MERUNTUT SEJARAH CIKAL BAKAL FITNAH DAN PERPECAHAN DALAM ISLAM DIMULAI DENGAN MULCULNYA KHAWARIJ..
MERUNTUT SEJARAH CIKAL BAKAL FITNAH DAN PERPECAHAN DALAM ISLAM DIMULAI DENGAN MULCULNYA KHAWARIJ..
Dengan mengkaji secara lebih jauh berdasarkan fakta, data yang otentik, literatur yang terpercaya..lalu disaring dengan wahyu pula nubuwah maka kita akan dapat menyimpulkan satu masalah..memiliki sebuah asumsi yang minimal atau setidaknya tidaklah ngawur karena ada berbagai validasi argument..
Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, yang dengan mudahnya mengafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin.
Dengan mengkaji secara lebih jauh berdasarkan fakta, data yang otentik, literatur yang terpercaya..lalu disaring dengan wahyu pula nubuwah maka kita akan dapat menyimpulkan satu masalah..memiliki sebuah asumsi yang minimal atau setidaknya tidaklah ngawur karena ada berbagai validasi argument..
Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, yang dengan mudahnya mengafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin.
Cikal-bakal mereka telah ada sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu
‘anhu, ia berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliau sedang membagi-bagi (rampasan perang),
datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata,
‘Wahai Rasulullah, berbuat adillah!’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Celaka engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.’
Maka Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk memenggal lehernya!’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka. Mereka selalu membaca Al-Qur’an namun tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah
Pada kata pengantar untuk buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A. menyebutkan, sekte ekstrem dalam sejarah Islam telah ada sejak abad pertama Hijriyah, abad dimana Nabi Muhammad Saw. hidup. Kelompok ini menunjukkan diri di hadapan Rasulullah Saw. pada bulan Syawal tahun 8 Hijriyah. Ketika itu Rasulullah baru saja memenangkan perang Thaif dan Hunain dan memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) yang melimpah. Oleh Rasullulah Saw., ghanimah tersebut dibagi-bagikan di Ja’ranah, tempat miqat umrah, dan para sahabat Rasulullah Saw. seperti Abu Bakar Siddiq, Utsman bin Affan, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib , Sa’ad dan lainnya tidak mendapatkan bagian, namun para sahabat yang baru masuk Islam mendapatkannya, termasuk Abu Sufyan yang kaya raya.
Saat pembagian masih berlangsung, Dzul Khuwaishirah dari keturunan Bani Tamim menghampiri Rasulullah dan dengan kasarnya berkata; “Berlaku adillah, hai Rasulullah!” Rasulullah terkejut, dan berkata; “Celakalah kamu!Siapa yang akan berbuat adil jika aku saja tidak berbuat adil?”
Umar bin Khattab berkata; “Wahai Rasulullah, biarkan kupenggal saja lehernya.” Rasulullah menjawab; “Biarkan saja!” Dzul Khuwaishirah meninggalkan Rasulullah, dan Rasulullah bersabda; “Akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokannya (tidak memahami substansi misi-misi Al Qur’an, dan hanya hafal di bibir saja). Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Kalau aku menemui mereka, niscaya akan kupenggal lehernya seperti kaum ‘Ad.” (HR. Muslim pada Kitab Az-Zakah, bab al-Qismah). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda; “Mereka sejelek-jeleknya makhluk, bahkan lebih jelek dari binatang. Mereka tidak termasuk dalam golonganku, dan aku tidak termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Shahih Muslim).
Menurut para ulama, kedua hadist ini menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishirah akan memiliki keturunan yang meski pun rajin sholat, baik wajib maupun sunah, dan membaca Al Qur’an, namun cara berfikir dan perilakunya sama sekali tidak Islami, sehingga dapat diibaratkan seperti sudah bukan lagi muslim dan takkan pernah lagi berperilaku seperti layaknya muslim. Keturunan Dzul Khuwaishirah ini juga akan memerangi saudaranya sesama muslim, dan membela atau bahkan mendukung orang-orang kafir. Rasulullah Saw menegaskan, orang-orang ini layak dibunuh.
Apa yang disabdakan Rasulullah tersebut terbukti 29 tahun kemudian dengan dibunuhnya al-Khalifah ar-Rasyid ke-3 Utsman bin Affan pada 37 Hijriyah hanya karena mengangkat kerabatnya sebagai gubernur, dan berlanjut pada 17 Ramadhan 40 H dengan dibunuhnya Ali bin Abi Thalib hanya karena Ali berdamai dengan Gubernur Syam Muawiyah yang menuntut agar pembunuh Utsman segera dihukum (baca Islam yang Lurus dan yang menyimpang-3). Pada abad pertama Hijriyah ini pula, atau tepatnya pada 37 H, orang-orang yang terlibat pembunuhan terhadap Utsman membentuk sekte Khawarij, sekte radikal pertama dalam Islam, dan hampir 12 abad setelah Rasulullah Saw wafat, atau pada 1150 Hijriyah (1738 Masehi), sekte Salafi Wahabi hadir di muka bumi.
