MUHAMMADIYAH - PKS : PERGULATAN SAUDARA TIRI
Gerakan Tarbiyah telah lama menyusup dalam organisasi Muhammadiyah. Gerakan ini merupakan embrio dan saat ini masih menjadi basis pengkaderan PKS. Pandangan keagamaan Tarbiyah memiliki banyak kesamaan dengan Muhammadiyah. Beberapa pengamat memperincinya sebagai anggota Muhammadiyah kubu 'puritan’. Hingga saat ini, sudah cukup banyak warga Muhammadiyah yang ‘menyeberang’ ke PKS, rangkap jabatan, ataupun lebih condong bersimpati pada PKS. Hal ini pada akhirnya mulai menimbulkan keresaha di kalangan pengurus dan loyalis Muhammadiyah. Puncaknya, PP Muhammadiyah mengeluarkan SK 149/2006 tentang konsolidasi organisasi yang memberikan batasan jelas antara Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan dan PKS/Tarbiyah yang merupakan gerakan politik.
Gesekan anatar Muhammadiyah-PKS mulai terlihat secara nyata di tahun 2005. Saat itu, banyak warga Muhammadiyah yang mengeluh akibat banyaknya masjid yang pada mulanya dikelola oleh organisasi atau warga Muhammadiyah diambil alih oleh anggota gerakan Tarbiyah/PKS. Masalah yang sama juga dialami oleh ormas Islam yang lain, terutama NU. Sebuah majalah Islam yang berbasis di Jakarta, Syirah, pada tahun 2007 pernah menulis:
Di Jatinegara (Jakarta Timur) ada masjid bernama Al-Bahri. Masjid ini didirikan guru Marzuki, pendiri pesantren pertama di Betawi. Masjid itu sekarang sudah dikuasai kelompok lain....imbasnya, kalau ada orang main qasidahan di masjid langsung direspon dengan memasang panflet yang isinya, “Maaf Masjid Bukan Tempat Main Ondel-Ondel”.
Gerakan pengambil-alihan yang dilakukan aktivis PKS bukan hanya dilakukan pada masjid. Beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah pernah melaporkan adanya upaya pegambil-alihan sekolah, badan usaha, rumah sakit, hingga universitas. Sasaran utama aktivis PKS ini adalah ormas NU dan Muhammadiyah. Namun karena kedekatan aqidah serta banyaknya kader Muhammadiyah yang menjadi simpatisan PKS, ormas ini lebih rentan terhadap aksi penyusupan dan penggembosan dari dalam.
Kejadian lain yang dapat saya contohkan adalah laporan dari aktivis Muhammadiyah dari UNY dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka di Jakarta. Aktivis PKS di dua kampus ini yang awalnya ikut dalam kegiatan masjid merongrong program-program keislaman di masjid tersebut sehingga sesuai dengan anda mereka. setelah itu, mereka melangkah lebih jauh dengan mencoba mengganti takmir masjid dengan orang-orang mereka sendiri.
Kasus serupa pernah terjadi di negara Paman Sam, AS. Sekelompok muslim fundamentalis yang dipimpin oleh Mahmoud Abu Halima mengambil-alih masjid Abou Bakr di Brooklyn. Imam dan pengurus masjid yang berpaham lebih moderat dan toleran disingkirkan. Khotbah tentang etika menjaga hubungan baik dengan masyarakat non-muslim diganti dengan khutbah tentang konflik global. Abdulkader Khallas, mantan pengurus masjid tersebut, pernah berkata, “Al-Qur’an menyuruh kita berbuat baik kepada tetangga...anda telah diundang masuk ke dalam rumah tetangga itu, namun anda malah mencoba merebut rumahnya. Di mana benarnya sikap itu?”. Dari peristiwa tersebut, nampak adanya kesamaan dengan pola gerakan PKS di tubuh Muhammadiyah. Tarbiyah disambut dalam orgaisasi tersebut, tapi malah berupaya mengambil-alih Muhammadiyah dan melancarkan aksi yang mengancam masa depan Islam di Indonesia secara umum.
