BOCORNYA MINYAK INDONESIA SEBELUM ERA PAK JOKOWI

Melawan lupa
( Kisah bisnis minyak )

Oleh Erizeli Jely Bandaro

Dulu anakku, sebelum Jokowi naik panggung politik nasional, negeri kaya SDA ini berdarah darah harus impor Minyak agar kebutuhan BBM dalam negeri terpenuhi. Dan impor BBM itu dibiayai dari subsidi agar rakyat marasa nyaman. Subsidi itu didapat dari hutang. Mengapa ? Negeri ini berpuluh tahun dibiarkan tergantung impor BBM karenanya kapasitas kilang BBM tidak pernah ditambah. Bayangkanlah dengan kapasitas kilang yang dimiliki hanya 800 ribu barrel, sementara kebutuhan BBM mencapai 1,4 juta barrel, lalu yang 600 ribu barrel dari mana?. Solusinya impor ! Siapa yang diuntungkan ? Perhatikan tataniaganya. Petral yang merupakan anak usaha Pertamina mendapat monopoli pelaksana impor dan perannya lebih strategis dibandingkan Pertamina. Petral mengontrol 60% impor BBM. Artinya Petral mengelola 60% pengeluaran Pertamina dan juga subsidi.
Petral yang duduk manis di Singapura, tidak punya aset tetapi mengendalikan 60% operasional Pertamina. Semua tahu dibalik Petral adalah para “ pemain” yang dekat dengan elit poltik. Mari berhitung di tahun 2012 (saat harga minyak mentah dunia kisaran US$ 100), jika kebutuhan impor 400 ribu barrel/day x BBM impor rata2 US$ 140 x 365 hari x Rp 12.000 = Rp 245 triliun. Ya duduk dibelakang meja proyek senilai Rp 245 triliun datang menghampiri. Itulah sosok Petral yang begitu menggerogoti Pertamina dan tidak memberikan kontribusi yang berarti. Jika impor 400.000 BBM/day x 365 day = 246.000.000 barrel, yang setara dengan 39,3 miliar liter. Setara dengan 39,3 miliar liter x 0,76 = 29,3 miliar kg atau 29,3 juta ton. Jika diangkut dengan kapal berukuran 50.000 DWT, membutuhkan 599 kapal.

Lalu siapa yang menikmati tataniaga ini ? Ya bisnis pelayaran, bisnis asuransi, bisnis jasa freight forwarding, LC perbankan dan lainnya. Jadi multiplier effect dinikmati oleh trader yang umumnya menggunakan kapal asing, asuransi asing, LC bank asing dan lainnya. Misal tarif LC 0,125% maka dengan impor senilai Rp 245 triliun maka perbankan akan menikmati jasa sebesar Rp 30,75 miliar. Jika tahun 2025 nanti konsumsi BBM Indonesia bertambah menjadi sekitar 2,2 juta barrel dan kalau kapasitas kilang Pertamina tidak bertambah tetap 800 ribu barrel (tambah tua, tambah sering rusak, waktu operasi makin berkurang bisa produksi 700 ribu barrel di tahun 2025 sudah bagus). Maka Indonesia butuh 1,4 juta barrel BBM. Singapura yang awalnya harus ekspor jauh-jauh agar kelebihan 1,25 juta barrel terserap (Indonesia 400 ribu dan 825 ribu negara lain), maka 100% bisa diekspor ke Indonesia. Makin makmur Singapura. Dan Indonesia makin sengsara karena impor minyak harus pakai Dollar

Kilang minyak paling baru terakhir dibangun tahun 1994 atau dibangun jaman Presiden Soeharto atau 23 tahun yang lalu. Presiden sudah berganti 5 kali dari Habibie sampai Sby, Menteri BUMN sudah berganti berkali-kali, Dirut Pertamina sudah berganti berkali-kali tapi kilang minyak tidak bertambah. Indonesia makin banyak impor BBM. Mengapa Indonesia tidak bangun kilang minyak? Karena katanya dulu tidak punya uang, jualan BBM rugi IRR hanya 8%, resiko besar dan lainnya. Lebih enak impor, makanya sering diberitakan ada lingkaran istana, lingkaran menteri, lingkaran direksi Pertamina yang terlibat impor. Bahkan ada eks Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo yang dipenjara karena korupsi impor minyak. Yang senang tiada kepalang adalah Singapura, negeri kecil yang tidak punyak minyak, tapi punya kilang minyak dengan kapasitas sekitar 1,4 juta barel dengan konsumsi dalam negeri Singapura hanya 150 ribu barrel, artinya Singapura memang mengandalkan jual ke Indonesia.

Itu masa lalu.... anakku

Sekarang.. Langkah berani Presiden Jokowi adalah membubarkan Petral agar pengadaan BBM efisien dari mafia dan lalu membangun kilang minyak. Mengapa ? Indonesia punya potensi pasar BBM sangat besar. Maka dengan membangun kilang baru di Tuban 300 ribu barrel, di Bontang 300 ribu barrel, upgrading/RDMP di Cilacap, Balongan, Balikpapan dan lainnya maka di tahun 2025 diperkirakan Pertamina akan produksi BBM 2,2 juta barrel dengan sebagian besar sudah standar Euro 5. Bandingkan dengan kilang Singapura yang masih Euro 3. Dengan kampanye energi ramah lingkungan, suatu saat negara-negara yang impor BBM akan gunakan Euro 5.Singapore Closed file. Itu hanya masalah waktu asalkan semangat kemandirian dan smart terus dipertahankan. Bagaimana kalau Jokowi tidak terpilih lagi ?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.