Khawarij dianggap sebagai sekte radikal karena sekte ini mengkafirkan semua orang yang berdamai atas kasus pembunuhan Utsman bin Affan, seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan lain sebagainya. Selain itu, selama sekte ini tumbuh dan berkembang pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, sekte ini menjadi oposisi pemerintah dengan militansi luar biasa dan nekat, sehingga meski hanya berkekuatan 80 orang, mereka berani melawan penguasa. Jika di antara mereka ada yang tewas, mereka menganggapnya syahid. Sekte ini kemudin terpecah menjadi beberapa sekte, di antaranya Al-Azariqah, al-Ibadiyah, an-Najdat, dan Ash-Shufriyah. Yang paling ekstrim adalah sekte Al-Azariqah karena kelompok ini menganggap orang di luar Khawarij adalah kafir.
Pembunuhan terhadap Utsman, Ali, dan munculnya sekte Khawarij tak lepas dari campur tangan ABDULLAH BIN SABA’, orang YAHUDI asal Yaman yang disusupkan kaumnya untuk memecah belah Islam. Orang ini pula yang MENCIPTAKAN sekte SYIAH.
Bukhari dan Ahmad meriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda sambil menunjuk ke timur Madinah; “Sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, dimana (dari sana) muncul tanduk setan”.
Abdullah Ibnu Umar r.a. berkata; aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbar, “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah itu di sana-sambil menunjuk ke timur Madinah- dari sana muncul tanduk setan.” (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dan imam yang lain).
Hadist-hadist yang isinya kurang lebih sama dengan kedua hadist ini lumayan banyak. Dari hadist-hadist ini diketahui kalau penyimpangan ajaran Islam yang memicu munculnya sekte-sekte banyak yang berpusat di suatu wilayah di timur Madinah. Wilayah manakah itu? Jawabannya pada hadist berikut.
Rasulullah Saw. bersabda; “Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Syam (kini bernama Syiria) kami. Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Yaman kami.” Orang-orang (dari Najd) meminta; “Juga kepada kegeri Najd kami, ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab; “Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Syam kami. Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Yaman kami.” Orang-orang (dari Najd) kembali meminta; “Juga kepada negeri Nadj kami, ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda untuk ketiga kalinya; “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk setan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Thabarani, Ibnu Hibban, dan lainnya).
Jadi jawabannya adalah, pusat berdirinya sekte-sekte yang menyimpang dari ajaran Islam adalah Najd, Saudi Arabia. Muhammad ibnu Abdul Wahab, pendiri sekte Salafi Wahabi, lahir di Najd. Begitupula Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab yang pada 10 H mengaku-ngaku sebagai nabi, dan mengirim surat kepada Rasulullah Saw agar bumi dibagi dua, separuh untuknya dan separuh lagi untuk Rasulullah. Nabi palsu ini dibunuh oleh Khalid ibnu Walid pada 11 H, pada masa pemerintahan Abu Bakar Siddiq.
Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi yang pada 11 H mengaku bertemu Jibril dan mendapat wahyu dari Allah SWT, juga berasal dari Najd. Nabi palsu ini diperangi Abu Bakar Siddiq dan kabur ke Syam. Pasukannya semua terbunuh. Pada akhir hayatnya, Thalhah bertobat kepada Allah dan kembali menjalani syariat Islam dengan benar.
Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah, nabi palsu pada 10 H yang juga ahli bahasa Arab dan tukang sihir, juga berasal dari Najd. Wanita ini merupakan nabi palsu saingan berat Musailamah, dan bahkan menikah dengannya. Setelah Musailamah tewas, dia bertaubat dan menjalankan syariat Islam dengan benar.
Yang paling menakjubkan dari sabda Rasulullah tentang NAJD adalah Dzul Khuwaisirah yang menuding Rasulullah tidak adil, BERASAL DARI NAJD. Bahkan penampilan Dzul mirip dengan penampilan umumnya penganut sekte Salafi Wahabi, karena menurut Imam Nawawi, Dzul berjidat hitam, kepalanya botak, bersorban, tinggi gamisnya setengah kaki, dan bejenggot panjang. Jidat yang hitam berasal dari bertemunya jidat dengan lantai kala sholat. Ini menjelaskan kalau Dzul orang yang rajin sholat, baik yang wajib maupun sunah. Yang lebih menakjubkan, seperti halnya sekte Al-Azariqah yang merupakan sempalan sekte Khawarij, Salafi Wahabi pun menganggap kafir orang-orang yang tidak sejalan dengannya.
