PERANG RUSIA TURKI

Perang Rusia-Turki (1710 – 1713)

Bataille du Prout. Ilustrasi dari William Hogarth (1697 – 1764) untuk 'Travels' oleh Aubry de la Motraye, 1724.

Pyotr Agung berhasil membalas kekalahan Ivan IV. Dia menghancurkan Swedia dan mencaplok tanahnya yang berada di sepanjang wilayah Baltik timur (Estonia, Livonia, dan Ingria) di bawah Perjanjian Nystad tahun 1721.

Namun pada 1711, perang tersebut masih jauh dari selesai. Sang tsar bahkan berada dalam situasi yang mengancam nyawa, yang nyaris berujung pada kehancuran seluruh pasukannya.

Setelah kemenangan spektakuler Rusia di Poltava pada 1709, Raja Swedia Karl XII yang kalah melarikan diri ke kota Bendery di Bessarabia, yang berada di bawah Kesultanan Utsmaniyah. Negosiasi sengit antara tsar Rusia dan Sultan Ahmed III terkait nasib raja Swedia menemui jalan buntu.

Di sisi lain, sang sultan sangat ingin mengusir orang-orang Rusia dari benteng Azov di pantai Laut Azov, yang berhasil direbut Pyotr Agung pada 1695 – 1696 dalam upayanya membuka akses Rusia ke Laut Hitam melalui Selat Kerch.

Pada 1710, Kesultanan Utsmaniyah menyatakan perang terhadap Rusia, yang berujung pada Kampanye Sungai Pruth tsar Rusia. Pada 1711, 38 ribu tentara Rusia yang dipimpin Pyotr Agung dikepung oleh 190 ribu tentara Utsmaniyah dan Krimea di Bessarabia. Demi menghindari kehancuran, Pyotr terpaksa menerima persyaratan sang sultan yang menjadi momok bagi Rusia, yang kemudian diturunkan ke dalam Perjanjian Pruth dua tahun kemudian.

Rusia menyerahkan Azov kepada Kesultanan Utsmaniyah, menghancurkan semua benteng di pesisir Laut Azov, dan dengan demikian kehilangan akses ke Laut Hitam. Selain itu, selama hampir 20 tahun Rusia kehilangan kendali atas Angkatan Bersenjata Cossack Zaporizhia, yang jatuh ke bawah kekuasaan Utsmaniyah.

Namun, dampak kekalahan yang paling buruk adalah penghancuran angkatan laut pertama Rusia — Flotilla Azov. Ratusan kapal besar dan kecil dihancurkan, beberapa dijual, sementara nasib yang lainnya tak pernah diketahui. Akibat kekalahan ini pula, Rusia terpaksa memulai kebijakan politik luar negerinya dari nol.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.