SEJARAH ISLAM DIWARNAI DARAH DENGAN LENGAN PROVOKATOR PECAH BELAH UMMAT

SEJARAH MENCATAT ISLAM DIBANGUN DENGAN "DARAH" DARI MULAI PERANG SHIFFIN, PERANG JAMAL..HINGGA YAMAN DAN SYAM,, JUGA PALESTINE..DENGAN BERBAGAI UPAYA "PROVOKATOR" MEMBENTURKAN UMMAT...

"JANGAN CELA SAHABAT, DALAM MEMPELAJARI SEJARAH..SAYYIDINA UMAR.RA.. BERKATA.."DEBU YANG MENEMPEL PADA KUDA PERANG MUAWIYAH JAUH LEBIH BERHARGA DRPD AKU.." Ahlus Sunnah Wal Jamaah..meyakini bahwa sahabat tidaklah maksum. Akan tetapi, keutamaan, ibadah, dan istighfar mereka, serta sebab-sebab lainnya menjadikan dosa mereka gugur terpendam dalam lautan kemuliaan.) JADIKAN PELAJARAN DAN IKHTIBAR BAHWA PENTING MENGHARGAI SESAMA, DAN ISLAM MENGAJARKAN BERTABAYYUN, SERTA JANGAN MUDAH DIPECAH BELAH..
KRONOLOGIS SINGKAT PERANG SHIFFIN..

Perang Siffin adalah Perang saudara yang terjadi antara pasukan Muawiyah bin Abi Sufyan dan Ali Bin Abi Muthalib. Perang tersebut terjadi pada tanggal 1 Shafar tahun 37 H/ 26-28 Juli 657 M. Perang saudara ini adalah perang pertama dalam sejarah peradaban Islam yang terjadi pada zaman fitnah besar.

Menurut versi buku-buku sejarah Islam, perang tersebut terjadi karena provokasi dari Abdullah bin Saba. Kelompok Abdullah bin Saba’ berupaya menebar fitnah untuk menjatuhkan citra penjabat Negara. Upaya ini dilakukan semata-mata agar umat membenci pejabat Negara yang telah ditunjuk oleh Usman. Amru bin Ash, gubernur Mesir adalah salah satu target utamnya utama yang ingin di gulingkan, dan upaya ini pun berhasil. Setelah itu kelompok tersebut mengajak pendukugnya di Syam, Kufah dan Bashrah untuk melengserkan gubernur masing-masing. Hanya gubernur Kufah yang bernama Said bin Ash yang berhasil digulingkan. Sementara upaya menggulingkan Muawiyah yang sejak zaman Umar telah menduduki posisi sebagai gubernur Syam mengalami kegagalan.
Kaum Sabaiyah lah yang membunuh khalifah Usman. Setelah kematian khalifah Usman, kaum sabaiyah melakukann pembaiatan untuk yang pertama kali kepada Khalifah Ali yang selanjutnya disusul penduduk Madinah.

Sebenarnya tidak ada perselisihan antara Ali dan Muawiyah. Yang ada adalah perselisihan antara Abdullah bin Saba’ dan Muawiyah. Terlebih setelah Muawiyah menuntut diberlakukannya hukum had bagi pembunuh Usman. Kondisi ini tentu saja membuat kaum Sabaiyah menjadi semakin terancam. Perselisihan antara Ali dan Muawiyah dimulai ketika Ali hendak menggantikan posisi Muawiyah sebagai gubernur Syam dengan Sahl bin Hunaif. Rombongan tersebut diminta oleh Ali untuk pergi ke Syam. Namun baru sampai Tabuk, rombongan tersebut dicegat oleh Muawiyah dan diminta kembali ke Madinah.

Kemudian Khalifah Ali mengirim surat kepada Muawiyah, namun tidak dibalas sampai tiga bulan setelah wafatnya Usman. Muawiyan mengirim Qubishah Al Abasy untuk menyampaikan alasan penduduk Syam tidak mau membai’at adalah mereka ingin pembunuh Usman diadili. Menyadari hal tersebut Kaum Sabaiyah mencoba memprovokasi Ali agar Muawiyah dipecat atau diperangi (al bidayah wa nihayah ).

  Sebenarnya Khalifah Ali tak berniat memerangi Muawiyah sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wa Nihayah. Ali mengirim seorang utusan ke Damaskus untuk membawa pesan kepada penduduk Syam bahwa beliau telah berdiri di atas rakyat Irak untuk melihat seberapa ketaatan penduduk Syam terhadap Muawiyah.

Mendengar berita tersebut Muawiyah berdiri di atas mimbar masjid dan berbicara kepada jamaah, “ Sesungguhnya Ali telah berdiri di penduduk Irak untuk Kalian, apa pendapat kalian?” seseorang diantar mereka menjawab, “engkau yang berfikir kami yang melaksanakan”. Akhirnya Muawiyah menyuruh mereka membentuk pasukan yang terdiri dari 3 bagian.

Sekembalinya utusan Ali dari Syam, ia lagsung menyampaikan kepada Ali berkenaan dengan jawaban Muawiyah, maka Ali mengatakan kepada jama’ah, “ Muawiyah telah mengumpulkan pasukan untuk memerangi kalian, apa pendapat kalian?” tak satu pun merespon akhirnya Ali turun dari mimbar seraya berkata “ La haula wa la quwata illa billahi ‘alliyil adzim”.

Sesampainya di Siffin semua pasukan menempati posisi masing-masing, utusan keduanya sibuk melakukan perundingan agar pertempuran saudara ini bisa terhindari. Dalam Al bidayah wa Nihayah disebutkan Abu Muslim Al Khaulani mendatangi Muawijyah dan bertanya “ Apakah kamu hendak memerangi Ali ?” Muawiyah menjawab, “Demi Allah, Dia lebih baik dariku, lebih utama, lebih berhak dalam masalah ini (kekhalifahan) dari pada aku, tapi bukankah mengetahui bahwa Usman terbunuh dengan keadaan terdzalimi, sedang aku sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepadanya serahkan pembunuhnya padaku maka aku akan menyerahkan masalah ini padanya”.

Ibnu Katsir menyebutkan, perang Siffin melibatkan 120 ribu pasukan Kufah dan yang terbunuh mencapai 40ribu. Sedangkan pasukan Syam 60ribu yang terbunuh 20ribu orang. Dalam pertempuran tersebut nasib pengikut Muawiyah di ujung tanduk, dalam kondisi yang demikian mendesak, penasihat Muawiyah, Amru bin Ash memerintahkan pasukannya agar menancapkan Al-Qur’an di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata atas nama al-Quran. Atas desakan Khawarij akhirnya Khalifah Ali menghentikan serangan kedua belah pihak dan memilih damai.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.