Pertanyaannya sekarang, apakah itu berarti ajaran sekte Salafi Wahabi merupakan pengejawantahan dari ajaran sekte Khawarij? Atau hanya memiliki kesamaan ajaran saja?
Sekarang mari ingat-ingat penampilan Imam Samudera, Amrozi, dan para pelaku bom Bali I dan Bom Bali II yang dihukum mati pada November 2008. Apa yang Anda dapatkan? Jidat yang hitam, jenggot, bersorban, dan celana panjang yang menggantung dan tidak mencapai mata kaki? Apakah ini berarti Imam Samudera cs merupakan pengikut Salafi Wahabi? Wallahusallam bissawab. Tapi yang pasti Imam Samudera cs menganggap Indonesia sebagai negara kafir karena menjadi ‘antek-antek’ Amerika Serikat, meski pun penduduk negara ini mayoritas Islam. Mereka bahkan menganggap kematiannya sebagai syahid, sama seperti keyakinan pengikut sekte Khawarij.
Sungguh kenyataan yang ironi, Islam Agama yang diyakini sebagai Agama rahmat lil’ alamin oleh penganutnya tidak selamanya bersifat positif. Salah satu buktinya adalah tahkim. Peristiwa ini membuat bencana bagi umat Islam sehingga terpecah, paling tidak menjadi tiga kelompok : Umat Islam kelompok pertama adalah pendukung Mu’awiyah diantaranya adalah Amir bin ‘Ash. Sedangkan kelompok Umat Islam yang kedua adalah mendukung Ali bin Abi Thalib. Kelompok Ali bin Abi Thalib ini menjelang dan setelah Tahkim terpecah menjadi dua : Umat Islam yang senantiasa setia terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib diantaranya adalah Abu Musa Al-Asy’ari; yang kedua adalah umat Islam yang membelot ( Keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib ), mereka menarik dukungannya terhadap Ali dan bersikap menentang, Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sofian. Kelompok ini dalam sejarah dikenal dengan nama Khawarij. Kelompok ini antara lain dipelopori oleh ‘Atab bin ‘Awar dan Urwah bin Jarik, (Al-Syahrastani, T. Th : 114-6 ).
Khawarij adalah jamak / plural dari kata “Kharaja / Exodus”, berarti mereka yang keluar mengungsi dan mengasingkan diri dari kelompok Ali bin Abi Tholib. Dan mereka adalah salah satu golongan/partai yang pertama kali terdapat dalam Islam dan timbul pada permulaan sejarah Islam pada tahun 37 H.
Pada awalnya, khawarij merupakan aliran atau fraksi politik, karena pada dasarnya, kelompok itu terbentuk karena persoalan kepemimpinan Umat Islam. Akan tetapi, mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri utama aliran mereka, yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kaba’ir).
Menurut khawarij, orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil Tahkim telah melakukan dosa besar. Orang Islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka, berarti telah kafir; kafir setelah memeluk Islam berarti murtadi dan orang murtad (keluar dari Islam) halal dibunuh berdasarkan sebuah hadist yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “Manbaddala Dinah Faktuluh.”
Adapun dasar premis-premis yang di bangunnya, khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui Tahkim harus dibunuh. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiah bin Abi Sofian, Abu Musa Al-Asy’ari, Amr bin ‘Ash dan sahabat-sahabat lain yang menyetujui Tahkim. Namun, yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah tidak berhasil mereka bunuh. Disamping itu, mereka juga mencela Usman bin Affan, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal, dan perang siffin. (Al-Syahrastain, T. Th : 117).
Dengan mempertimbangkan kesimpulan dan premis-premis yang mereka bentuk, mereka beranggapan bahwa membunuh Ali bin Abi Tholib Mu’awiyah bin Abi Sofian, Amir bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai kegiatan yang “diperintahkan” oleh Agama. Bagi mereka, pembunuhan terhadap orang-orang yang dinilai telah kafir adalah “Ibadah”.
Penentuan kafir-mukminnya seseorang tidak lagi masuk wilayah politik, tetapi sudah memasuki wilayah teologi. Oleh karena itu, khawarij merupakan aliran teologi pertama dalam Islam. Berkenaan dengan itu, ulama, antara lain Amir Ah-Najjar (1990;59) berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangnya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni mengenai Imamah dan Khilafah.
