RITUAL PEMBUNUHAN KAUN YAHUDI

Oleh: Saad Saefullah
TIDAK ada kata yang pas selain menyebut Yahudi sebagai bangsa purba.”  (Arnold Toynbee, Sejarawan Inggris)
Mungkin Yahudi adalah salah satu agama dimuka bumi ini yang menjadikan pembunuhan dan kematian sebagai jalan penyatuan hidup bersama Tuhan. Pembunuhan dan darah adalah dua kata yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Yahudi dari zaman batu hingga masa kini. Jika setiap hari anda menyaksikan kengerian dan kebrutalan dari pembantaian yang dilancarkan Zionisme Yahudi di muka bumi ini, ketahuilah bahwa nenek moyang mereka telah memulainya ribuan tahun lamanya.
Adalah sejarawan terkemuka Yahudi, Josef Kastein (1860-1946), dalam bukunya History of Jews yang mengatakan bahwa yang menjadi dasar ritual pembunuhan bangsa yahudi karena menurut pandangan kaum Yahudi darah adalah tempat jiwa bersemayam.
Kaum  Yahudi zaman dahulu menjadikan darah orang Kristen untuk dikeluarkan dari tubuhnya lalu diminumnya. Mereka percaya bahwa dengan meminum darah tersebut, mereka akan meraih apa yang mereka inginkan. Mulai dari tubuh yang sempurna hingga otak yang memiliki kecerdasan segalanya.
“Because of this belief, the Jews are known to have practiced drinking blood since they made their first appearance in history,” tandas Willie Martin dalam tulisannya The History of Jewish Human Sacrifice.
Ritual yang dilaksanakan kaum Yahudi ini pun sangat mengerikan dan menakutkan. Satu orang korban bisa dibunuh secara bergerombol di tempat keramaian. Ada pula korban yang diikat tangannya, dan sebuah benda tajam mulai mencincang leher mereka. Tidak sedikit pula perut para korban digunting untuk mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Deras darah tersebut akan ditadah sebagai persembahan dalam jamuan ritual Yahudi. Tanpa ada gurat penyesalan atas matinya korban, para rabbi Yahudi tersebut malah sibuk mengeringkan darah untuk kemudian dituangkan ke dalam bejana berisi anggur dan roti. Dengan jemari kirinya, seorang Pendeta Yahudi akan mengaduk-aduk berbagai campuran yang sudah dimasukkan sambil membaca mantera  “Dam Issardia chynim heroff Jsyn prech harbe hossen mashus pohorus,” (EROD, VII, 12) yang artinya “Kami mohon agar Tuhan mau menurunkan sepuluh wabah atas semua musuh agama Yahudi (termasuk Islam).”
Kekejeman demi kekejaman seperti ini amat dimungkinkan oleh mereka, karena Yahudi adalah agama yang menganut teologi permusuhan. Maka tak heran, dalam melaksanakan ritualnya para pendeta Yahudi akan berdoa agar para goyim diberikan tempat di neraka. Goyim sendiri adalah orang-orang yang berada diluar agama Yahudi. Mereka beranggapan Goyim adalah makhluk najis bahkan lebih hina dari binatang seperti termaktub dalam ayat-ayat Talmud:
“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit,” (Orach Chaiim 57, 6a).
“Orang-orang Yahudi  disebut manusia, tetapi non-Yahudi tidak tergolong manusia. Mereka adalah binatang,“ (Talmud:  Baba  Mezia 114b)
Setelah mengucapkan mantera tersebut, sang Pendeta akan terlihat menangis. Tangisan haru yang tentu ditujukan bukan untuk mengasihi kita orang Islam yang menurut mereka akan dicemplungkan ke dalam api neraka neraka, namun tangisan itu lebih untuk menunjukkan pelampiasan emosional mereka dalam menjalani ritual.
Pesta Paskah Yahudi sendiri hanyalah satu dari kesekian festival yang dijadikan hari dimana ritual meminum darah dilakukan. Ia adalah perayaan yang diselenggarakan pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut  Nisan (Imamat 23:4;  Bilangan 9:3-5, Bilangan 28:16) atau bulan pertama kalender Ibrani selama delapan hari. Festival ini berakhir pada hari ke-21 Nisan di Israel, dan hari ke-22 Nisan di luar Israel dan dirayakan untuk memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Selama seminggu itu hanya roti yang tidak beragi yang boleh dimakan, sehingga hari-hari itu juga disebut Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Tua, muda, balita semuanya menjadi korban dari implementasi ajaran Kabbalah tersebut. Tidak ada sejarah pasti sejak kapan ritual pembunuhan mulai rutin dilakoni Yahudi, namun Willie Martin menjelaskan usia dari ritual ini hampir sama tuanya dengan orang Yahudi itu sendiri.
Selain Festival Paskah, Festival yang menjadi pelampiasan ritual pembunuhan Yahudi adalah Festival Purim. Festival ini adalah sebuah pesta kaum Yahudi yang dirayakan pada tanggal 14 dan 15 Adar (terakhir berlangsung 20 Maret 2011).  Pesta diselenggarakan dalam rangka peringatan atas pembebasan bangsa Yahudi oleh Mordekhai dan Ester di bawah raja Persia Ahasyweros. Dalam perayaan ini, banyak hal-hal unik dapat ditemui. Salah satunya adalah penampilan berbeda para pria Yahudi orthodox yang biasanya memakai busana hitam-hitam, begitu juga dengan para wanitanya.
Sehari sebelum Festival Purim dilaksanakan, para Yahudi ini larut dalam doa dan puja-puja kepada Tuhan-tuhan mereka. Tidak sedikit dari mereka juga menjalani puasa. Namun tidak ada yang tahu bahwa tersimpan cerita hitam dibalik perayaan yang memaksa Pemerintahan Israel kerap menutup jalur Gaza dan Tepi Barat ini.
Adalah Dr. Arnold Sepencer Leese (1878–1956), seorang Cendekiawan Barat yang sukses menyingkap kabut misteri Festival Purim yang teramu dalam bukunya, Jewish Ritual Murder. Dalam bukunya, Dr. Leese menceritakan kisah seorang pendeta Kristen asal Italia bernama Francois Antoinne Thomas yang bepergian ke Suriah guna melakukan  kerja amal kepada masyarakat setempat. Pada 5 Februari 1840, ia telah diminta oleh penduduk sebuah perkampungan Yahudi untuk mendermakan obat-obatan kepada Anak-anak di sekitat situ.
Saat pulang, Thomas berkenalan dengan seorang Yahudi yang bernama Daud Hariri dan memenuhi permintaan Daud untuk singgah di rumahnya. Tanpa mengetahui, undangan itu ternyata hanyalah sebuah satu perangkap. Di rumah Daud telah siap  beberapa orang Yahudi menunggu kedatangan Thomas.
Mereka adalah bapak-saudara Daud, 2 orang adik dan 2 orang Rabbi. Tanpa belas kasihan, kaki dan tangan Thomas diangkat,  mulutnya disumbat dengan sehelai sapu tangan.
Setelah hampir senja, seorang tukang gunting rambut bernama Sulaiman (seorang Yahudi) dipanggil untuk membantai Thomas. Tukang gunting itu agak takut-takut tetapi Daud sendiri mengeluarkan pisau lantas ikut terlibat sambil dibantu oleh Harun, Hariri, adik Daud.
