IRAN LAWAN SAUDI ATAUKAH IRAN LAWAN AMERIKA SERIKAT
OLEH : DINA SULAEMAN
Iran VS Saudi, atau Iran VS Amerika Serikat?
h ‘perseteruan antara dua kekuatan, Persia (Iran) dan Arab (Saudi).’ Seolah dua negara ini sedemikian kaya dan haus perang, sehingga mampu membakar Timteng.
Banyak penulis dan pengamat Timteng yang memetakan konflik Timteng dengan menyebut bahwa akar konflik Timteng adala
Iran VS Saudi, atau Iran VS Amerika Serikat?
h ‘perseteruan antara dua kekuatan, Persia (Iran) dan Arab (Saudi).’ Seolah dua negara ini sedemikian kaya dan haus perang, sehingga mampu membakar Timteng.
Banyak penulis dan pengamat Timteng yang memetakan konflik Timteng dengan menyebut bahwa akar konflik Timteng adala
Sebenarnya tidak demikian. Iran adalah negara yang amat defensif. Bila
dilihat dari sejarahnya, (baik era Shah Pahlevi, maupun era Republik
Islam) Iran tidak pernah melakukan serangan ke luar wilayahnya. Anggaran
militernya pun amat rendah, bila dibanding Saudi, apalagi Israel.
Sementara, Arab Saudi pun adalah negara yang amat inferior dari sisi militer dan ekonomi. Saudi memang sangat kaya minyak, tetapi dalam mengeksplorasinya, Saudi sangat bergantung kepada sumber daya dari luar. Saudi juga sangat bergantung pada senjata buatan asing (negara ini adalah pengimpor senjata terbesar dari AS dan Eropa). Jadi, tanpa ada back up dari negara kuat lainnya, Saudi tidak akan berani melakukan kebijakan konfrontatif. Serangan Saudi ke Yaman, sebagaimana diakui Menlu Saudi, Adel Jubeir sangat di-back up oleh AS. “Ada pejabat-pejabat Inggris dan AS dan negara-negara lain di pusat komando kami,” kata Jubeir.
Aktor utama di Timteng sesungguhnya adalah AS. AS-lah yang sangat berperan menentukan damai-tidaknya Timteng. Argumen untuk ini sangat panjang dan sebenarnya sudah banyak ditulis orang. Ada yang bilang, sebabnya karena perebutan sumber daya (AS ingin menguasai sumber energi di Timteng). Ada juga yang menyebutkan bahwa AS ingin membela Israel. Mana yang benar?
Keduanya benar. Kekuatan ekonomi AS terbesar berada di tangan para pemodal Yahudi, dan mereka ini punya keterikatan moral dengan Israel. Dua profesor HI, Mearsheimer and Walt, menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS bertumpu pada Israel sehingga menjauh dari kepentingan nasional bangsa AS sendiri. Para pengambil kebijakan luar negeri AS selalu mendefinisikan bahwa “kepentingan nasional Amerika SAMA DENGAN kepentingan nasional Israel.”
Doktrin bahwa kepentingan nasional AS sama dengan kepentingan nasional Israel pun selalu dibawa oleh kandidat presiden di AS. Saat kampanye mereka selalu sowan ke organisasi-organisasi lobby Yahudi-pro Israel dan berpidato, berjanji akan menjaga kepentingan Israel bila mereka jadi presiden.
Lalu, siapa yang paling mengancam Israel? Ada 3, yaitu Iran, Suriah, dan Hizbullah-Lebanon. Warga Lebanon selatan yang mengalami langsung penjajahan Israel membentuk milisi Hizbullah, berperang, dan akhirnya menang (2006). Hizbullah tetap berdiri untuk menjaga Lebanon karena Israel masih terus mengganggu negara itu.
*Upaya AS Melemahkan Iran*
Ada banyak buku dan tulisan yang menceritakan bagaimana upaya AS selama ini dalam melindungi Israel. Salah satunya, dituliskan dalam otobiografi Hillary Clinton (2014) berjudul “Hard Choices”. Di salah satu babnya, Hillary membahas Iran secara khusus. Judul babnya adalah “Iran: Sanctions and Secrets”.
Hillary menulis, “Sepanjang periode ini, kami bekerja dengan mantap untuk meningkatkan tekanan internasional terhadap rezim Iran serta melawan ambisi agresif rezim tersebut. Salah satu prioritas langkah kami adalah memperluas kemitraan militer kami di kawasan Teluk dan mengerahkan sumber-sumber militer baru di seluruh wilayah untuk meyakinkan sekutu kami dan dalam rangka mencegah agresi Iran.
Kami SELALU BERKOORDINASI secara erat dan konstan dengan ISRAEL serta mengambil langkah-langkah yang belum pernah diambil sebelumnya UNTUK MELINDUNGI SUPERIORITAS MILITER ISRAEL dari ancaman pesaing potensial manapun.
Saya juga menghabiskan banyak waktu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membahas strategi dual-track kami dan mencoba meyakinkannya bahwa sanksi [ekonomi] dapat berjalan dengan baik. ...”