Secara umum, Al-Syahrastani menjelaskan bahwa khawarij pecah menjadi 8 Subsekte, yaitu al-Muhakkimah al-Ula, Al Azariqoh, al-Najdat, al-Baiha Siyyah, al-Ajaridah, al-Tsa’labah, al-Ibadiyah, dan al-Shufriyyah. Diantara Subsekte tersebut terdapat aliran yang memiliki subsekte lagi yang lebih kecil, yaitu al-Ajaridah, al-Tsa’labah, dan al-Ibadhiyyah.
Subsekte Al-Ajaridah terpecah menjadi 7 Subsekte kecil, yaitu al-Shalatiyah, al-Maimuniyah, al-Hamziyyah, al-Khalafiyyah, al-Athrofiyyah al-Syu’aibiyah dan al-Hazimiyyah.
Subsekte al-Tsa’labah terpecah menjadi “7” Subsekte kecil, yaitu al-Akhnasiyyah, al-Ma’badiyah, al-Rasyaidiyah, al-Syaibaniyyah, al-Mukroniyyah, al-Ma’himiyyah, al-Majhuliyyah, dan al-Bid’iyyah. Sedangkan Subsekte al-Ibadiyah terpecah menjadi “3” Subsekte kecil, yaitu al-Hafshiyyah, al-Haritsiyyah, dan al-Yazidiyyah. (al-Syahrastani, t. Th: 115-38) sedangkan Amir al-Najjar (1990:145-65) hanya membagi khawarij menjadi “5” Subsekte, yaitu al-Ajaridah, al-Azan’qoh, al-Najdat, al- Shufriyyah, dan al-Ibadhiyah.
Subsekte dan Subsekte kecil khawarij pada umumnya dimisbahkan kepada para pendirinya, umpamanya, Subsekte al-Ajaridah dimisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abd. Al-Karim bin ‘Ajrad; sedangkan al-Mamuniyyah (Subsekte kecil dari aliran Khawarij) dimisbahkan kepada Maimun bin Khalid.
Pada satu masa Khawarij ini berhadapan dengan kerisis yang sangat tajam. Pada waktu mereka melawat ke Mekkah di bawah pimpinan Nafis bin Al-Azroq, mereka melakukan tukar pikiran dengan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubaier pada tahun 64 H. Semenjak itu timbul perpecahan di kalangan mereka, menurut ahli sejarah jumlah kelompoknya mencapai 20 golongan, tetapi yang terkenal di antaranya hanya lima besar :
1. Al-Azariqoh, pengikut Nafie bin Al-azraq
2. Al-Asfariah, Pengikut Ziyat Al-Asfar
3. Al-Baihasiyd, pengikut Abi Baihas el Hashan bin Jabir
4. Al-Nadjat, pengikut Najdat bin Athiyah bin Amar el Hanafi, dan
5. Al-Ibadiyah, pengikut Abdullah bin Ibadah el Murri
Sebagian Umat Islam “Khawatir” terhadap gagasan khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi Tholib, Mu’awiah bin Abi Sofian, Amir bin ‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Oleh karena itu, sebagian ulama mencoba bersikap netral secara politik dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlibat dan menyetujui Tahkim. Umat Islam yang terkabung dalam kelompok ini kemudian, dikenal sebagai Murji’ah. Kelompok ini antara lain di pelopori oleh Ghilan al-Dimasyqi. (al-Syahrastani, t. Th: 139).
Ajaran-ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Mereka artikan menurut lafadznya saja (Tekstual) Iman yang tebal, tetapi sempit berfikir di tambah lagi fanatik, membuat mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran agama menurut yang mereka pakai.
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian dapat disimpulkan beberapa hal tentang khawarij :
1. Doktri Pokok Khawarij
Barang siapa yang tidak menghukum/memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir, (Q.S. Al-Ma’idah; 44), dan mereka mempunyai pendapat “La Hukma Illal Lillah” (tidak ada hukum kecuali hukum dari Allah), Peristiwa Tahkim misalnya yang dilakukan Ali dan Mu’awiyah dan semua yang menerima Tahkim dianggap kafir oleh khawarij.
2. Metode Kalam
Metode Kalam yang digunakan oleh khawarij adalah metode debat (jadal) untuk memposisikan seseorang apakah mereka kafir atau mukmin dan yang dikatakan kafir menurut khawarij adalah orang yang berdosa besar dan wajib dibunuh.
3. Implikasi Sosial Politik
Khawarij menekankan pada komunitas kharismatik dan tidak ada posisi khusus bagi keluarga Nabi. Implikasi politik khawarij adalah demokrat murni.