Darah Thomas ditempatkan dalam sebuah tempat kemudian diberi kepada Rabbi Yaakub al-Antabi untuk diteruskan dalam sebuah acara. Rabbi Yaakub menyapu darah segar itu pada roti suci dan dipuja untuk hidangan Festival Purim yang bakal berlangsung pada 14 Februari 1840.
Mayat Thomas kemudian dipotong kecil-kecil  dan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Selepas itu mereka menunggu pula kedatangan pembantu Thomas,  Ibrahim Ammar yang datang untuk mencari keberadaan Thomas. Naas, Ibrahim menerima nasib serupa. Ia menjadi korban upacara Festival Purim yang ditunggu-tunggu golongan Yahudi itu.
Kasus inipun kemudian memancing perbincangan besar-besaran di masyarakat Eropa, Amerika, dan dunia Arab. Itu hanyalah satu kasus. Karena beberapa korban Purim lainnya juga mengalami nasib tragis.  
JIKA bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) tahu apa yang kita ajarkan terhadap mereka, mereka akan membunuh kami,” (Dibre David, Sarjana Yahudi).
Sabtu, 29 Januari 2011 rakyat Kota Sevastopol, Ukraina dibuat geger. Dua tubuh gadis belia berusia 10 dan 11 tahun ditemukan tergeletak tanpa nyawa. Dua korban ini dikabarkan menghilang sejak 4  Januari 2011 dan belum juga diketemukan hingga berminggu-minggu kemudian. Koran-koran Ukraina sempat mengabarkan kepergian dua gadis belia ini. Para polisi pun sibuk lalu-lalang mencoba menemukan jasad korban. Anak-anak digeledah dan foto kedua korban secara teratur ditampilkan rutin pada layar kaca. Setiap hari, puluhan peserta forum Sevastopol berkumpul disiang hari pada pusat perbelanjaan Ocean. Dengan kelompok kecil, mereka menyisir tiap wilayah dan memasang foto korban di tiap dinding. Akan tetapi, semuanya sia-sia hingga seekor anjing mencium bau di tengah kota ketika dibawa pemiliknya keluar rumah.
Kejadian inipun kemudian berbuntut panjang. Pihak ahli mengatakan tubuh korban ditemukan dalam kondisi tidak wajar. Bahwa bekas luka pisau menunjukkan mereka mulanya dilukai secara perlahan, dan kemudian dibunuh dengan tusukan pisau dengan intensitas satu hingga dua kali. Kedua tubuh korban pun juga terbelah menjadi empat bagian. Suatu tindak pembunuhan yang aneh untuk ukuran orang dewasa sekalipun.
Belum reda keterkejutan masyarakat atas aksi keji ini, Vitaly Kharamov Pemimpin masyarakat Cossack Crieman mulai memberikan titik terang siapa dalang dibalik pembunuhan sadis ini. Dalam kesimpulannya, modus pembunuhan dengan cara mematikan korban perlahan-lahan lewat tusukan ke tubuh korban hanya dapat dijumpai dalam ritual Yahudi. “Luka pisau pertama merupakan luka kecil, yang khas dengan tipikal untuk Talmud atau ritual Kabbalistik, metode ini digunakan untuk menghilangkan darah korban,” tandasnya seperti dilansir kantor berita Ukraina, New Region.
Rupanya ini bukanlah kejadian pertama yang menimpa negara di bagian Timur Eropa itu. Pada tanggal 3 Desember 2009, beberapa laman web dari Ukraina juga menampilkan fakta kasus penyelundupan 25.000 anak-anak warga Ukraina ke negara Israel. Tindakan tak berperikemanusiaan ini dipercayai bertujuan mengambil organ-organ anak-anak tersebut. Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh beberapa orang ahli akademik Ukraina dalam satu persidangan yang berlangsung di Kiev, Ukraina. Isu ini juga timbul selepas berita dari tabloid Swedia memunculkan isu pembunuhan warga sipil Palestina oleh tentera-tentera Israel guna mengambil organ tubuh mereka.
Ketika kita berbicara pembunuhan dalam doktrin Yahudi, maka kita tidak boleh melepaskan diri dari teologi Yahudi. Dari situlah ritual itu muncul bahkan dianjurkan. Willie Martin, seorang pengamat Sejarah Yahudi, menuding bahwa hukum-hukum rahasia Yahudi yang didasarkan pada prinsip dasar yang menyatakan: Hanya orang Yahudi adalah manusia menjadi dalang serangkaian aksi ritual kematian Yahudi. Bahwa semua non-Yahudi adalah binatang dan binatang boleh dimatikan. Konsekuensi logis dari kepercayaan ini makan Teologi Yahudi membuka ruang baginya untuk mencapai tujuan dengan segala cara. Persis seperti doktrin Machiavelli. “Orang Yahudi mungkin berbohong, menipu dan mencuri dari orang non Yahudi. Mereka mungkin memperkosa dan membunuh,” tegasnya ketika menulis The History of Jewish Human Sacrifice.
Jauh sebelum Willie Martin mengungkapkan fakta-fakta mengerikan tersebut, Herodotus seraong Sejarawan terkemuka di zaman Yunani Kuno sudah mengingatkan akan  bahaya ajaran Yahudi. Orang yang hidup pada abad keempat sebelum masehi ini digadang-gadang sebagai sejarawan pertama sekaligus peneliti adat pembunuhan Yahudi. Dalam tulisannya di Vol II halaman 45, Herodotus menemukan fakta bahwa telah menjadi kebiasaan ketika orang Yahudi mengorbankan para manusia untuk Dewa Molokh. Adat ini menjamur di berbagai umat Yahudi sebagai ritual yang harus dijalani. WRF Browning dalamKamus Alkitab-nya menyebutkan bahwa Molokh adalah dewa yang menjadi muara persembahan korban anak-anak di Tofet dekat Yerusalem. Meski berisi ritual yang diluar keimanan, ajaran Molokh sangat berkembang pesat di Wilayah Kanaan kuno dan sulit dibasmi oleh siapapun. Hal ini pun termaktub dalam Alkitab.
Bangsa-bangsa Kanaan mengorbankan bayi kepada dewa-dewa mereka sebagai bagian dari ritual keagamaan mereka. Perbuatan tercela ini dengan tegas dilarang oleh Allah (bd: Im 20:2-5; Yer 32:35)
Hal sama juga pernah ditemukan pada tahun 169 SM. Flavius Yosefus (37 M-Meninggal Abad 2 M), seorang ahli sejarah Yahudi dalam Againts Apion yang merupakan buku terbaik mengenai sejarah Yahudi mengetengahkan kisah ketika Raja Antokius Epifanes dari Syria mendapati seorang Yunani tengah mengumpat di sebuah kamar rahasia. Orang Yunani ini meminta sang Raja untuk menolong nyawanya. Alasan korban memang logis. Saat itu ada sebuah hukum berlaku bagi orang Yahudi untuk mengorbankan manusia pada waktu-waktu  tertentu di tiap tahunnya. Karenanya, mereka mencari orang asing yang bertujuan membuat tubuh mereka bugar. Jalannya sangat mengerikan. Yosefus menceritakan calon korban akan digelangan terlebih dahulu masuk ke dalam hutan. Ketika mereka tengah berada di hutan, maka orang-orang Yahudi ini akan memakan daging mereka. Sedangkan beberapa darah yang keluar akan menjadi jamuan minum mereka. Ironisnya, tanpa ada rasa bersalah terlebih dosa, sisa-sisa tubuh para korban terbuang ke dalam sebuah lubang. Sekali lagi kita harus ingat, bahwa dalam doktrin Yahudi kelompok Goyim adalah binatang. Dan binatang tidak pantas diperlakukan sama dengan manusia sempurna.