Mengenai sanksi ekonomi, Hillary menulis, “Tujuan kami adalah memberikan sebanyak mungkin tekanan finansial kepada para pemimpin Iran, termasuk di bidang bisnis militer, sampai mereka tidak punya pilihan lagi selain kembali ke meja perundingan dengan tawaran yang serius. Kami ‘mengejar’ industri minyak Iran, perbankan, dan program senjata; kami membuat perusahaan asuransi, perkapalan, pedagang migas, institusi finansial, dan pemain lainnya untuk memutus Iran dari perdagangan global. Yang paling utama, adalah misi saya untuk meyakinkan para pembeli utama minyak Iran agar mengurangi pembelian dari Iran... Kami telah melakukan segala hal yang bisa kami lakukan untuk membuat Iran kesulitan berbisnis, terutama di sektor minyak.”
Sementara itu, dalam emailnya yang dibocorkan oleh Wikileaks (bulan Maret 2016) Hillary menulis, “Hubungan strategis antara Iran dan rezim Bashar Assad membahayakan keamanan Israel... Berakhirnya rezim Assad akan mengakhiri aliansi berbahaya ini... Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan bahwa penggulingan Assad akan menjadi serangan besar kepada Iran... ini akan amat melemahkan Hizbullah di Lebanon, Hamas dan Jihad Islam di Gaza.” [1]
Di sini terlihat bahwa Iran diposisikan sebagai musuh bersama AS dan Israel. Karena itu, para pengamat yang hobi memetakan konflik Timteng sebagai ‘perseteruan Iran VS Arab’ perlu menjawab pertanyaan ini: Arab manakah yang dimaksud? Bukankah Iran membantu pejuang Palestina (mereka orang Arab)? Bukankah Iran membantu Suriah (Arab) melawan ISIS? Bukankah Iran membantu warga Lebanon selatan (Arab) mengusir Israel dari tanah air mereka?
Jika yang dimaksud adalah Arab Saudi, bukankah dulu Shah Pahlevi sangat bersahabat dengan Raja Saudi? Jadi perseteruan Iran dan Saudi saat ini bukan karena ke-Arab-an.
Sejak awal berdirinya Republik Islam Iran, Ayatullah Khomenei, sudah menyebut AS adalah ‘setan besar’ dan Israel adalah ‘setan kecil’. Kebijakan luar negeri Republik Islam Iran sejak awal menempatkan kedua negara itu sebagai musuh. Sebaliknya, negara-negara Islam, termasuk Saudi, selalu ditempatkan Iran sebagai ‘saudara sesama Muslim’.
Sebaliknya, Saudi selama ini berpihak pada AS (karena inferioritasnya, seperti saya tulis di awal), sehingga kebijakan luar negerinya pun konfrontatif terhadap Iran (sejalan dengan AS).
Jadi, pemetaan konflik yang tepat adalah: Iran versus AS, sedangkan di kubu AS ada Israel dan Arab Saudi. Semoga bisa dipahami.[]
-----
[1] Bagaimana peran AS dan Israel dalam perang Suriah, bisa dibaca di buku ‘Salju di Aleppo’ (WA: Hatim 0878 8299 8696)
(Buku memoar Clinton bisa dicari di internet)
Sementara, Arab Saudi pun adalah negara yang amat inferior dari sisi militer dan ekonomi. Saudi memang sangat kaya minyak, tetapi dalam mengeksplorasinya, Saudi sangat bergantung kepada sumber daya dari luar. Saudi juga sangat bergantung pada senjata buatan asing (negara ini adalah pengimpor senjata terbesar dari AS dan Eropa). Jadi, tanpa ada back up dari negara kuat lainnya, Saudi tidak akan berani melakukan kebijakan konfrontatif. Serangan Saudi ke Yaman, sebagaimana diakui Menlu Saudi, Adel Jubeir sangat di-back up oleh AS. “Ada pejabat-pejabat Inggris dan AS dan negara-negara lain di pusat komando kami,” kata Jubeir.
Aktor utama di Timteng sesungguhnya adalah AS. AS-lah yang sangat berperan menentukan damai-tidaknya Timteng. Argumen untuk ini sangat panjang dan sebenarnya sudah banyak ditulis orang. Ada yang bilang, sebabnya karena perebutan sumber daya (AS ingin menguasai sumber energi di Timteng). Ada juga yang menyebutkan bahwa AS ingin membela Israel. Mana yang benar?
Keduanya benar. Kekuatan ekonomi AS terbesar berada di tangan para pemodal Yahudi, dan mereka ini punya keterikatan moral dengan Israel. Dua profesor HI, Mearsheimer and Walt, menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS bertumpu pada Israel sehingga menjauh dari kepentingan nasional bangsa AS sendiri. Para pengambil kebijakan luar negeri AS selalu mendefinisikan bahwa “kepentingan nasional Amerika SAMA DENGAN kepentingan nasional Israel.”
Doktrin bahwa kepentingan nasional AS sama dengan kepentingan nasional Israel pun selalu dibawa oleh kandidat presiden di AS. Saat kampanye mereka selalu sowan ke organisasi-organisasi lobby Yahudi-pro Israel dan berpidato, berjanji akan menjaga kepentingan Israel bila mereka jadi presiden.