*Hubungan Muhammadiyah-NU*
-------------------------------------
Sebelum aktivis Tarbiyah masuh dalam tubuh Muhammadiyah, pertentangan kedua ormas Islam terbesar di Indonesia ini telah lama berlangsung. Bahkan sebelum masa kemerdekaan. NU yang lebih mengindentikkan diri sebagai ormas Islam tradisional-kultural mengusung paham Ahlussunnah wal Jamaah yang berpegang pada 4 Imam Madzhab. Sedangkan Muhammadiyah lebih identik dengan golongan Islam modernis yang mengusung paham Islam puritan. Kedua paham yang saling bertolak-belakang membuat keduanya sulit untuk satu suara dalam menghukumi suatu perkara. Namun, hubungan Ukhuwah Islamiyah yang terjalin masih cukup erat dalam bingkai NKRI. Perselisihan yang terjadi seringkali hanyalah masalah hukum agama yang memang bersifat khilafiyah dan tidak akan pernah mencapai satu putusan hukum bersama. Hal ini sering menimbulkan gesekan antar anggota dan simpatisan fanatik di akar rumput. Selain itu, ada juga masalah politis yang melibatkan elit kedua pimpinan ormas.
Hubungan kedua ormas, NU-Muhammadiyah, dapat saya gambarkan sebagai sebuah simbiosis mutualisme apabila dilihat dari skala nasional. Pembagian wilayah kerja yang terjadi secara natural menempatkan Muhammadiyah di daerah perkotaan dan NU di daerah pedesaan. Keduanya sama-sama memiliki tujuan mulia untuk membangun dan mengembangkan umat Islam dengan jalan kegiatan sosial dan lembaga pendidikan. Muhammadiyah memiliki Yayasan yang berkonsep pendidikan modern, NU memiliki pesantren. Kedunya bahu-membahu selama puluhan tahun memberikan pendidikan keagamaan pada masyarakat Indonesia.
Ketika gerakan Tarbiyah mulai masuk, kondisi yang berbeda terjadi. Perkara khilafiyah diperuncing hingga terjadi sentimen dan kebencian. Propaganda terus dilakukan gerakan Tarbiyah dari dalam tubuh Muhammadiyah (terutama generasi muda) untuk terus menerus mengkafirkan kelompok lain yang berbeda paham. Di sisi lain, gerakan Tarbiyah juga tidak henti-hentinya mencoba untuk masuk dalam tubuh NU. Beberapa berhasil menjaring anggota, sebagian besar gagal total. Sejak awal Tarbiyah dan Muhammadiyah memang memiliki banyak kesamaan, tapi perbedaan keduanya juga cukup fundamental. Muhammadiyah lahir dan besar di Indonesia, anak kandung Ibu Pertiwi. Tarbiyah lahir dari Ikhwanul Muslimin Mesir. Namun keduanya masih satu ayah, Wahabi.
Secara pribadi, saya menganggap hubungan Muhammadiyah-NU di masa lalu sebagai “Benci Tapi Rindu”. Kedua pihak mungkin saling bermusuhan, tapi eksistensi mereka dibangun berdasarkan toleransi atas perbedaan keduanya dalam kebesaran Islam. Saya merindukan hubungan yang seperti dulu, saling berdebat, saling memaki, saling menantang, saling memukul, namun masih satu jiwa, Indonesia. Bukan seperti yang dilakukan gerakan Tarbiyah dengan melempar batu lalu sembunyi di belakang ayahnya, memfitnah atas nama orang lain, mengadu domba sesama anak bangsa, mengkafirkan sesama saudara, bahkan ‘meniduri’ anak sekolah dengan iming-iming beasiswa.
Semoga kita tetap satu bangsa, Indonesia....
Sumber: Islam Murni vs Islam Progresif Di Muhammadiyah: Melihat Wajah Islam Reformis Indonesia.
Oleh: Ahmad Najib Burhani
Post a Comment