalih untuk memberi keyakinan kepada publik bahwa apa-apa yang diperjuangkan nya itu, senantiasa dimuarakan pada kesejahteraan rakyat. Ya sebuah cita-cita yang didambakan oleh setiap bangsa di dunia.
Kemasan politik sebagai ilmu dengan politik sebagai seni, pada hakekat nya merupakan syarat awal terjelma nya "politik santun". Kata kunci nya tetap berada pada pelaku-pelaku di lapangan, yang kerap kali mereka disebut sebagai politisi. Mereka inilah yang akan memberi kesan bagaimana "politik santun" dijalankan. Mereka inilah yang bakal memberi suri tauladan tentang penyelenggarakan berpolitik secara santun dan penuh tanggungjwab itu. Bahkan kita juga berharap agar dari kiprah mereka itulah, maka kita akan mendapat pengalaman berharga tentang cara-cara berpolitik secara santun.
Harold Lasswell mengartikan politik sebagai who gets what, when and how. Sedangkan Aristoteles berpandangan bahwa politik merupakan best possible system that could be reached. Pengertian kedua filsuf tersebut memang benar adanya dalam setiap urusan politik, bagaimana setiap pihak yang berusaha mendapatkan kepentingannya dalam berpolitik.
Sayang, hal tersebut sering dilakukan dengan cara-cara kurang arif. Contohnya, praktik-praktik menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara kotor pun telah menjadi populer dalam tahun politik 2014 lalu.
Fenomena kebebasan yang kebablasan terlihat jelas ketika bagaimana dalam konteks pertarungan politik lalu terlihat adanya upaya pembunuhan karakter diantara calon pasangan yang ada. Bahkan hingga muncul istilah “politisasi gosip” karena seperti halnya selebritis para calon banyak digosipkan dalam infotaiment maupun berita TV dengan isu- isu yang simpang siur yang tidak jelas kebenarannya.
Tentunya hal tersebut menimbulkan efek yang negatif khususnya bagi kepercayaan publik terhadap praktik politik di negeri ini.
Untuk menghindari efek negatif tersebut setiap politisi haruslah mengedepankan berpolitik secara santun seperti pesan dari Almarhum Taufik Kiemas yang mengatakan “Kita harus berpolitik secara lebih santun".
"Untuk menghindari efek negatif tersebut setiap politisi haruslah mengedepankan berpolitik secara santun"
Membangun prinsip-prinsip berpolitik secara santun dapat dibangun dari berbagai pemikiran filosuf politik klasik. Pemikiran dari nama-nama seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dapat juga dijadikan sebagai rujukan berfikir.Socrates yang merupakan bapak filsof politik sangat mendasarkan pemikiran politiknya pada nilai- nilai kesantunan “politik tak ubahnya kesantunan”. Di samping itu Socrates juga menjelaskan bahwa politik adalah the art of the possible. Pemikiran politiknya merujuk pada konsep pembagian kekuasaan yang ideal, mengutamakan kepentingan umum, kesejahteraan rakyat, dan kedamaian negara.
Berpolitik santun Ala Socrates adalah selalu mendasarkan motif dengan keutamaan moral, tutur kata bijak serta kesantunan kebijakan. Intinya, berpolitik secara santun berarti selalu berorientasi hanya pada kemaslahatan rakyat dan kemajuan negara.
Begitu pula ketika merujuk pada pemikiran Plato, yang mana Plato mendasakan pada prinsip “membangun masyarakat adalah hal yang utama” dan “ politik adalah jalan menuju perfect society”.
Berpolitik secara santun haruslah didasari oleh prinsip-prisip yang jelas agar tidak menimbulkan bias kesantunan politik. Membangun prinsip berpolitk secara santun dapat diawali dengan menanamkan obyektivitas, rendah hati, dan open mind.
"Berpolitik secara santun haruslah didasari oleh prinsip-prisip yang jelas agar tidak menimbulkan bias kesantunan politik"
Obyektivitas mampu membawa pada suatu kebenaran absolut. Seperti halnya Socrates yang menanamkan nilai bahwa “tidak semua kebenaran itu bersifat relatif namun banyak di antaranya yang bersifat absolut”. Kemampuan untuk melihat kebenaran secara obyektif mampu menjadi prinsip awal berpolitik secara santun.Kemudian, setiap politisi harus menanamkan rasa rendah hati, artinya tidak merasa kemudian setiap pendapatnya adalah yang paling benar. Boleh berbeda pendapat namun tetap satu pandangan tentang bangsa. Sikap rendah hati dapat menghindarkan politisi dari sifat sombong dan angkuh.
Prinsip yang terakhir adalah open mind, memiliki pengertian mampu berpikir terbuka sehingga mau menerima pendapat, saran, ataupun kritikan dari berbagai pihak termasuk dari lawan politik sekalipun.
Pada akhirnya, dengan membangun prinsip-prinsip tersebut semoga dapat menjadi rujukan dalam berpolitik secara santun bagi setiap politisi.
Mengedepankan politik secara santun sejatinya memiliki pengertian saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan setiap kebenaran yang dipercaya. Tentunya, kebenaran tersebut seharulah bukan menyoal tentang jabatan atau kedudukan, tetapi sebuah kemaslahatan bersama, entah siapa saja yang menjadi pemenang dalam pertarungan politik.
Hendaknya setiap pihak harus mampu berjiwa besar menerima setiap hasil akhir proses politik. Menjaga profesionalitas, tidak mengedepankan emosi, bertindak atas kesadaran penuh serta pertimbangan yang matang harus menjadi nilai yang dibawa oleh setiap politisi. Mengingat tiga fungsi vital yang dimilikinya sebagai legal drafting, policy maker, dan legislator.
Post a Comment