Raja Antokius Epifanes memang terkenal otoriter terhadap Yahudi. Sejak tahun 175 SM, ia banyak mengeluarkan kebijakan melarang praktik-praktik keagamaan Yahudi. Hingga pada tahun 167 SM, Matatias, bersama-sama dengan anak-anaknya yang lain, seperti Yehuda, Eleazar, Simom, dan Yonatan, mulai melancarkan aksi pemberontakan terhadapnya. Setelah kematian Matatias pada 166 SM, Yehuda mengambil alih pimpinan pemberontakan itu sesuai dengan pesan ayahnya sebelum meninggal dunia. Kitab 1 Makabe memuji keberanian dan bakat kemiliteran Yehuda, mengatakan bahwa sifat-sifat tersebut membuat Yehuda sebagai pilihan yang tepat untuk menjadi panglima yang baru. Nafsu Yahudi menggoyang kedudukan Antokius memang dipicu muatan teologis agar Yahudi bisa demikian bebas menjalankan segala ajarannya.
Kejadian demi kejadian pembasmian bangsa Non Yahudi dengan dalih ritual terus berlangsung hingga di abad-abad awal masehi. Pada tahun 418 Masehi, kabar menyeruak bahwa seorang anak laki-laki telah disalib oleh orang Yahudi. Kejadian ini berlangsung antara Aleppo (Suriah) dan Antokia (Turki). Satu tahun berikutnya antara Chalcis dan Antiokhia, kembali dilaporkan bahwa orang Yahudi telah mengikat anak laki-laki di kayu salib pada hari libur dan dicambuk hingga mati. Enam abad berikutnya, tepatnya pada tahun 1071 M, beberapa Yahudi dari Blois menyalib seorang anak selama perayaan Paskah. Tubuh anak itu diletakkan ke dalam karung dan dilemparkan ke dalam sungai. (Robert dari Mons, Senin Germ.. Versi. Script VI 520).
Dan yang paling menyeramkan terjadi di Norwich pada tahun 1114 Masehi. Seperti termuat dalam dokumen Acta Sancta, bahwa selama perayaan Paskah, St William telah diikat oleh orang Yahudi lokal. Ia digantung dari salib, dan darahnya terkuras dari luka di sisinya. Orang Yahudi menyembunyikan mayatnya di sebuah hutan. Dan proses ritual seperti itu masih terjadi sekarang ini. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi/islampos]
“Tidak ada yang lebih baik dari merayakan Paskah dengan memakan Matzah.”
KATA-kata di atas mendadak heboh ketika Ido Kozikaro, seorang pemain Basket Tim Nasional Israel mempostingnya di Facebook pada April 2012 lalu. Kalimat tersebut tentu bukan sembarang kalimat, karena jika anda seorang peneliti Yahudi khususnya teologi, maka anda akan menemukan bahwa Matzah adalah sebutan bagi roti tradisional yang dimakan orang Yahudi selama perayaan liburan Paskah dengan bahan baku darah anak laki-laki Muslim dan Kristen. Jadi Matzah bukan sekedar makanan biasa, dia murni ritus Kabbalah yang sama sekali tidak pernah dibawa oleh ajaran Tauhid Nabi Musa as.
Lantas apa yang terjadi pasca Kozikaro memposting status kontroversial tersebut? Ia mendapatkan caci maki? Sumpah serapah disana-sini? Tentu tidak, karena orang-orang Yahudi paham betul maksud Kozikaro. Yang terjadi adalah Komentar status pria kelahiran 8 Januari 1978 sontak banjir dukungan. “Kami berharap untuk berbagi ini denganmu,” tegas salah seorang kerabatnya.
Ritual mengkonsumsi darah anak itu sendiri bukanlah barang baru bagi kelompok Yahudi. Ritual ini telah menjadi dogma yang membumi dalam kepercayaan Kabbalah ribuan tahun lamanya. Meminum darah adalah simbol keperkasaan, kekuatan, hingga kebanggaan bagi seorang Yahudi. Tidak jarang ritus meminum najis ini mendapatkan legitimasi imani yang berangkat dari doktrin Bible. Thomas of Cantimpré (1201-1271), seorang Teolog Katolik Roma yang juga Profesor Filsafat kenamaan Gereja pernah menulis secara khusus terkait hal ini. Ia mengatakan adalah sangat meyakinkan bahwa orang-orang Yahudi di tiap tahunnya mengumpukan darah-darah orang Kristen untuk para jema’at Yahudi. Karenanya tidak heran dalam injil Mathius termaktub sebuah ayat persembahan darah seorang anak Kristen. 
“Darahnya adalah tanggungan kami, dan anak-anak kami” (Matius 27:25).
Injil Matius sendiri menempati urutan pertama dalam Perjanjian Baru dan dianggap kitab paling berbau Yahudi. Injil ini murni dibentuk oleh wolrdview Yahudi baik dalam teks maupun spirit dibaliknya. “Walaupun ditutup dengan pakaian Yunani, buku itu tetap berbau Yahudi dan menunjukkan ciri-ciri Yahudi,” beber A. Tricot, seorang pakar Bible.
Hingga kini kita ketahui bersama banyak anak Palestina diculik dan dibunuh oleh tentara Yahudi. Tengah malam buta, para tentara menjemput paksa mereka untuk digiring menuju ke penjara. Ironisnya mereka pun tidak pernah mendapatkan keadilan dalam proses persidangan. Tuduhan demi tuduhan sengaja dibuat oleh para tentara  dari mulai menganggu keamanan Israel hingga melempar batu  ke wajah tentara semata-mata sebagai alibi untuk menahan anak-anak Palestina. Hal inilah yang terjadi pasca Intifadah pertama tahun 1987-1993. Nasib ribuan anak Palestina tidak pernah dapat diindentifikasi dan menghilang bak ditelan bumi. Tanpa memiliki rasa belas kasih, Rabi Yahudi bernama Yitzhak Shapiro justru menyatakan bahwa :
pembunuhan terhadap anak-anak Palestina, bahkan bayi sekalipun adalah tindakan sah. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap pembunuhan itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah.
Menurut sejumlah kesaksian, sepanjang sejarah manusia, Yahudi biasa menculik anak-anak atau para pemuda non-Yahudi atau yang mereka sebut Goyim dan menjadikan mereka “tumbal” untuk ritual pembunuhan pelan-pelan yang menyakitkan dengan luka yang biasanya 33 luka tidak mematikan, membiarkan darah mereka menetes hingga korban itu meninggal dunia.
Bukti keterlibatan ritual sebagai otak dibalik pembunuhan anak-anak dan remaja muslim kian diteguhkan oleh  Dr Umayma Ahmad Al-Jalahma dari Raja Faisal University. Ahad, 10 Maret 2002, Dr Al Jalahma sempat membuat heboh ketika menulis artikel berjudul “The Jewish Holiday of Purim” di harian Al Riyadh, sebuah harian terkemuka milik pemerintah Saudi. Artikel yang menyoroti kebiadaban ritual Yahudi di Ar Riyadh ini tentu menjadi sangat luar biasa. Terlebih hubungan Arab dan Amerika sempat menegang pasca serangan 11 September 2001. Dalam dua bagian, Dr Al Jalahma menyoroti secara khusus ritual dalam Pesta purim ketika para pemuda muslim dan Kristen menjadi tumbal ajaran sesat Yahudi. Metodenya pun sangat mengerikan. Ia menulis,
“Mari kita memeriksa bagaimana darah para korban ditumpahkan. Untuk hal ini, sebuah jarum digunakan untuk mengucurkan darah ke dalam tong yang seukuran tubuh manusia. (Jarum ini) menembus tubuh korban ... dan darah korban mulai menetes dengan lambat.  Dengan demikian, korban menderita siksaan yang mengerikan – siksaan yang memberi kenikmatan para vampir Yahudi karena mereka sangat hati-hati memantau setiap detail dari darah yang tumpah dengan kesenangan dan cinta yang sulit untuk dipahami.”