DAFTAR PUTAKA
Al-Syahrastani. T. Th. Al-Milal Wa Al-Nihal. Bairut :
Dar Al-Fikr.
Al-Najjar, Amir. 1990. Al-Khowarij : Aqidah Wa Fikr Wa Falsafah, Kairo :
Dar Al-Ma’arif.
Nata, Abudin. 1999. Insiklopedi Islam, Jakarta :
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Atang Abd. Hakim. Jaih, Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung :
PT. Remaja Roesda Karya.
Wasil, Moh., 2005. Majalah Al-Fiktroh. Bangkalan :
STAI Al-Hamidiyah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Celaka engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.’
Maka Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk memenggal lehernya!’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka. Mereka selalu membaca Al-Qur’an namun tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah
Pada kata pengantar untuk buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A. menyebutkan, sekte ekstrem dalam sejarah Islam telah ada sejak abad pertama Hijriyah, abad dimana Nabi Muhammad Saw. hidup. Kelompok ini menunjukkan diri di hadapan Rasulullah Saw. pada bulan Syawal tahun 8 Hijriyah. Ketika itu Rasulullah baru saja memenangkan perang Thaif dan Hunain dan memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) yang melimpah. Oleh Rasullulah Saw., ghanimah tersebut dibagi-bagikan di Ja’ranah, tempat miqat umrah, dan para sahabat Rasulullah Saw. seperti Abu Bakar Siddiq, Utsman bin Affan, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib , Sa’ad dan lainnya tidak mendapatkan bagian, namun para sahabat yang baru masuk Islam mendapatkannya, termasuk Abu Sufyan yang kaya raya.
Saat pembagian masih berlangsung, Dzul Khuwaishirah dari keturunan Bani Tamim menghampiri Rasulullah dan dengan kasarnya berkata; “Berlaku adillah, hai Rasulullah!” Rasulullah terkejut, dan berkata; “Celakalah kamu!Siapa yang akan berbuat adil jika aku saja tidak berbuat adil?”
Umar bin Khattab berkata; “Wahai Rasulullah, biarkan kupenggal saja lehernya.” Rasulullah menjawab; “Biarkan saja!” Dzul Khuwaishirah meninggalkan Rasulullah, dan Rasulullah bersabda; “Akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokannya (tidak memahami substansi misi-misi Al Qur’an, dan hanya hafal di bibir saja). Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Kalau aku menemui mereka, niscaya akan kupenggal lehernya seperti kaum ‘Ad.” (HR. Muslim pada Kitab Az-Zakah, bab al-Qismah). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda; “Mereka sejelek-jeleknya makhluk, bahkan lebih jelek dari binatang. Mereka tidak termasuk dalam golonganku, dan aku tidak termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Shahih Muslim).
Menurut para ulama, kedua hadist ini menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishirah akan memiliki keturunan yang meski pun rajin sholat, baik wajib maupun sunah, dan membaca Al Qur’an, namun cara berfikir dan perilakunya sama sekali tidak Islami, sehingga dapat diibaratkan seperti sudah bukan lagi muslim dan takkan pernah lagi berperilaku seperti layaknya muslim. Keturunan Dzul Khuwaishirah ini juga akan memerangi saudaranya sesama muslim, dan membela atau bahkan mendukung orang-orang kafir. Rasulullah Saw menegaskan, orang-orang ini layak dibunuh.
Apa yang disabdakan Rasulullah tersebut terbukti 29 tahun kemudian dengan dibunuhnya al-Khalifah ar-Rasyid ke-3 Utsman bin Affan pada 37 Hijriyah hanya karena mengangkat kerabatnya sebagai gubernur, dan berlanjut pada 17 Ramadhan 40 H dengan dibunuhnya Ali bin Abi Thalib hanya karena Ali berdamai dengan Gubernur Syam Muawiyah yang menuntut agar pembunuh Utsman segera dihukum (baca Islam yang Lurus dan yang menyimpang-3). Pada abad pertama Hijriyah ini pula, atau tepatnya pada 37 H, orang-orang yang terlibat pembunuhan terhadap Utsman membentuk sekte Khawarij, sekte radikal pertama dalam Islam, dan hampir 12 abad setelah Rasulullah Saw wafat, atau pada 1150 Hijriyah (1738 Masehi), sekte Salafi Wahabi hadir di muka bumi.
