ULAMA AT-TAAJUN
Menurut
Imam Al-Ghazali, penyakit hati yg paling kronis dari seorang
ulama/ustadz adalah apa yg sering diistilahkan dengan sebutan "ULAMA
AT-TAAJUN" (Ulama Mahkota). Predikat ulama/ustadz yg melekat pada
dirinya tidak secara total menjadi "STATUS SPIRITUAL" tetapi justru
menjadi "STATUS SOSIAL". Ia menjadi UJUB (bangga berlebihan) dengan
dirinya sendiri ketika orang menyebut dirinya "ulama" atau "ustadz".
Sehingga, ketika ada orang tidak memanggilnya "ustadz". "kyai", dan
berbagai gelar lainnya, hatinya mengkerut dan timbul rasa tidak suka,
sembari berkata dalam hati: "kamu belum tahu siapa saya?". Inilah salah
satu "virus" spiritual keagamaan yg meruntuhkan sendi-sendi
spiritualitas, sekaligus juga merusak eksistensi dakwah.
Seorang da'i/ustadz/ulama yg telah menyadari akan "motivasi yang keliru" ini, menurut Imam Al-Ghazali harus segera melakukan "AL-ISYTIGHAT BI KHASHAT AN- NAFS" (melakukan pembenahan diri setelah ia menyatakan bertaubat), agar ia bisa berdakwah kembali secara murni (AL-'AUDAH).
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah yg menyatakan: "Jika kamu melihat keegoan ditaati, nafsu diikuti, dunia diutamakan, dan jika setiap orang berilmu dari antara kamu membanggakan pendapatnya, maka kamu segera membenahi diri sendiri, dan hindarkan dirimu dari urusan orang banyak" (HR At-Tirmidzi).
Ini adalah persoalan akhlak, bukan semata-mata persoalan ilmu. Orang berilmu belum tentu berakhlak benar. Bahkan orang yg memiliki ilmu agama yg tinggi, tidak jarang akhlaknya tidak berbanding lurus dengan ilmunya, dan sumber penyebabnya adalah hati. Hati yg sakit kronis seperti ini merupakan salah satu sifat dari jahiliyah. Mereka tahu tentang jahiliyah (dalam pemahaman intelektualnya), tetapi mereka tidak memahami dan menyadari jika mereka mengalami jahiliyah batiniah. Itulah sebabnya Umar bin Khatab r.a. pernah melontarkan pernyataan keras kepada para ulama saat itu: "Sesungguhnya kekuatan jaringan Islam akan terburai satu-persatu, ketika ada orang yg tumbuh sebagai muslim, namun tidak mengetahui hakikat Jahiliyah".
Seorang da'i/ustadz/ulama yg telah menyadari akan "motivasi yang keliru" ini, menurut Imam Al-Ghazali harus segera melakukan "AL-ISYTIGHAT BI KHASHAT AN- NAFS" (melakukan pembenahan diri setelah ia menyatakan bertaubat), agar ia bisa berdakwah kembali secara murni (AL-'AUDAH).
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah yg menyatakan: "Jika kamu melihat keegoan ditaati, nafsu diikuti, dunia diutamakan, dan jika setiap orang berilmu dari antara kamu membanggakan pendapatnya, maka kamu segera membenahi diri sendiri, dan hindarkan dirimu dari urusan orang banyak" (HR At-Tirmidzi).
Ini adalah persoalan akhlak, bukan semata-mata persoalan ilmu. Orang berilmu belum tentu berakhlak benar. Bahkan orang yg memiliki ilmu agama yg tinggi, tidak jarang akhlaknya tidak berbanding lurus dengan ilmunya, dan sumber penyebabnya adalah hati. Hati yg sakit kronis seperti ini merupakan salah satu sifat dari jahiliyah. Mereka tahu tentang jahiliyah (dalam pemahaman intelektualnya), tetapi mereka tidak memahami dan menyadari jika mereka mengalami jahiliyah batiniah. Itulah sebabnya Umar bin Khatab r.a. pernah melontarkan pernyataan keras kepada para ulama saat itu: "Sesungguhnya kekuatan jaringan Islam akan terburai satu-persatu, ketika ada orang yg tumbuh sebagai muslim, namun tidak mengetahui hakikat Jahiliyah".
Post a Comment