Ironisnya, setelah “pertunjukan” ini selesai dilaksanakan, para rabi Yahudi betul-betul membuat ummat-Nya bahagia di masa liburan mereka. Ia melayani jema’atnya secara syahdu dengan hidangan kue-kue di mana darah dan manusia telah menyatu.
Dr. Al Jalahma menyatakan metode pembunuhan yang digunakan untuk anak-anak dan pemuda ini pun berbeda-beda. Setidaknya penghabisan nyawa lewat jarum hanyalah satu metode diantara metode lainnya. Selain itu para rabi Yahudi juga biasa membunuh korbannya dengan cara menyembelih leher korban. Ia melanjutkan,
“Ada cara lain untuk menumpahkan darah yaitu darah korban dapat disembelih layaknya domba disembelih, dan darahnya dikumpulkan dalam sebuah wadah. Atau, pembuluh darah korban bisa dibelah dibeberapa tempat membiarkan menguras darahnya dari tubuhnya, dan mereka membiarkan darah para korban terkuras dari tubuhnya … Darah ini sangat hati-hati dikumpulkan oleh para ‘rabbi, pendeta Yahudi, dan seorang koki yang mengkhususkan diri untuk mempersiapkan berbagai jenis kue.”
Ya sebuah data mengerikan mengenai kasus pembunuhan seorang anak demi tumbal bernama ritual Yahudi. Kisah pilu nasib anak-anak muslim Palestina hingga kini terus menjadi luka yang entah kapan bisa terobati. Anak Palestina, Libanon, Suriah, atau bahkan anak kita mungkin hanya menunggu waktu yang pada gilirannya akan menjadi korban berikutnya dalam perayaan-perayaan Yahudi. “Karena ini bagian dari perintah agama kami!” kilah Rabbi Yitzhak Shapiro, secara jujur dalam bukunya The King’s of Torah.
Wahai Anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari ahli kitab (Talmud) daripada ayat-ayat Taurat.” (Talmud Kitab Erubin: 2b edisi Soncino).
MEMANG tidak berlebihan ketika seorang Sarjana Yahudi bernama Dibre David begitu memendam kekhwatiran melihat ajaran agamanya. Menurutnya, Yahudi berada dalam posisi terancam. Bagaimana tidak, Yahudi adalah satu-satunya agama yang paling rasis diskriminatif ketika berbicara agama lain. Superioritas diatas ras menjadi pijakan yang membuat Yahudi berkembang menjadi agama “tanpa otak” ketika berbicara manusia. Bahwa telah menjadi rahasia umum teks-teks dalam Talmud begitu pongahnya kala menyentuh pembahasan Goyim (orang di luar Yahudi). “Jika mereka tahu ajaran kami, maka mereka akan membunuhi kami,” tandas Dibre.
Kekhwatiran Dibre David bisa jadi sangat beralasan, sebab Willie Martin dalam The History of Jewish Human Sacrifice mensinyalir ayat-ayat Talmud telah menjadi pemicu dibalik serangkaian ritual pembunuhan yang dilakukan oleh Yahudi. Bahkan Prof. Dr. Muhammad Abdullah Asy Syarqawi, Guru Besar Perbandingan Agama dalam bukunya Talmud: Kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkanmenyimpulkan bahwa Talmud nyatanya tidak saja menjelaskan konsep utama mengenai spiritualitas Yahudi, tapi juga memprovokasi lahirnya kebencian tanpa dasar kepada orang-orang di luar Yahudi. “Apa boleh buat, kini buku karya para rabbi Yahudi ini sudah menjadi sebuah ‘Kitab Suci’ yang menjadi dasar agama dan pedoman hidup (way of life) bagi mereka. Dari buku ini mereka menyandarkan kesucian sikap dan hukum-hukum pergaulan mereka dengan pihak luar dan dalam Yahudi. Talmud sudah mempersembahkan kepada mereka sebuah surga jiwa yang abadi, yang menjadi rujukan secara serampangan sambil lari dari dunia luar (non Yahudi),” tegas Asy Syarqawi dalam pengantar bukunya.
Menurut Willi Martin, dengan mendasarkan diri bahwa hanya orang Yahudi yang pantas disebut manusia sedangkan kelompok lain adalah binatang, maka tak heran dalam Talmud beredar luas berbagai ayat yang menunjukkan begitu murahnya nyawa seorang non Yahudi. Diantaranya seperti beberapa ayat yang dikutip berikut ini:
“Diizinkan untuk mengambil tubuh dan kehidupan non-Yahudi.” (Sefer Ikkarim IIIC, 25)
 “Ini adalah hukum untuk membunuh siapa pun yang menolak Taurat (Talmud – Sanhedrin 59B). “(Dan) Orang Kristen termasuk yang menolak Taurat (Talmud) ” Coschen Hamischpat 425, Hagah 425, 5).
 “Setiap orang Yahudi, yang menumpahkan darah orang durhaka (non-Yahudi), sama dengan mempersembahkan kurban kepada Allah.” (Bammidber Raba, c 21 & Jalkut 772).
Keleluasaan Yahudi untuk membunuh orang-orang diluar kelompoknya semakin dimotivasi dengan kutipan beberapa ayat Talmud lainnya. Salah satunya adalah penyebutan derajat manusia non Yahudi yang sama hinanya dengan seekor hewan. Karenanya dengan hal ini Talmud hanya ingin berpesan: Yahudi tidak perlu risih apalagi menunjukkan penyelasan mereka sebagai manusia tanpa belas kasih!
“Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi bukanlah manusia. Mereka adalah binatang.” (Talmud: Baba Mezia 114b)
“Para Akum (Negro) adalah seperti anjing Ya, Alkitab mengajarkan untuk menghormati anjing lebih daripada Akum itu.”  (Ereget Raschi EROD. 22 30)
“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)
“Meskipun Allah menciptakan non-Yahudi, mereka masih seekor binatang dalam wujud manusia. Hal ini tidak menjadikan seorang Yahudi sedang dilayani olehhewan. Oleh karena itu ia akan dilayani oleh binatang dalam bentuk manusia “(Midrasch Talpioth, hal 255,. Warsawa 1855).