Khawarij dianggap sebagai sekte radikal karena sekte ini mengkafirkan semua orang yang berdamai atas kasus pembunuhan Utsman bin Affan, seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan lain sebagainya. Selain itu, selama sekte ini tumbuh dan berkembang pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, sekte ini menjadi oposisi pemerintah dengan militansi luar biasa dan nekat, sehingga meski hanya berkekuatan 80 orang, mereka berani melawan penguasa. Jika di antara mereka ada yang tewas, mereka menganggapnya syahid. Sekte ini kemudin terpecah menjadi beberapa sekte, di antaranya Al-Azariqah, al-Ibadiyah, an-Najdat, dan Ash-Shufriyah. Yang paling ekstrim adalah sekte Al-Azariqah karena kelompok ini menganggap orang di luar Khawarij adalah kafir.
Pembunuhan terhadap Utsman, Ali, dan munculnya sekte Khawarij tak lepas dari campur tangan ABDULLAH BIN SABA’, orang YAHUDI asal Yaman yang disusupkan kaumnya untuk memecah belah Islam. Orang ini pula yang MENCIPTAKAN sekte SYIAH.
Bukhari dan Ahmad meriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda sambil menunjuk ke timur Madinah; “Sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, sesungguhnya fitnah-fitnah itu dari sana, dimana (dari sana) muncul tanduk setan”.
Abdullah Ibnu Umar r.a. berkata; aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbar, “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah itu di sana-sambil menunjuk ke timur Madinah- dari sana muncul tanduk setan.” (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dan imam yang lain).
Hadist-hadist yang isinya kurang lebih sama dengan kedua hadist ini lumayan banyak. Dari hadist-hadist ini diketahui kalau penyimpangan ajaran Islam yang memicu munculnya sekte-sekte banyak yang berpusat di suatu wilayah di timur Madinah. Wilayah manakah itu? Jawabannya pada hadist berikut.
Rasulullah Saw. bersabda; “Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Syam (kini bernama Syiria) kami. Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Yaman kami.” Orang-orang (dari Najd) meminta; “Juga kepada kegeri Najd kami, ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab; “Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Syam kami. Ya, Allah, berikanlah kami keberkahan kepada negeri Yaman kami.” Orang-orang (dari Najd) kembali meminta; “Juga kepada negeri Nadj kami, ya, Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda untuk ketiga kalinya; “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk setan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Thabarani, Ibnu Hibban, dan lainnya).
Jadi jawabannya adalah, pusat berdirinya sekte-sekte yang menyimpang dari ajaran Islam adalah Najd, Saudi Arabia. Muhammad ibnu Abdul Wahab, pendiri sekte Salafi Wahabi, lahir di Najd. Begitupula Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab yang pada 10 H mengaku-ngaku sebagai nabi, dan mengirim surat kepada Rasulullah Saw agar bumi dibagi dua, separuh untuknya dan separuh lagi untuk Rasulullah. Nabi palsu ini dibunuh oleh Khalid ibnu Walid pada 11 H, pada masa pemerintahan Abu Bakar Siddiq.
Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi yang pada 11 H mengaku bertemu Jibril dan mendapat wahyu dari Allah SWT, juga berasal dari Najd. Nabi palsu ini diperangi Abu Bakar Siddiq dan kabur ke Syam. Pasukannya semua terbunuh. Pada akhir hayatnya, Thalhah bertobat kepada Allah dan kembali menjalani syariat Islam dengan benar.
Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah, nabi palsu pada 10 H yang juga ahli bahasa Arab dan tukang sihir, juga berasal dari Najd. Wanita ini merupakan nabi palsu saingan berat Musailamah, dan bahkan menikah dengannya. Setelah Musailamah tewas, dia bertaubat dan menjalankan syariat Islam dengan benar.
Yang paling menakjubkan dari sabda Rasulullah tentang NAJD adalah Dzul Khuwaisirah yang menuding Rasulullah tidak adil, BERASAL DARI NAJD. Bahkan penampilan Dzul mirip dengan penampilan umumnya penganut sekte Salafi Wahabi, karena menurut Imam Nawawi, Dzul berjidat hitam, kepalanya botak, bersorban, tinggi gamisnya setengah kaki, dan bejenggot panjang. Jidat yang hitam berasal dari bertemunya jidat dengan lantai kala sholat. Ini menjelaskan kalau Dzul orang yang rajin sholat, baik yang wajib maupun sunah. Yang lebih menakjubkan, seperti halnya sekte Al-Azariqah yang merupakan sempalan sekte Khawarij, Salafi Wahabi pun menganggap kafir orang-orang yang tidak sejalan dengannya.
Pertanyaannya sekarang, apakah itu berarti ajaran sekte Salafi Wahabi merupakan pengejawantahan dari ajaran sekte Khawarij? Atau hanya memiliki kesamaan ajaran saja?