Lalu, siapa yang paling mengancam Israel? Ada 3, yaitu Iran, Suriah, dan Hizbullah-Lebanon. Warga Lebanon selatan yang mengalami langsung penjajahan Israel membentuk milisi Hizbullah, berperang, dan akhirnya menang (2006). Hizbullah tetap berdiri untuk menjaga Lebanon karena Israel masih terus mengganggu negara itu.
*Upaya AS Melemahkan Iran*
Ada banyak buku dan tulisan yang menceritakan bagaimana upaya AS selama ini dalam melindungi Israel. Salah satunya, dituliskan dalam otobiografi Hillary Clinton (2014) berjudul “Hard Choices”. Di salah satu babnya, Hillary membahas Iran secara khusus. Judul babnya adalah “Iran: Sanctions and Secrets”.
Hillary menulis, “Sepanjang periode ini, kami bekerja dengan mantap untuk meningkatkan tekanan internasional terhadap rezim Iran serta melawan ambisi agresif rezim tersebut. Salah satu prioritas langkah kami adalah memperluas kemitraan militer kami di kawasan Teluk dan mengerahkan sumber-sumber militer baru di seluruh wilayah untuk meyakinkan sekutu kami dan dalam rangka mencegah agresi Iran.
Kami SELALU BERKOORDINASI secara erat dan konstan dengan ISRAEL serta mengambil langkah-langkah yang belum pernah diambil sebelumnya UNTUK MELINDUNGI SUPERIORITAS MILITER ISRAEL dari ancaman pesaing potensial manapun.
Saya juga menghabiskan banyak waktu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membahas strategi dual-track kami dan mencoba meyakinkannya bahwa sanksi [ekonomi] dapat berjalan dengan baik. ...”
Mengenai sanksi ekonomi, Hillary menulis, “Tujuan kami adalah memberikan sebanyak mungkin tekanan finansial kepada para pemimpin Iran, termasuk di bidang bisnis militer, sampai mereka tidak punya pilihan lagi selain kembali ke meja perundingan dengan tawaran yang serius. Kami ‘mengejar’ industri minyak Iran, perbankan, dan program senjata; kami membuat perusahaan asuransi, perkapalan, pedagang migas, institusi finansial, dan pemain lainnya untuk memutus Iran dari perdagangan global. Yang paling utama, adalah misi saya untuk meyakinkan para pembeli utama minyak Iran agar mengurangi pembelian dari Iran... Kami telah melakukan segala hal yang bisa kami lakukan untuk membuat Iran kesulitan berbisnis, terutama di sektor minyak.”
Sementara itu, dalam emailnya yang dibocorkan oleh Wikileaks (bulan Maret 2016) Hillary menulis, “Hubungan strategis antara Iran dan rezim Bashar Assad membahayakan keamanan Israel... Berakhirnya rezim Assad akan mengakhiri aliansi berbahaya ini... Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan bahwa penggulingan Assad akan menjadi serangan besar kepada Iran... ini akan amat melemahkan Hizbullah di Lebanon, Hamas dan Jihad Islam di Gaza.” [1]
Di sini terlihat bahwa Iran diposisikan sebagai musuh bersama AS dan Israel. Karena itu, para pengamat yang hobi memetakan konflik Timteng sebagai ‘perseteruan Iran VS Arab’ perlu menjawab pertanyaan ini: Arab manakah yang dimaksud? Bukankah Iran membantu pejuang Palestina (mereka orang Arab)? Bukankah Iran membantu Suriah (Arab) melawan ISIS? Bukankah Iran membantu warga Lebanon selatan (Arab) mengusir Israel dari tanah air mereka?
Jika yang dimaksud adalah Arab Saudi, bukankah dulu Shah Pahlevi sangat bersahabat dengan Raja Saudi? Jadi perseteruan Iran dan Saudi saat ini bukan karena ke-Arab-an.
Sejak awal berdirinya Republik Islam Iran, Ayatullah Khomenei, sudah menyebut AS adalah ‘setan besar’ dan Israel adalah ‘setan kecil’. Kebijakan luar negeri Republik Islam Iran sejak awal menempatkan kedua negara itu sebagai musuh. Sebaliknya, negara-negara Islam, termasuk Saudi, selalu ditempatkan Iran sebagai ‘saudara sesama Muslim’.
Sebaliknya, Saudi selama ini berpihak pada AS (karena inferioritasnya, seperti saya tulis di awal), sehingga kebijakan luar negerinya pun konfrontatif terhadap Iran (sejalan dengan AS).
Jadi, pemetaan konflik yang tepat adalah: Iran versus AS, sedangkan di kubu AS ada Israel dan Arab Saudi. Semoga bisa dipahami.[]
-----
[1] Bagaimana peran AS dan Israel dalam perang Suriah, bisa dibaca di buku ‘Salju di Aleppo’ (WA: Hatim 0878 8299 8696)
(Buku memoar Clinton bisa dicari di internet)
Post a Comment