“Orang non-Yahudi yang hamil, tidak lebih baik dari hewan yang hamil.” (Coschen Hamischpat 405)
“Jiwa-jiwa non-Yahudi datang dari roh-roh najis dan disebut babi.” (Jalkut Rubeni gadol 12b)
“Meskipun orang-orang non Yahudi memiliki struktur tubuh yang sama seperti seorang Yahudi, namun jika dibandingkan dengan Yahudi, maka mereka bagaikan monyet dengan manusia.” (Schene Luchoth Haberith, hal. 250b)
Oleh karena itu, orang Yahudi tidak boleh lupa bahwa dalam setiap tarikan nafasnya mereka harus menyadari bahwa mereka tengah hidup diantara binatang. Baik ketika menyantap makanan:  ”Jika Anda makan dengan non-Yahudi, itu sama halnya dengan makan dengan anjing.” (Tosapoth, Jebamoth 94b). Menyambut kematian:“Jika seorang Yahudi memiliki pembantu non-Yahudi dari pembantu tersebut meninggal, maka orang tidak boleh mengungkapkan rasa simpati untuk orang Yahudi itu, namun cukuplah Anda  memberitahu kepada orang Yahudi bahwa Tuhan akan menggantikan kerugian anda, “sama seperti jika salah satu dari lembu atau keledai itu telah meninggal.” (Jore Dea 377, 1). Maupun berhubungan seksual: “Hubungan seksual antara non-Yahudi adalah seperti hubungan dengan binatang.” (Sanhedrin 74b)
Dan fakta mengerikan dari “ayat-ayat setan” ini tidak hanya menggantung dalam teori-teori teologi Yahudi, tapi juga menjelma dalam praktik pembunuhan massal yang dieksekusi oleh orang Yahudi. Tahun 1917 adalah tahun sejarah kelam bagi umat Kristiani. Tak kurang dari 35 juta jiwa nyawa mereka melayang ditangan kepemipinan Orang-orang Yahudi pernah memberontak di Rusia pada tahun 1917 dan mendirikan Bolshevisme dibawah kepemimpinan Marxist Rusia seperti Leon Trotsky, Sinojeff dan tokoh-tokoh Yahudi lainnya. Para korban ditembak, disiksa, dan dibiarkan mati kelaparan. Dan di Hungaria, di bawah pimpinan seorang Yahudi Bolshevik bernama Bela Kuhn (1886-1938), sebuah pembantaian mengerikan telah disiapkan di mana puluhan ribu orang Kristen dibunuh.
Oleh karena itu, tepatlah hingga kini Yahudi merasa “berhak”memberondong anak-anak Palestina tanpa pernah merasa berdosa, merampas wilayah Palestina tanpa pernah sungkan bertanya siapakah pemilik sesungguhnya, membiarkan para tatawanan Palestina menderita sakit hingga kematian menghadapinya, “Karena Talmud,” tandas Prof. Asy Syarqawi ketika memberikan pengantarnya bukunya, “adalah inspirator utama bagi pergerakan Zionisme di seluruh dunia.”
“Apabila seorang Yahudi membutuhkan hati, lalu apakah boleh diambilkan hati dari tubuh orang non Yahudi yang tidak berdosa demi menyelamatkan seorang warga Yahudi ? Taurat sangat mungkin memfirmankan bahwa perbuatan seperti itu adalah kosher (halal)”
Kata-kata di atas diucapkan oleh Rabbi Yitzhak Ginsburgh dan dilansir oleh media terkenal Israel, The Jewish Week, pada Jum’at, 26 April 1996. Nama Ginsburgh tentu bukanlah nama yang asing di kalangan Yahudi. Pria kelahiran tahun 1944 ini terkenal sebagai seorang Rabi Amerika yang lahir di Israel. Buku-bukunya pun tersebar luas di kalangan Yahudi menjadi rujukan untuk mendalami agama Yahudi  sepertiAdamah Shamayim Tehom, (1999) Ahava (2010) Al Yisrael Ga’avato (1999)  Ani L’Dodi (1998) Kumi Ori(2006) Lahafoch Et Hachoshech L’ori (2004) dan masih banyak lagi.
Pernyataan Ginsburgh tersebut tentu menjadi kontroversial karena dikeluarkan untuk menjawab polemik seputar hukum menggunakan organ tubuh “manusia” di luar Yahudi. Penulis sengaja mengapit tanda kutip karena selama ini sejumlah literatur Yahudi sudah kadung memvonis bahwa orang non Yahudi lebih hina daripada babi yang sakit. Akan tetapi, jawaban Ginsburgh ternyata diluar perkiraan umat Yahudi pada umumnya. Dengan lantang, dekan sebuah Sekolah Agama Yahudi di Israel ini memberikan fatwa boleh dalam kasus ini. Ginsburg beralasan nyawa seorang Yahudi memiliki nilai yang tiada terkira. Maka, keselamatannya boleh diperjuangkan meski harus mengambil organ tubuh orang non Yahudi. Sekali lagi orang non Yahudi: “Karena Yahudi lebih suci dan unik dibanding dengan nyawa bangsa lain,” tandas Ginsburg.
Meski kebanyakan warga Israel menolak pandangan seperti ini, namun Rabbi Moshe Greenberg yang ahli tentang pandangan-pandangan kitab-kitab suci Israel, justru memperkuat alibi Ginsburg. Ia  menyatakan bahwa pemanfaatan organ tubuh seorang Goyim -suka tidak suka- memang dibolehkan karena firman-firman Yahudi mengamini itu. Lebih jauh Profseor dalam Hebrew University ini, seperti dikutip oleh Abdi Al Haqq dalam bukunya Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim Palestina, menyatakan bahwa firman-firman kitab suci seperti itu murni masuk secara teoritis dalam kitab-kitab tersebut, karena pada waktu itu umat Yahudi memang tidak kuasa untuk melaksanakannya. Namun, saat ini menurutnya hukum tersebut masih berlaku tidak saja ketika Yahudi sudah memiliki negara, namun ketika sudah kuat sekalipun.
Rupanya fakta yang selama ini ditutupi Yahudi satu per satu mulai muncul ke permukaan. Sikap cuci tangan Israel atas tuduhan pencurian organ tubuh muslim Palestina pun menjadi sangat naïf untuk didengar. DR. Yehuda Hiss, Direktur Kamar Mayat Israel antara tahun 1988 hingga 2004 menjadi salah satu Tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas misteri yang menimpa organ tubuh muslim Palestina. Nasib pilu mesti dialami rakyat Palestina karena mereka tidak saja dizalimi, dibunuh, tapi mayatnya juga harus menjadi “tumbal” demi kepentigan Yahudi.
Pada tahun 2000, koran Israel Yediot Ahronot sempat memuat laporan hasil investigasi yang mengungkapkan bahwa DR Yehuda Hiss kedapatan kerap mencopot organ tubuh tanpa izin. Mayat syuhada Palestina tersebut diisi dengan gagang sapu dan kapas yang dipotong-potong sebelum penguburan. DR Yehuda Hiss kemudian dituding terlibat dalam penjualan organ tubuh manusia yang terdiri dari kaki, paha, indung telur, payudara, hingga (maaf) buah zakar. Namun uniknya meski fakta demikian terang benderang hampir tidak ada tindakan yang dilakukan Pemerintah Israel atas fakta tersebut. Semakin kuat Israel memungkiri tindakan kejinya, semakin bukti berdatangan untuk memperkuat realita itu. Keluarga korban pun menuntut pertanggungjawaban dengan menyeret Israel ke Mahkamah internasional.
Sebuah tayangan video berdurasi 57 menit akhirnya berhasil mengungkap bagaimana DR. Yehuda Hiss memberikan “restu” untuk mencuri organ-organ tubuh, memberikan instruksi kepada para dokter untuk melakukan hal tersebut, dan terkadang dia sendiri yang melakukan pencurian organ tubuh. “Kami tidak akan mencongkel seluruh bagian bola mata, kami hanya akan memotong bagian kornea mata kemudian menutup kembali mata (jenazah),” kata Hiss dalam video itu. Israel murka, dan mengancam akan memperkarakan tiap wartawan yang mengangkat kasus itu.