Sekarang mari ingat-ingat penampilan Imam Samudera, Amrozi, dan para pelaku bom Bali I dan Bom Bali II yang dihukum mati pada November 2008. Apa yang Anda dapatkan? Jidat yang hitam, jenggot, bersorban, dan celana panjang yang menggantung dan tidak mencapai mata kaki? Apakah ini berarti Imam Samudera cs merupakan pengikut Salafi Wahabi? Wallahusallam bissawab. Tapi yang pasti Imam Samudera cs menganggap Indonesia sebagai negara kafir karena menjadi ‘antek-antek’ Amerika Serikat, meski pun penduduk negara ini mayoritas Islam. Mereka bahkan menganggap kematiannya sebagai syahid, sama seperti keyakinan pengikut sekte Khawarij.
Sungguh kenyataan yang ironi, Islam Agama yang diyakini sebagai Agama rahmat lil’ alamin oleh penganutnya tidak selamanya bersifat positif. Salah satu buktinya adalah tahkim. Peristiwa ini membuat bencana bagi umat Islam sehingga terpecah, paling tidak menjadi tiga kelompok : Umat Islam kelompok pertama adalah pendukung Mu’awiyah diantaranya adalah Amir bin ‘Ash. Sedangkan kelompok Umat Islam yang kedua adalah mendukung Ali bin Abi Thalib. Kelompok Ali bin Abi Thalib ini menjelang dan setelah Tahkim terpecah menjadi dua : Umat Islam yang senantiasa setia terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib diantaranya adalah Abu Musa Al-Asy’ari; yang kedua adalah umat Islam yang membelot ( Keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib ), mereka menarik dukungannya terhadap Ali dan bersikap menentang, Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sofian. Kelompok ini dalam sejarah dikenal dengan nama Khawarij. Kelompok ini antara lain dipelopori oleh ‘Atab bin ‘Awar dan Urwah bin Jarik, (Al-Syahrastani, T. Th : 114-6 ).
Khawarij adalah jamak / plural dari kata “Kharaja / Exodus”, berarti mereka yang keluar mengungsi dan mengasingkan diri dari kelompok Ali bin Abi Tholib. Dan mereka adalah salah satu golongan/partai yang pertama kali terdapat dalam Islam dan timbul pada permulaan sejarah Islam pada tahun 37 H.
Pada awalnya, khawarij merupakan aliran atau fraksi politik, karena pada dasarnya, kelompok itu terbentuk karena persoalan kepemimpinan Umat Islam. Akan tetapi, mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri utama aliran mereka, yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kaba’ir).
Menurut khawarij, orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil Tahkim telah melakukan dosa besar. Orang Islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka, berarti telah kafir; kafir setelah memeluk Islam berarti murtadi dan orang murtad (keluar dari Islam) halal dibunuh berdasarkan sebuah hadist yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “Manbaddala Dinah Faktuluh.”
Adapun dasar premis-premis yang di bangunnya, khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui Tahkim harus dibunuh. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiah bin Abi Sofian, Abu Musa Al-Asy’ari, Amr bin ‘Ash dan sahabat-sahabat lain yang menyetujui Tahkim. Namun, yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah tidak berhasil mereka bunuh. Disamping itu, mereka juga mencela Usman bin Affan, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal, dan perang siffin. (Al-Syahrastain, T. Th : 117).
Dengan mempertimbangkan kesimpulan dan premis-premis yang mereka bentuk, mereka beranggapan bahwa membunuh Ali bin Abi Tholib Mu’awiyah bin Abi Sofian, Amir bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai kegiatan yang “diperintahkan” oleh Agama. Bagi mereka, pembunuhan terhadap orang-orang yang dinilai telah kafir adalah “Ibadah”.
Penentuan kafir-mukminnya seseorang tidak lagi masuk wilayah politik, tetapi sudah memasuki wilayah teologi. Oleh karena itu, khawarij merupakan aliran teologi pertama dalam Islam. Berkenaan dengan itu, ulama, antara lain Amir Ah-Najjar (1990;59) berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangnya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni mengenai Imamah dan Khilafah.
Secara umum, Al-Syahrastani menjelaskan bahwa khawarij pecah menjadi 8 Subsekte, yaitu al-Muhakkimah al-Ula, Al Azariqoh, al-Najdat, al-Baiha Siyyah, al-Ajaridah, al-Tsa’labah, al-Ibadiyah, dan al-Shufriyyah. Diantara Subsekte tersebut terdapat aliran yang memiliki subsekte lagi yang lebih kecil, yaitu al-Ajaridah, al-Tsa’labah, dan al-Ibadhiyyah.
