TALIM WATAALUM ADALAH BAGIAN DARI THORIQOH

WALAU TIDAK BERBAI'AT TA'LIM WATAALUM ADALAH BAGIAN DARI THORIQOH...INSYA ALLAH...
ADA DALAM KITAB KIFAYATUL ATQIYA karya :

Sayyid Bakri al-Makki Ibnu Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi,
Thoriqoh atau tarekat secara bahasa berarti “jalan”. Sedangkan secara terminologi Mutashowwifīn diartikan sebagai jalan yang ditempuh seorang hamba menuju ridlo Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Namun ada juga yang mempersempit pengertian tarekat dengan mendifinisikan sebagai jalan menujut ma’rifat Allah.
Melihat definisi di atas, maka jelas sekali pengertian thoriqoh sangatlah luas. Thoriqoh tidak hanya berdzikir atau dengan berbagai wiridan saja, namun bisa juga dengan berbagai bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri menuju ridlo Allah Subḥānahu wa Ta’ālā yang menciptakan alam semesta. Bisa berupa dzikir, wirid, puasa sunah, sholat-sholat sunah, ta’lim (mengajar), ta’allum (belajar), dan berbagai bentuk amal kebajikan lainnya.

Pada perkembangannya, definisi thoriqoh mengalami distorsi (penyempitan). Thoriqoh hanya dikenal sebagai pendekatan diri dengan dzikir-dzikir tertentu, sehingga hanya tarekat- semacam ini saja yang dikenal masyarakat awam. Mereka hanya mengenal thoriqoh Naqsabandiyah, Qodiriyyah, Syathoriyyah, Tijaniyah, Syadziliyyah, dan lain sebagainya.

Untuk menjadikan suatu amalan itu disebut thoriqoh mu’tabaroh atau tarekat yang resmi (disepakati) untuk diamalkan. Thoriqoh tersebut haruslah memenuhi beberapa kriteria , diantaranya:
- Mempunyai sanad muttashil kepada Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam
- Tidak bertentangan dengan syariat Islam
- Mursyidnya sudah memenuhi syarat:
a. Menguasai ilmu fikih dan akidah
b. Menguasai seluk beluk ilmu tasawuf
c. Mempunyai akhlak yang sempurna lahir dan batin
d. Mendapatkan izin/ijazah untuk tabiyah dari gurunya.
- Thoriqoh yang disepakati menurut keputusan muktamar
Di antara thoriqoh-thoriqoh mu’tabaroh (terkenal) ialah yang telah disebutkan, tetapi tarekat yang paling utama adalah thoriqoh ta’lim wa ta’allum (belajar mengajar). Tarekatini dimulai sejak zaman para sahabat. Bahkan ada sekelompok sahat yang mondok di Masjid Nabawi yang terkenal dengan sebutan Ashhabu al shufah. Mereka inilah yang berjasa besar mencatat riwayat-riwayat hadits yang diajarkan oleh nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Diriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash, Ia berkata: pada suatu hari Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam keluar menuju masjid. Beliau menjumpai dua kelompok majlis, yaitu majlis yang membicarakan fikih dan majlis pemanjatan doa. Beliau bersabda:
كلا المجلسين إليّ خيرا أمّا هؤلاء فيدعون الله تعالى وأمّا هؤلاء فيتعلّمون ويُفقِّهون الجاهلَ. هؤلاء أفضلُ باالتّعليم أُرسِلتُ ثمّ قَعد معهم (رواه أبو عبدالله بن ماجه)
“Kedua majlis ini baik sekali, yang ini berdoa keapda Allah. Sedangkan satunya lagi belajar dan memandaikan orang bodoh. Mereka ini (majlis yang membahas ilmu) lebih utama. Karena aku diutus untuk mengajar manusia. Setelah itu beliau duduk bersama majlisnya ahli ilmi.”
Ngaji atau sekolah di madrasah diniyyah, musyawaroh-musyawaroh ilmu agama, semacam bahtsul masail, majlis-masjlis ilmu seperti ini jelas-jelas lebih utama dari pada wieidan, dzikir, atau ibadah-ibadah sunah lainnya. Sebagaimana ungkapan Syekh Muhammad bin Umar Nawawi Al-Jawi (Imam Nawawi) dalam kitab Nihayatuz Zain Fi Irsyadil Mubtadi'in halaman 359:
“menyibukkan diri dengan berbagai ilmu lebih utama dari pada menyibukkan diri dengan dzikir –dzikir atau ibadah-ibadah sunah, meskipun seseorang tergolong awam. Menghadiri masjlis ilmu lebih baik baginya.”
Imam Syafi’i berkata:
وليس شيء بعد الفرائض أفضلَ مِن طلبِ العلم
“Tidak ada amal yang lebih utama setelah perkara fardhu dari pada mencari ilmu.”
Keutamaan thoriqoh ta’lim wa at ta’allum juga dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain:
1. Manfaat ilmu bisa dirasakan diri sendiri dan kaum muslimin, sedangkan ibadahmanfaatnya hanya dirasakan oleh diri sendiri.
2. Segala bentuk ibadah membutuhkan ilmu, sebab ibada yang tidak berlandaskan ilmu tidak akan diterima.
3. Pewaris pada nabi adalah pada ulama (ahli ilmu) bukan para ahli ibadah.
4. Ilmu akan abadi sepanjang masa, tidak seperti halnya ibadah.
Demikianlah takekat ini sangat cocok untuk kita lakukan sebagai seorang santri sekaligus mahasiswa/PELAJAR, jadikan belajar mengajar sebagai sebuah ibadah agar setiap ilmu yg kita pelajari ada nilai pahalanya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.