Kasus pencurian organ muslim ternyata tidak saja terjadi di Palestina. September 2009, Amerika pernah dibuat gempar atas penangkapan seorang Rabi Yahudi di Amerika yang merupakan pimpinan mafia internasional perdagangan organ manusia dan penculikan anak-anak dari Aljazair oleh pihak kepolisian New York.
Pria Yahudi yang di tangkap tersebut merupakan salah satu dari sindikat yang terlibat dalam isu perdagangan organ yang terungkap baru-baru ini. Dr. Mustafa Khayati, direktur Komisi Nasional Aljazair untuk Peningkatan Kesehatan dan Pengembangan Penelitian, kepada harian “al Khabir” Aljazair, mengatakan, “Penangkapan mafia ini terjadi setelah penyelidikan Interpol menunjukkan bahwa anak-anak Aljazair diculik dari kota-kota barat Aljazair dan dibawa ke Maroko, untuk diselundupkan ginjal mereka ke “Israel” dan Amerika Serikat; dijual dengan harga antara 20 ribu dan 100 ribu dolar untuk setiap satu ginjalnya.”
Khayati menjelaskan geng ini sengaja menculik anak-anak dari Aljazair kemudian dilakukan operasi terhadap mereka di Maroko, sebelum diekspor dan dijual di entitas Zionis Israel dan Amerika Serikat. Para dokter yang aktif dalam masalah ini dibekali dengan peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi jenis ini. Tidak dijelaskan kapan terjadinya penangkapan seorang Yahudi Amerika yang memimpin aksi pencurian organ anak-anak Aljazair tersebut. Khayati menjelaskan bahwa penangkapan jaringan yang dipimpin oleh orang Yahudi ini tidak berarti bahwa bahaya telah berlalu; para spesialis dan pengamat ini menegaskan bahwa ada kelompok-kelompok Yahudi lainnya yang masih aktif di beberapa negara Arab.
Setelah kasus ini menyeruak dikabarkan bahwa pemerintah Amerika Serikat meringkus sebanyak 44 orang, di antaranya adalah para Rabi Yahudi dan dan para pemimpin kota di wilayah New Jersey, setelah mereka dituduh terlibat dalam kegiatan pencucian uang dan penjualan organ tubuh manusia.
Kasus tidak berhenti disitu. Harian terkemuka Swedia, Afonbladet sempat membuat berang Israel ketika menaikkan artikel berjudul “Mereka Merampas Organ Tubuh Anak-Anak Kami.” Dalam artikel itu disebutkan bahwa tentara-tentara Zionis menculik anak-anak muda Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Anak-anak muda itu dikembalikan lagi pada keluarganya dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang tidak lagi utuh.
Seorang lelaki Palestina asal kota Nablus, pada wartawan Aftonbladet mengaku bahwa kerabatnya dijadikan donor organ tubuh secara paksa oleh tentara-tentara Zionis. Tidak sedikit warga Palestina menjadi korban atas aksi biadab pasukan Zionis tersebut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu Aftonbladet juga membeberkan peristiwa yang terjadi tahun 1992, ketika seorang aktivis muda Palestina ditangkap oleh tentara Zionis di kota Nablus. Aktivis itu ditembak di bagian dada, di perut dan di kedua kakinya kemudian dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh tentara-tentara Zionis itu.
Jenazah pemuda Palestina bernama Bilal itu baru ditemukan lima hari kemudian dalam kondisi mengenaskan. Menurut Aftonbladet, saat ditemukan, kondisi Bilal saat menyedihkan. Luka menganga di bagian dadanya menjadi bukti penyiksaan macam apa yang telah dialami Bilal.
Hingga kini para Rabi Yahudi mengklaim bahwa tindakan itu adalah sah bagi Israel. Mereka menilai Yahudi memiliki hak untuk melakukan pembunuhan atau penjualan organ tubuh muslim palestina dan anak-anak muslim lainnya dimanapun mereka berada.
“Setiap orang Yahudi, yang menumpahkan darah orang durhaka (non-Yahudi), sama dengan mempersembahkan kurban kepada Allah.” (Bammidber Raba, c 21 & Jalkut 772).
Entah sampai kapan hal ini terus terjadi? Kita yang bisa menjawab pertanyaan itu. Ya, kita umat Islam.
SENIN 1 Mei 1989 mungkin menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi presenter ternama, Oprah Winfrey. Tampil membawakan tema talk show kontroversial bertajukMexican Satanic Cult Murders, Oprah ditantang untuk menguak jaringan dan praktek ritual berdarah Yahudi di Chicago. Untuk itu, seorang pemudi Yahudi Chicago aseli Meksiko (29 tahun) dihadirkan demi memuaskan rasa penasaran pemirsa. Namun ia tidak berani mengungkapkan identitas aselinya. Ia memilih aman dengan menggunakan nama samaran, Rachel.
Apa yang terjadi? Sungguh diluar dugaan. Rachel mengungkapkan secara telanjang mengenai doktrin berdarah dalam tradisi olkutisme dalam agamanya. Ia sendiri mengaku sebagai salah satu pelaku yang turut berpartisipasi dalam ritual mengorbankan bayi. Yang menarik adalah, sang gadis muda itu tidak bepartisipasi dalam sekte okult manapun, tapi dia melakukannya karena memang dia seorang Yahudi.
“Orang tentunya mengira anda adalah seorang Yahudi yang baik, namun ternyata kalian semua memuja setan di dalam rumah kalian?” selidik Oprah tidak percaya. Dan Rachel kemudian menegaskan, “Benar. Ada banyak keluarga Yahudi lainnya di seluruh Amerika Serikat yang melakukan hal itu, bukan hanya keluarga saya.”
Artinya, Rachel merasa bahwa praktik keji ini tidak hanya menjadi monopoli keluarganya, tapi juga jamak dilakukan oleh keluarga Yahudi manapun di dunia. Bahkan Rachel turut menuding ritual pembunuhan terhadap bayi ini terkait erat dengan kasus pembunuhan yang melenyapkan nyawa tiga belas orang di Matomoros, Meksiko.
Mendengar penjelasan Rachel, sontak presenter berkulit hitam itu terkejut. Ia mengaku hari itu adalah kali pertama ia mendengar tentang orang Yahudi mengorbankan anak-anak. Rachel sendiri merasa terpaksa melakukan hal itu. Tidak ada sedikitpun niatnya untuk menghabisi nyawa makhluk tak berdosa seperti bayi. “Ketika saya masih sangat muda, saya dipaksa untuk berpartisipasi dalam ritual itu, dan yang saya harus mau mengorbankan bayi,” kenangnya.
Akibat kuatnya intensitas ritual pembunuhan bayi tersebut, Rachel mengalami kemerosotan jiwa yang mendalam. Adegan pembunuhan mengerikan yang tiap saat dilakukanya turut berdampak terhadap kondisi psikologisnya. Dokter memvonisnya mengidap kepribadian ganda. Kini, Rachel pun diharuskan mengikuti proses terapi psikiatri guna memulihkan kondisi mentalnya.
Kasus tidak berhenti di situ. Pasalnya, Rachel kemudian membocorkan sebuah rahasia bahwa sejumlah aparat keamanan turut bertanggungjawab terhadap masalah ini. Menurutnya, pihak kepolisian sudah mengetahui ritual-ritual kriminal yang dilakukan oleh kelompok Yahudi, namun tekanan dari otoritas keamanan Amerika yang telah dikuasai Yahudi membuat tradisi okult ini berjalan tanpa pernah ada tindakan pencegahan.