Subsekte Al-Ajaridah terpecah menjadi 7 Subsekte kecil, yaitu al-Shalatiyah, al-Maimuniyah, al-Hamziyyah, al-Khalafiyyah, al-Athrofiyyah al-Syu’aibiyah dan al-Hazimiyyah.
Subsekte al-Tsa’labah terpecah menjadi “7” Subsekte kecil, yaitu al-Akhnasiyyah, al-Ma’badiyah, al-Rasyaidiyah, al-Syaibaniyyah, al-Mukroniyyah, al-Ma’himiyyah, al-Majhuliyyah, dan al-Bid’iyyah. Sedangkan Subsekte al-Ibadiyah terpecah menjadi “3” Subsekte kecil, yaitu al-Hafshiyyah, al-Haritsiyyah, dan al-Yazidiyyah. (al-Syahrastani, t. Th: 115-38) sedangkan Amir al-Najjar (1990:145-65) hanya membagi khawarij menjadi “5” Subsekte, yaitu al-Ajaridah, al-Azan’qoh, al-Najdat, al- Shufriyyah, dan al-Ibadhiyah.
Subsekte dan Subsekte kecil khawarij pada umumnya dimisbahkan kepada para pendirinya, umpamanya, Subsekte al-Ajaridah dimisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abd. Al-Karim bin ‘Ajrad; sedangkan al-Mamuniyyah (Subsekte kecil dari aliran Khawarij) dimisbahkan kepada Maimun bin Khalid.
Pada satu masa Khawarij ini berhadapan dengan kerisis yang sangat tajam. Pada waktu mereka melawat ke Mekkah di bawah pimpinan Nafis bin Al-Azroq, mereka melakukan tukar pikiran dengan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubaier pada tahun 64 H. Semenjak itu timbul perpecahan di kalangan mereka, menurut ahli sejarah jumlah kelompoknya mencapai 20 golongan, tetapi yang terkenal di antaranya hanya lima besar :
1. Al-Azariqoh, pengikut Nafie bin Al-azraq
2. Al-Asfariah, Pengikut Ziyat Al-Asfar
3. Al-Baihasiyd, pengikut Abi Baihas el Hashan bin Jabir
4. Al-Nadjat, pengikut Najdat bin Athiyah bin Amar el Hanafi, dan
5. Al-Ibadiyah, pengikut Abdullah bin Ibadah el Murri
Sebagian Umat Islam “Khawatir” terhadap gagasan khawarij yang mengkafirkan Ali bin Abi Tholib, Mu’awiah bin Abi Sofian, Amir bin ‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Oleh karena itu, sebagian ulama mencoba bersikap netral secara politik dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlibat dan menyetujui Tahkim. Umat Islam yang terkabung dalam kelompok ini kemudian, dikenal sebagai Murji’ah. Kelompok ini antara lain di pelopori oleh Ghilan al-Dimasyqi. (al-Syahrastani, t. Th: 139).
Ajaran-ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Mereka artikan menurut lafadznya saja (Tekstual) Iman yang tebal, tetapi sempit berfikir di tambah lagi fanatik, membuat mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran agama menurut yang mereka pakai.
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian dapat disimpulkan beberapa hal tentang khawarij :
1. Doktri Pokok Khawarij
Barang siapa yang tidak menghukum/memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir, (Q.S. Al-Ma’idah; 44), dan mereka mempunyai pendapat “La Hukma Illal Lillah” (tidak ada hukum kecuali hukum dari Allah), Peristiwa Tahkim misalnya yang dilakukan Ali dan Mu’awiyah dan semua yang menerima Tahkim dianggap kafir oleh khawarij.
2. Metode Kalam
Metode Kalam yang digunakan oleh khawarij adalah metode debat (jadal) untuk memposisikan seseorang apakah mereka kafir atau mukmin dan yang dikatakan kafir menurut khawarij adalah orang yang berdosa besar dan wajib dibunuh.
3. Implikasi Sosial Politik
Khawarij menekankan pada komunitas kharismatik dan tidak ada posisi khusus bagi keluarga Nabi. Implikasi politik khawarij adalah demokrat murni.
DAFTAR PUTAKA
Al-Syahrastani. T. Th. Al-Milal Wa Al-Nihal. Bairut :
Dar Al-Fikr.
Al-Najjar, Amir. 1990. Al-Khowarij : Aqidah Wa Fikr Wa Falsafah, Kairo :
Dar Al-Ma’arif.
Nata, Abudin. 1999. Insiklopedi Islam, Jakarta :
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Atang Abd. Hakim. Jaih, Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam. Bandung :
PT. Remaja Roesda Karya.
Wasil, Moh., 2005. Majalah Al-Fiktroh. Bangkalan :
STAI Al-Hamidiyah.
Post a Comment