Tak selang berapa lama, kasus ini pun menjadi pemberitaan hangat di Amerika. Kelompok Yahudi mengecam Oprah Winfrey yang dituding melakukan propaganda antisemit. Sikap ‘riang’ Oprah saat wawancara Rachel membuat kelompok Yahudi berang bukan kepalang. Stasiun televisi di seluruh negeri seperti New York, Los Angeles, Houston, Cleveland, Washington DC pun ikut menjadi pelampiasan atas kemarahan kaum Yahudi. Mereka kemudian menuntut Oprah meminta maaf karena telah menayangkan acara yang dapat membuat Yahudi berada dalam ancaman. Oprah tidak bisa berbuat banyak. Jaringan media yang hampir seluruhnya dikuasai Yahudi membuat wanita kelahiran 1954 itu mengutararakan penyesalannya.
“Kami semua puas bahwa Oprah Winfrey dan stafnya tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun dan bahwa Oprah benar-benar menyesal karena pelanggaran atau kesalahpahamannya, ” kata pemimpin komunitas garis keras Yahudi, Anti Defamation League, Barry Morrison.
Namun apa yang dilakukan Oprah berbanding terbalik dengan Rachel. Ia akhirnya membuka identitas aselinya dan semua orang tahu bahwa Rachel adalah nama samaran dari Vicky Polin. Setelah selesai menjalani terapi psikologis, ia tampil kedepan dengan mendirikan pusat rehabilitasi dan advokasi bagi orang-orang yang memiliki nasib sama dengannya. Polin menamakannya: The Awarennes Centre. Baginya, kegilaan ajaran okultisme Yahudi harus diungkap.
Melalui situs Web-nya, www.theawarenesscenter.org, Polin menerima keluhan dari Yahudi di seluruh dunia. Dia mengatakan situs ini dikunjungi oleh sekitar 15.000 orang setiap bulan dan terlibat dalam proyek-proyek konseling sekira 60-80 jam per minggu. Namun meski mendapatkan banyak dukungan, sebagian Rabi dan tokoh Yahudi turut mengecamnya. Mereka menilai Polin berusaha membalaskan dendamnya kepada Yahudi. “Di beberapa tempat, kami dipandang sebagai pahlawan dan dalam beberapa kita dipandang sebagai gila atau ingin membalas dendam,” tandasnya seperti dikutip dari The Jewish Week, Maret 2004.
Tantangan Polin untuk menyadarkan aktor-aktor pembunuh maupun para korban yang selamat, bisa dikata terbilang berat. Kasus demi kasus terus terjadi sampai saat ini. Ada yang terungkap, ada pula yang berhenti di tengah jalan. Kegigihan keluarga korban menjadi salah satu kunci dalam membuka praktik-praktik sadis seperti ini.
Di daerah asalnya sendiri, Meksiko, kasus pembunuh yang berlandaskan tradisi olkutisme masih sering terjadi. Pada akhir Maret 2012, misalnya, Meksiko kembali dikejutkan dengan penangkapan tujuh anggota kultus setan yang diduga mengorbankan anak laki-laki berumur 10 tahun dan seorang wanita 44 tahun. Pemimpin kelompok itu adalah Silvia Meraz. Ia meyakini bahwa mempersembahkan korban manusia untuk Kultus Kematian Kudus (La Santa Mmuerte) akan membawa berkah berupa keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi mereka. Kasus ini sendiri terungkap setelah Jaksa membuka investigasi atas aduan dari pihak keluarga dimana kolega mereka yang bernama Yesus Octavio Martinez dilaporkan hilang selama 10 tahun.
Para tersangka lainnya mengaku bahwa Meraz membujuk enam anggota keluarga untuk membunuh tiga orang pada waktu yang berbeda, yakni membunuh seorang wanita dewasa dan dua anak-anak. Meraz adalah penghasut dari tiga pembunuhan dan berpartisipasi langsung dalam dua dari pembunuhan, kata Jose Larrinaga, Juru Bicara Jaksa Agung Meskiko.
“Ritual itu diadakan pada malam hari, mereka menyalakan lilin. Kemudian mereka mengiris nadi korban, sementara mereka masih hidup. Kemudian mereka menunggu korban kehabisan darah sampai mati, dan mengumpulkan darah di sebuah tempat. Ada pula yang dipotong lehernya. Preferensi wanita itu untuk memotong leher korban, dengan alasan bahwa Kematian Kudus lebih suka seperti itu dan akan memberitahu mereka di mana ada uang untuk mencuri, yang akan menjadi bagian dari hadiah atas persembahan mereka,” sambung Larrinaga seperti dilansir unmid.com
Kultus Kematian Kudus, populer di kalangan pedagang obat bius dan beberapa penjahat Meksiko lainnya, adalah campuran dari agama Kristen, tradisi India dan kepercayaan Paganisme yang muncul pada 1940-an di lingkungan Kota miskin Meksiko dan kemudian menyebar di seluruh negeri. Sekte ini telah dikutuk oleh Vatikan dan tidak diakui sebagai aliran Kristiani oleh pemerintah Meksiko. Mereka mengklaim memiliki lima juta anggota di seluruh dunia, memiliki gereja utamanya di Mexico City.
SENIN, 23 Januari 2006 ada pemandangan tidak biasa di Malaysia. Dewan Fatwa Nasional negara Malaysia, mengeluarkan fatwa berisi pelarangan bagi umat Islam di negara jiran itu untuk ikut ambil bagian dalam jenis musik heavy metal terutama yang beraliran black metal. Pelarangan ini pasti bukan tanpa sebab. Para ulama Malaysia memang terkenal tegas pada akidah. Benar saja, Dewan Fatwa menganggap Black Metal telah memasukkan unsur-unsur ‘pemujaan setan’ dan sumpah serapah terhadap Tuhan. Selain itu, grup musik yang beraliran metal ini cenderung melakukan pelanggaran yang diatur norma agama seperti minum minuman beralkohol dan seks bebas.
Black metal sendiri muncul pada awal tahun 1980an, mendahului munculnya aliran-aliran musik metal ekstrim yang makin beragam dan ikut melibatkan unsur permainan ‘Ilmu Hitam’. Akar musik black metalini diciptakan oleh seorang gitaris asal Norwegia Øystein Aarseth (1968–1993). Ia menyebarkan kampanye anti Kristen, menghina Tuhan dan mengagungkan setan lewat lagu-lagunya. Musik ini kemudian mulai mendapat perhatian di Malaysia pada 2001 setelah sejumlah media massa mengekspos berita seorang anak muda penggemar musik black mulai melakukan ritual minum darah.
Darah sendiri memang memiliki tempat tersendiri dalam jamuan paganisme maupun berbagai aliran musik yang menyertakan peran Yahudi dibaliknya. Januari 2012, misalnya, Dailymail sempat melansir pengakuan salah satu pekerja Hotel Intercontinental, London yang melihat Ratu Illuminati yang juga pennayi kontroversial Lady Gaga meninggalkan cairan mirip darah dalam jumlah besar di bak mandi hotel. Sumber lainnya juga mengungkapkan bahwa semua staf hotel sangat yakin Gaga telah mandi di sana, atau setidaknya menggunakan cairan itu untuk mendandani kostumnya yang selalu super aneh di atas panggung.
Tidak hanya itu, jika anda pernah melihat rekaman konser Lady Gaga di New York (durasi dua jam) kita dapat menyimpulkan betapa pintarnya Gaga menyelipkan berbagai macam penerjemahan Teologi Yahudi baik dalam simbol, lirik, maupun tarian. Setelah konser berlangsung selama 1 jam, Gaga pun tampil dengan kostum minimalis dengan simbahan darah merah di tubuhnya.
Pertanyaannya adalah kenapa darah menjadi sedemikian penting dalam Yahudi? Arnold Lesse pengarang Jewish Ritual Murder memiliki jawabannya. Menurutnya, meskipun kebencian terhadap Goyim menjadi motif utama Yahudi melaksanakan ritual darahnya, namun tradisi yang mengasosiasikan darah sebagai ide penebusan dosa juga tidak bisa dipinggirkan. Lesse menjelaskan bahwa berkembang pemikiran di beberapa orang Yahudi bahwa mereka tidak dapat diselamatkan atau kembali ke Bukit Sion kecuali setiap tahun darah seorang Kristen harus ditumpaghan demi konsumsi ritual.
Prof. Dr Ahmad Syarkawi, dalam bukunya Talmud: Kitab Hitam Yahudi Yang Menggemparkanmenjelaskan fakta Arnold Lesse sebelumnya bahwa ide penebussan dosa (atonement) menjadi pemicu dibalik serangkaian aksi penghabisan nyawa non Yahudi. Dalam bab yang berjudul Tidak Boleh Hari Raya Berlalu Begitu Saja Tanpa Memukul Leher Seorang Nasrani dijelaskan bahwa Rabbi Eliezar berkata.
“Boleh memotong kepala orang bodoh (seorang penduduk dunia fana] pada hari raya Atonement jika hari itu bertepatan dengan hari Sabtu. Lalu murid-muridnya berkata, “Wahai Rabbi, apakah itu sama dengan kurban?” la menjawab, “Benar sekali, karena suatu keharusan untuk melakukan sembahyang pada saat melakukan acara ritual kurban, dan tidak perlu lagi shalat ketika sudah dipukul leher seorang tertentu.”
Pada dasarnya asosiasi penebusan dosa dengan darah ini juga menyebar di ajaran Mormon. Michael Newton dalam Journal of Psychohistory 24 (2) Fall 1996, menjelaskan bahwa Hal yang paling dekat ke upacara pengorbanan manusia di antara para pemukim kulit putih dari Amerika Utara, setidaknya sampai abad ini, ditemukan dalam doktrin “penebusan darah” pemeluk Mormon, yang berasal dari tahun 1850-an. Joseph Smith salah satu perintis ajaran Mormon mengatakan ada dosa dari pria yang mereka tidak dapat menerima pengampunan di dunia ini atau di dunia yang akan datang, “dan jika mereka memiliki mata, mereka akan terbuka untuk melihat kondisi mereka yang sebenarnya, mereka akan sangat bersedia untuk menumpahkan darah yang asapnya mungkin naik ke surga sebagai penghapusan dosa mereka,” katanya.
Hingga kini, ritual pembunuhan Yahudi masih menjadi misteri. Beberapa kelompok Yahudi menolak klaim ini. Stephen Prothero, profesor bidang agama dari Boston University, memicu titik balik dalam sejarah Yahudi pada tahun 1840, setelah orang-orang Yahudi di Damaskus dituduh melakukan ritual membunuh seorang biarawan Katolik. “Untuk pertama kalinya, pemimpin Yahudi dari seluruh Eropa dan Amerika Serikat terorganisir dalam kegiatan anti-Yahudi,” kata Prothero, mengutip buku Jewish Literacy karya Joseph Telushkin.
Mary C. Boys, profesor pada Union Theological Seminary yang telah mempelajari sejarah terkait ritual darah ini juga menolak klaim ini. Ia menyatakan ‘mitos’ ini berkaitan dengan sikap menyalahkan orang Yahudi atas kematian Yesus dan pencemaran orang Yahudi. “Banyak hal seperti ini adalah karena ketidaktahuan, tetapi anggapan ini terus hidup hingga saat ini,” katanya. Fitnah darah juga dikaitkan dengan tuduhan bahwa orang Yahudi menggunakan darah orang non-Yahudi untuk membuat matzoh, atau roti tidak beragi, dan anggur. Ia mengatakan bahwa mitos fitnah darah mulai berhembus dari abad pertengahan Eropa,” lanjutnya.
Namun ditengah sanggahan yang dikeluarkan kelompok Yahudi, sebagian rabbi lainnya turut mengamini ritual pembunuhan Yahudi. Mereka menyatakan persembahan orang Non Yahudi diakui secara sah di dalam Talmud. Karenanya tidak heran Rabi Yahudi Yitzhak Shapiro termasuk rabbi yang meyetujui menyatakan pembunuhan terhadap anak-anak Palestina, bahkan bayi sekalipun. “Tidak ada sesuatu yang salah terhadap pembunuhan itu,” tegasnya dalam bukunya The King’s of Torah.
Talmud sebagai kitab utama para rabbi Yahudi saat ini menguraikan sejumlah ayat-ayat ritual sebagai landasan teologis pembunuhan para goyyim. Kitab Israel (177.b), misalnya,  menganjurkan bahwa pembunuh orang non Yahudi akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan,
“Burulah kehidupan Kliphoth, lalu bunuhlah ia, maka Allah akan ridha padamu, sebagaimana orang yang mempersembahkan kemenyan harum padanya.”
 Sedangkan Kitab Yalkut Simoni berkata bahwa semua orang yang menumpahkan darah orang yang tidak bertakwa (non-Yahudi), amalnya makbul di sisi Allah sebagaimana orang yang mempersembahkan kurban kepada Allah.
 Zohar (II/43.a) sebagai kitab rujukan Yahudi juga turut memberikan payung dengan mendompleng nama Nabi Musa. Dalam  Zohar (II/43.a) Musa memerintahkan untuk mengganti satu ekor keledai yang lahir pertama kali sebagai ganti dari kurban penyembelihan bayi manusia: Yang dimaksud dengan keledai di sini adalah semua orang yang bukan Yahudi yang berkurban dengan menyembelih bayi, sedang ia adalah dongeng Israel yang kacau. Akan tetapi, bila non-Yahudi menolak untuk berkurban pada waktu itu, maka tulang belakangnya dipecahkan. Mereka harus dihapuskan dari daftar orang hidup. karena sudah dikatakan tentang mereka.
“Barangsiapa yang berdosa dengan melawan aku. maka aku akan menghapuskannya dari daftar orang hidup.”
Dan orang-orang Yahudi yang telah membunuh golongan diluar kami akan menempati surga tertinggi. Dalam Zohar (I/38.b dan 39.a) disebutkan: Pada istana-istana surga yang empat akan hidup mereka yang bersedih hati di atas Sion dan Yerussalem, dan semua orang yang memusnahkan bangsa-bangsa penyambah berhala …dan mereka yang membunuh bangsa penyembah berhala akan memakai pakaian-pakaian kekaisaran agar mereka menjadi istimewa dan bangga.
Masih banyak berbagai data dan fakta mengenai ritual ini. Dan umat Islam, masyarakat luas, dan siapapun itu yang peduli atas nyawa manusia tak berdosa, harus terus waspada mengingat hingga kini ritual pembunuhan Yahudi masih terus berlangsung. Allahua’lam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.